Gaya Hidup, tvOnenews.com - Negara Jepang saat ini menjadi salah satu tujuan negara yang ingin dikunjungi oleh masyarakat dunia, termasuk Indonesia.
Tak sedikit dari masyarakat Indonesia yang melakukan perjalanan ke Jepang setiap tahun pergi untuk melanjutkan studi maupun perjalanan wisata.
Walaupun sejak akhir tahun 2019 di Jepang terjadi pandemik Covid-19, tetapi tidak menyurutkan orang untuk melakukan perjalanan ke Jepang, hingga Jepang sendiri membatasi sementara jumlah orang asing yang datang ke negaranya.
Di Indonesia jumlah pembelajar bahasa Jepang hampir mencapai 900 ribu, mereka belajar tentang Jepang baik dari sisi budaya maupun bahasanya.
Selain itu perusahaan Jepang banyak yang berinvestasi di Indonesia. Dengan banyaknya anime, manga hingga cosplay Jepang yang semakin digemari di kalangan anak muda di Indonesia, komunitas-komunitas tentang Jepang mulai menjamur di kota-kota di Indonesia.
Hal–hal tersebut menurut dosen Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Negeri Surabaya Dra. Yovinza B Sopaheluwakan, M.Pd mempengaruhi siswa sekolah menengah pertama banyak yang tertarik untuk mempelajari bahasa dan budaya Jepang.
“Siswa-siswi yang berada pada tingkat SMP adalah siswa-siswi yang mulai beranjak menuju dewasa dan mulai fokus terhadap minat, kesenangan bakat yang dimiliki,” ujar Yovinza.
“Dengan demikian siswa-siswi yang tertarik pada bahasa dan budaaya Jepang akan lebih mengarahkan langkahnya untuk menekuni hal tersebut pada masa-masa berikutnya. Sebagaimana siswa-siswa di SMP LABSCHOOL UNESA 3 Surabaya yang memiliki minat belajar bahasa Jepang cukup tinggi,” tambahnya.
Salah satu dayak tarik belajar bahasa Jepang adalah mempelajari aksara Jepang yakni huruf hiragana, huruf katakana, dan huruf kanji. Dimana masing-masing huruf memiliki keunikannya tersendiri.
“Pada mulanya huruf hiragana tidak mendapatkan tempat di masyarakat Jepang, bahkan para cendekiawan dan kaum elite pun menolak memakai huruf hiragana, mereka lebih suka menggunakan huruf kanji,” jelas Yovinza.
Sementara huruf hiragana kala itu menjadi populer di kalangan kaum wanita Jepang yang tidak diperbolehkan mempelajari dan menggunakan huruf Kanji.
Kepopuleran huruf hiragana di kalangan kaum wanita Jepang, membuat para sastrawan wanita menggunakan huruf ini sebagai alat untuk menggoreskan cerita mereka.
“Salah satu yang terkenal adalah ‘Genji Monogatari’. Alasan inilah yang membuat pada saat itu huruf hiragana dikenal sebagai Onnade (女手), yang berarti huruf wanita,” kata Yovinza.
Ada pula novel pertama buatan seorang wanita, Murasaki Shikibu, berjudul Hikayat Genji menjadi tenar di zaman Heian (795-1192).
Hiragana mulai digunakan secara luas pada abad ke-10 Masehi. Huruf Hiragana terbentuk dari garis-garis dan coretan-coretan yang melengkung (kyokusenteki).
Huruf Hiragana yang digunakan sekarang berdasarkan Petunjuk Departemen Pendidikan Jepang tahun 1900.
“Sampai sekarang belum ada pendapat yang pasti mengenai siapa pencipta huruf Hiragana. Hal ini dijelaskan oleh Sada Chiaki dalam bukunya Atarashii Kokugogaku,” terang Yovinza.
Ada juga pendapat yang menjelaskan pembuat huruf Hiragana adalah Kooboo Daishi, tetapi pendapat ini tidak beralasan karena huruf Hiragana tidak dapat dibuat oleh satu orang dalam satu kurun tertentu.
Hiragana digunakan untuk menulis kata-kata bahasa Jepang asli atau menggantikan tulisan Kanji, menulis partikel, dan kata bantu kata kerja.
