Kendala lain yang pernah dihadapi selain faktor modal kerja adalah uji sampel yang butuh waktu lama. Menurutnya buyer dari Jepang tersebut kerap mengirimkan desain model tas dalam bentuk sketsa. Dari desain itu, Sany harus berpikir keras untuk menerjemahkannya menjadi produk. Beberapa kali, lanjut Sany, sampel yang dibuatnya mendapatkan catatan dari buyer sehingga produk sampel tersebut harus bolak-balik dikirim ke buyer.
"Sampel itu dibuat berulang kira - kira sampai enam bulan sampai barang itu bisa masuk sesuai standar pasar yang diinginkan Jepang. Kadang mengartikan desain dengan mewujudkan dalam produk jadi itu berbeda," sambung Sany.
Meski penuh dengan tantangan, Sany Kamengmau menjadi salah satu contoh pelaku UKM yang patut dijadikan kiblat oleh pelaku UKM lainnya di Indonesia. Pasalnya Sany sangat taat terhadap kewajiban pajak.
Komitmennya untuk patuh dalam membayar pajak ini dianggapnya sebagai salah satu timbal baliknya terhadap negara yang sudah membantu membangkitkan usahanya yang sempat terpuruk akibat Covid-19.
"Kita juga menjadi pembayar pajak yang taat. Dalam setahun rata-rata kami membayar pajak itu hingga Rp20 juta. Kami tidak bisa merekayasa atau memanipulasi pajak sebab petugas pajak itu gampang sekali mengecek dan menghitung jumlah pajak kami dari produk yang kami ekspor itu," ungkapnya.
Siap Garap Pasar Domestik
Sany menambahkan punya rencana untuk menggarap pasar domestik. Namun yang utama adalah pemenuhan pasar ekspor ke Jepang dan Australia yang sudah lama menjadi pelanggan. Untuk pasar domestik direncanakan akan digarap melalui pasar digital atau online. Produk-produknya akan dipasarkan melalui platform digital. Selama ini dia belum terlalu aktif memasarkan di pasar domestik karena kewalahan untuk memenuhi pasar ekspor.
Load more