Jakarta, tvOnenews.com - Inovasi teknologi menggunakan bakteri wolbachia diributkan warga. Keributan muncul saat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bakal menyebar 20 juta jentik nyamuk ber-wolbachia di Bali. Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban angkat suara.
Sebenarnya nyamuk Bill Gates ini bernama Wolbachia. Suatu proyek yang dikembangkan oleh World Mosquito Program (WMP) yaitu perusahaan milik Monash University.
Zubairi menjelaskan penerapan inovasi teknologi wolbachia untuk menurunkan persebaran DBD di Indonesia. Teknologi Wolbachia merupakan salah satu inovasi yang melengkapi strategi pengendalian yang berkasnya sudah masuk ke Stranas (Strategi Nasional).
"Tujuan dikembangkannya proyek ini adalah untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah (DBD), demam kuning, dan chikungunya. Bakteri Wolbachia ini dapat melumpuhkan virus dengeu yang terkandung dalam nyamuk aedes aegypti," katanya, Jumat (17/11/2023).
Zubairi menjelaskan nyamuk tersebut seperti vaksin, tapi yang divaksin itu nyamuknya agar tidak menyebarkan virus ke manusia. Selain itu, nyamuk hanya akan bekerja untuk mengurangi jumlah spesies nyamuk sasaran.
Zubairi mengklaim nyamuk ini sudah berhasil digunakan di beberapa bagian Brazil, kepulauan Cayman, Panama, India, dan Singapura.
Di Indonesia sendiri, nyamuk Wolbachia sudah disebar, tepatnya di Yogyakarta. Setelah diteliti oleh UGM, hasilnya mengejutkan, kasus DBD pada daerah yang diteliti mengalami penurunan sampai 77 persen. Begitupun dengan presentase pasien yang dirawat di RS, turun sampai 86 persen.
Tahun ini, giliran Bali menjadi tempat penyebaran selanjutnya. Namun Pj Gubernur Bali sepakat melakukan penundaan karena ada masyarakat yang belum setuju.
"Memang di balik manfaatnya, masih terdapat kontra yang juga populer di masyarakat. Seperti kemungkinan adanya mutasi yang bisa mengarah pada sifat ganas dan sudah ada metode pembasmian nyamuk untuk melindungi manusia," katanya.
Environmental Protection Agency (EPA) sendiri menyatakan kalau nyamuk transgenik atau Wolbachia ini tidak menimbulkan risiko bagi manusia, hewan, atau lingkungan.
"Untuk diketahui, hanya nyamuk transgenik jantan yang dilepaskan karena tidak akan menggigit manusia. Sehingga tidak membahayakan dan tidak ikut menyebarkan virus Zika serta patogen lainnya," ucapnya.
Di Amerika Serikat, penggunaan nyamuk transgenik sudah diatur oleh EPA. Izin Penggunaan Eksperimental atau EUP harus diberikan terlebih dahulu sebelum melakukan penyebaran.
Sebelumnya, eks Menkes Siti Fadilah Supari, mempertanyakan penyebaran jutaan nyamuk wolbachia untuk mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD).
Menurut Siti, upaya itu dinilai mengusik kedaulatan bangsa Indonesia lantaran belum tahu bagaimana dampak penyebaran wolbachia ke depannya.
Sebagaimana informasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, efektivitas wolbachia sendiri telah diteliti sejak 2011 yang dilakukan oleh World Mosquito Program (WWP) di Yogyakarta dengan dukungan filantropi Yayasan Tahija.
Penelitian dilakukan melalui fase persiapan dan pelepasan Aedes aegypti ber-wolbachia dalam skala terbatas pada rentang 2011-2015.
"Ini adalah program World Mosquito, bukan program kita tapi program filantropi. Nah, dari luar mereka peneliti, tapi yang diteliti adalah kita sendiri. Ini yang membuat ketidaknyamanan menurut saya sebagai bangsa yang berdaulat," kata Siti Fadilah saat jumpa pers di Jakarta pada Minggu (12/11/2023). (ebs)
Load more