Jakarta, tvOnenews.com - Pengurus Besar Dokter Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) memberikan rekomendasi terhadap pemerintah untuk memeriksa titer antibodi orang yang memiliki kekebalan tubuh rendah. Jika hasil titer antibodi rendah, maka perlu divaksinasi COVID-19 lagi.
Ketua Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 PB IDI, Erlina Burhan menerangkan bahwa orang yang mempunyai kekebalan tubuh yang rendah biasanya ditemukan pada lanjut usia (lansia), orang dengan komorbiditas (diabetes melitus atau DM, hipertensi, dan gangguan ginjal) khususnya yang tidak terkontrol, serta orang yang kondisi imunokompromis (Human Immunodeficiency Virus ataubHIV, autoimunitas, dan kanker).
"Makanya PB IDI merekomendasikan pemerintah untuk secara khusus memeriksa titer antibodi dari lansia, orang dengan komorbiditas, dan orang yang kondisi imunokompromis. Supaya kalau memang rendah, mungkin harus divaksin lagi, di-booster (diberikan dosis penguat) lagi," kata Erlina via Zoom dalam media update Satgas Covid PB IDI, Rabu (6/12/2023).
Kemudian dia menuturkan, capaian vaksinasi COVID-19 dosis satu di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu sebesar 86,88 persen. Lalu dosis kedua 74,56 persen, booster pertama atau dosis ketiga hanya 38,17 persen, dan booster kedua atau dosis keempat lebih rendah lagi yaitu hanya 2 persen.
"Jadi ini merupakan tantangan bagi kita bahwa booster kita angkanya rendah sekali dan juga orang-orang yang di-booster ini sudah lewat dari enam bulan, itu barangkali juga memberikan alasan atau bisa dijadikan rasional kenapa kemudian terjadi peningkatan dua kali lipat kasusnya di Indonesia," ujar Erlina.
Berdasarkan data dari Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID), beber dia, terdapat subvarian Omicron EG.5 di Indonesia sejak bulan Juni-Agustus 2023 sebesar 20 persen. Namun pada bulan Agustus tahun ini, kasusnya menurun.
Erlina juga menjelaskan bahwa gejala subvarian Omicron BA.2.86, EG.5, dan HK.3 itu ringan. Saat ini belum dapat dipastikan apakah infeksi dari subvarian Omicron tersebut menghasilkan gejala yang berbeda dari varian lainnya.
Secara umum, terang Erlina, gejala COVID-19 cenderung serupa di antara berbagai varian. Antara lain demam tinggi, batuk, rhinorrhea, kehilangan penghidu, dan kehilangan pengecap.
"Jenis dan tingkat keparahan gejala biasanya tergantung pada kekebalan tubuh seseorang. Jadi bukan tergantung dari varian yang menyebabkan infeksinya," kata Erlina.
Lebih lanjut dia, tantangan Indonesia saat ini adalah sudah terjadi peningkatan kasus COVID-19 dalam dua bulan terakhir, mobilisasi lintas negara yang tinggi saat liburan seperti turis Singapura, Malaysia, Tiongkok ke Indonesia dan penduduk Indonesia berlibur ke luar negeri khususnya Singapura. "Angka vaksinasi booster yang rendah di Indonesia juga mesti kita akui bahwa penegakan protokol kesehatan sudah mulai longgar," ucap Erlina.
Untuk pencegahan penularan COVID-19, jelas dia, selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), makan dengan nutrisi yang seimbang, cuci tangan dengan air mengalir dan memakai sabun, menggunakan masker saat di keramaian dan dalam perjalanan, membatasi waktu berada di ruangan tertutup dan keramaian, serta melakukan vaksinasi booster.
"Jadi vaksin itu bukan mencegah kita terinfeksi, vaksin itu mencegah kita lebih ke arah penyakitnya tidak menjadi berat," tutur Erlina. (fnm/ebs)
Load more