“Siswa-siswi yang berada pada tingkat SMP adalah siswa-siswi yang mulai beranjak menuju dewasa dan mulai fokus terhadap minat, kesenangan bakat yang dimiliki,” ujar Yovinza.
“Dengan demikian siswa-siswi yang tertarik pada bahasa dan budaaya Jepang akan lebih mengarahkan langkahnya untuk menekuni hal tersebut pada masa-masa berikutnya. Sebagaimana siswa-siswa di SMP LABSCHOOL UNESA 3 Surabaya yang memiliki minat belajar bahasa Jepang cukup tinggi,” tambahnya.
Salah satu dayak tarik belajar bahasa Jepang adalah mempelajari aksara Jepang yakni huruf hiragana, huruf katakana, dan huruf kanji. Dimana masing-masing huruf memiliki keunikannya tersendiri.
“Pada mulanya huruf hiragana tidak mendapatkan tempat di masyarakat Jepang, bahkan para cendekiawan dan kaum elite pun menolak memakai huruf hiragana, mereka lebih suka menggunakan huruf kanji,” jelas Yovinza.
Sementara huruf hiragana kala itu menjadi populer di kalangan kaum wanita Jepang yang tidak diperbolehkan mempelajari dan menggunakan huruf Kanji.
Kepopuleran huruf hiragana di kalangan kaum wanita Jepang, membuat para sastrawan wanita menggunakan huruf ini sebagai alat untuk menggoreskan cerita mereka.
“Salah satu yang terkenal adalah ‘Genji Monogatari’. Alasan inilah yang membuat pada saat itu huruf hiragana dikenal sebagai Onnade (女手), yang berarti huruf wanita,” kata Yovinza.
Load more