tvOnenews.com, Kesehatan - Karbohidrat merupakan sumber energi bagi tubuh manusia. Sebagaimana contoh karbohidrat yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah nasi. Namun, jika dikonsumsi berlebih dapat meningkatkan risiko diabetes.
Diabetes menjadi ancaman yang cukup serius jika kita tidak mengantisipasinya sejak dini dengan menjalani pola hidup sehat.
img/Freepik
Dosen Departemen Biokimia Fakultas MIPA IPB University, dr. Mega Safithri kemudian menjelaskan lebih lanjut kaitan karbohidrat dan diabetes.
Dr Mega mengatakan, mekanisme metabolisme dalam tubuh manusia akan bergantung pada aktivitas yang dilakukan, sehingga tingkat konsumsi karbohidrat juga akan mempengaruhi jenis aktivitas metabolisme dalam tubuh.
Mega menjelaskan, perbedaan metabolisme karbohidrat terjadi karena respon pada kadar glukosa darah.
"Jika kadar glukosa darah meningkat akan memacu metabolisme glikolisis, glikogenesis atau jalur pentosa fosfat. Kelebihan kadar gula dalam darah juga akan disimpan sebagian sebagai lemak," katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (17/09/2022).
Menurut dia, meskipun seseorang jarang mengkonsumsi makanan gorengan yang mengandung lemak, mengkonsumsi makanan berindeks glikemik tinggi, tapi akan tetap menambah lemak pada tubuh, karena terjadi lipogenesis akibat meningkatnya produksi Asetil ko-A.
"Sedangkan jika kadar glukosa dalam darah menurun, akan memicu metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis," katanya.
Mega juga menjelaskan, sebagian besar proses metabolisme glukosa berada di hati. Gula yang dihasilkan dari pencernaan akan bermuara di hati kemudian diubah menjadi glukosa 6-fosfat yang merupakan senyawa intermediet penting dalam metabolisme karbohidrat.
"Glukosa ini dapat dipolimerisasi menjadi glikogen, defosforilasi menjadi glukosa darah, atau dikonversi menjadi asam lemak melalui asetil Ko-A, serta melalui siklus asam sitrat dan rantai respirasi untuk menghasilkan energi,” katanya.
Doktor lulusan IPB University ini menuturkan, neuron pada otak hanya menggunakan glukosa dan beta hidroksibutirat sebagai sumber energi.
Beta hidroksibutirat ini, kata dia, penting pada saat puasa atau kelaparan. Alasan inilah pada penderita diabetes menahun, bila gula darahnya tidak dikontrol akan menjadi stroke karena terjadi pendarahan di otak.
“Sel mengalami pengerutan karena glukosa darah cukup banyak di luar sel, akan menjadi kondisi hipertonis terhadap sel sehingga akhirnya akan terjadi pengerutan sel,” ujar Peneliti Pusat Studi Biofarmaka, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University ini.
Menurut dia, batas minimal glukosa darah adalah 40 miligram per 100 mililiter darah. Bila kurang dari batas minimal akan terjadi hipoglikemia berat.
"Pada beberapa penderita diabetes yang diberi insulin berlebih dapat mengalami hipoglikemia akibat kadar gulanya menurun drastis," katanya.
Kenyang dan lapar juga mempengaruhi metabolisme. Dalam siklus makan-puasa mempunyai tiga tahap, pasca makan, pasca serap dan makan kembali saat sarapan. Siklus makan-puasa ini penting untuk menjaga homeostasis glukosa.
“Sebenarnya untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah harus dijaga dengan mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik baik. Indeks glikemik ini adalah nilai yang menunjukkan kemampuan suatu makanan yang mengandung karbohidrat dalam meningkatkan kadar glukosa darah,” ucapnya.
Faktor tinggi rendahnya indeks glikemik ini di antaranya mulai dari proses pengolahan, ukuran partikel, hingga kadar zat anti gizi pangan. Bagi penderita diabetes, jenis makanan yang dianjurkan untuk konsumsi demi menjaga kadar gula dalam darah adalah pati resisten.
img:Pixabay
Berdasarkan data Organisasi International Diabetes Federation (IDF), Indonesia berada di peringkat ketujuh di antara 10 negara dengan penderita diabetes terbanyak.
Pada tahun 2019 jumlah penderita diabetes mencapai 10,7 juta orang. Temuan tersebut diperkuat dengan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013 dan tahun 2018 yang menunjukkan bahwa tren prevalensi penyakit diabetes melitus di Indonesia meningkat dari 6,9 persen menjadi 8,5 persen.
Tingginya angka penderita diabetes beriringan dengan meningkatnya angka obesitas. Akibatnya, angka-angka katastropik (penyakit yang dapat dikategorikan parah dan membutuhkan perawatan baik rawat inap maupun pemulihan yang berkepanjangan) juga meningkat.
Plt Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Direktur Pelayanan Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan dr. Yanti Herman, MH.Kes mengajak masyarakat untuk meningkatkan penerapan pola hidup sehat guna menekan kasus penyakit jantung dan diabetes melitus.
Pola hidup tidak sehat seperti merokok, mengonsumsi alkohol, tidak berolahraga, dan tidak mengonsumsi buah serta sayur menjadi salah satu penyebab tingginya angka penderita jantung hingga diabetes melitus di Indonesia.
"Kalau kita lihat data kesehatan, dibandingkan dengan Riskesdas 2013 dan 2018, angka-angka remaja yang mulai merokok, remaja yang mengkonsumsi alkohol, populasi penduduk yang tidak melakukan olahraga atau gerak tubuh dan angka populasi yang tidak makan sayur dan buah itu meningkat," jelas Yanti dilansir dari Antara, Selasa (18/10/2022). (ant/Mzn)
Jangan lupa nonton dan subscribe YouTube Hidup Sehat tvOne:
Load more