Prof Borolak mengatakan, tujuan utama dari Neuromodulasi adalah untuk menolong orang, untuk membuat orang merasa lebih baik. Ini sangat berbeda dengan area lain di bidang kedokteran dimana dokter hanya memberikan obat untuk nyeri misalnya untuk lutut dimana kemudian orang akan kembali merasakan sakit.
“Dalam Neuromodulasi anda harus membuat orang merasa lebih sehat, ini yang membedakan degan treatment lainnya. Jika saya gagal membuat orang itu saya gagal,” ujarnya.
Ketua MKDKI PB IDI dr. Prasetyo Edi, memastikan bahwa Paint intervention sudah melampaui kaidah itu Kode Etik Kedokteran. Pada pasal 21 Kode Etik Kedokteran disebutkan seorang dokter wajib mengikuti perkembangan tekhnologi, acara ini buah dari perintah kode etik itu.
“Jadi pertama sudah ada Peraturan Konsil Kedokteran no.40 tahun 2018 tetang white paper lima koligium yang mengampu paint intervenstion itu, artinya sudah tidak perlu lagi ada ketakukan adanya overlaping dari 5 koligium itu,” jelasnya.
Kemudian Permenkes 2015, jadi tidak ada alasan dimasalah pembiayaan, dia berpedapat, BPJS tidak perlu lagi menanyakan hal ini. “Artinya sudah clear bahwa kompetensi paint intervention itu adalah ranah 5 koligium, sehingga menurut saya demi kemaslahatan umat maka jadi BPJS sudah harus pasti bisa membayar layanan ini,” sambungnya.
Prof. Henny Suzana Mediani dari Persatuan Perawat Seluruh Indonesia (PPNI) mengungkapkan bahwa secara internasional problem nyeri merupakan masalah yang terus terjadi, baik pada pasien yang memang dirawat di RS dan juga pasien-pasien yang merasakan nyeri seperti nyeri akut, kronis, dan presisten.
Menurutnya, tugas mengatasi nyeri bukan hanya dari dokter saja, tetapi juga tugas dari perawat sebagai mitra para dokter. Perawat mempunyai moral resposibility untuk mengatasi nyeri, hal ini karena perawat lebih banyak bersama dengan pasien di rumah sakit.
Load more