Karakter huruf hiragana terlihat mirip dengan katakana. Oleh karena itu, cara menulisnya pun hampir sama, yaitu perlu memperhatikan pola guratan sesuai urutan untuk bisa menulis katakana dengan baik.
Hal pertama yang perlu dingat dari katakana adalah, bahwa huruf ini sebagian besar digunakan untuk menuliskan kosakata yang diserap dari bahasa asing, nama orang asing, nama negara, dan beberapa hal lainnya.
“Pada umumnya, pola guratan katakana adalah dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan tulisan bahasa Jepang yang pertama kali ditulis dalam aksara Kanji disebut kanbun atau yang memiliki arti ‘tulisan Tiongkok’.
“Namun, seiring berjalannya waktu, orang Jepang merasakan ketidaknyamanan menulis tata bahasa Jepang ke dalam aksara Kanji Tiongkok karena dasar yang kedua negara pakai berbeda.” jelas Yovinza.
Akhirnya tak berapa lama keluarlah keputusan bahwa mereka tetap menggunakan aksara Kanji Tiongkok tapi susunan tata bahasa yang digunakan bersumber dari penuturan bahasa Jepang.
Sayangnya, ternyata tidak semua orang bisa belajar dan menguasai aksara Kanji dari Tiongkok. Maka kaum wanita pada masa itu tidak diizinkan mempelajari aksara Kanji, sehingga muncul ide menciptakan aksara baru di kalangan wanita.
Nah, agar mudah dipahami berikut ringkasan perbedaan tiga aksara Jepang:
Aksara Kanji: Meski berawal dari Tiongkok, aksara Kanji Jepang telah memiliki perbedaan gaya coretan dan juga pelafalan.
Aksara Hiragana: Berawal dari Aksara Kanji lalu mengalami perubahan sehingga menjadi lebih sesuai dengan penulisan tata bahasa Jepang. Hiragana juga digunakan untuk menulis nama kata-kata asli Jepang, seperti saya (watashi =わたし), Jepang (Nihon= にほん), Takeshi (たけし), dll.
Aksara Katakana: Berawal dari Aksara Kanji lalu dikembangkan oleh rohaniawan Buddha dengan tujuan melafalkan kitab suci Buddha yang bertuliskan Kanji Tiongkok. Sekarang Katakana digunakan untuk menulis kata serapan, seperti pisang (banana = バナナ), laptop (pasokon = パソコン), Amir (Amiru = アミル), dll.
Mengenalkan cara membaca huruf Katakana ke siswa SMP LABSCHOOL 3 UNESA
Bersama Dr. Miftachul Amri, M.Pd., M.Ed., Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M.Litt, Dr. Urip Zaenal Fanani, M.Pd., dan Dr. Mintarsih, S.S., M. Pd., Yovinza melaksanakan Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) tentang pelatihan keterampilan menulis dan membaca huruf katakana difokuskan kepada siswa-siswi SMP LABSCHOOL 3 UNESA kelas 8B atau kelas2B yang mengalami kesulitan menulis dan membaca huruf katakana.
“Pelatihan ketrampilan ini bertujuan meningkatkan kemampuan menulis dan membaca huruf katakana juga diharapkan dapat meningkatkan minat siswa belajar bahasa Jepang,” kata Miftachul.
“Harapannya di kemudian hari dapat melanjutkan belajar bahasa Jepang di tingkat perguruan tinggi, khususnya di Program Bahasa Jepang Universitas Negeri Surabaya,” imbuhnya.
Tujuan yang ditargetkan adalah video kegiatan yang akan dipublikasikan di website jurusan maupun media sosial (Youtube dan Instagram) agar diketahui masyarakat umum sekaligus sebagai promosi jurusan.
Selain publikasi di media elektronik juga melalui seminar nasional yang diselenggarakan oleh jurusan.
“Para peserta terpantau antusias mengikuti pelatihan yang diadakan. Tak sedikit yang mengaku ingin belajar lebih lanjut terkait bahasa dan budaya bahasa Jepang ini,” tutur Djodjok.
Load more