Kudus, tvOnenews.com - Memiliki nama asli Ja'far Sodiq, Sunan Kudus adalah putra Sunan Ampel dan Dewi Candrawati. Ia adalah salah satu Wali Songo yang dikenal dengan dakwah melalui jalan damai. Ia tetap menghormati budaya setempat dalam metode dakwahnya saat menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Hal itu tergambar nyata pada bangunan peninggalannya, yakni Masjid Menara Kudus.
Masjid Menara Kudus, Jawa Tengah memiliki arsitektur unik. Beberapa bangunannya memiliki perpaduan corak Islam, Hindu, Jawa, dan Budha. Masjid ini menjadi salah satu saksi sejarah penyebaran agama Islam di pulau Jawa yang dilakukan Sunan Kudus.
Masjid yang terletak di Kauma, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus itu berdiri pada 956 Hijriah atau 1549 Masehi. Konon, Sunan Kudus pernah membawa sebuah batu dari Baitul Maqdis di Palestina dan batu tersebut kemudian digunakan sebagai batu pertama pendirian masjid yang kemudian diberi nama Masjid Al-Aqsa.
Namun belakangan, justru Masjid tersebut populer dengan sebutan Masjid Menara Kudus. Hal ini merujuk pada banguan menara setinggi 18 meter di halaman masjid yang menyerupai candi dan memakai arsitektur bercorak Hindu Jawa.
Pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, Abdul Jalil mengatakan bahwa menurut data sejarah, konon, metode dakwah Sunan Kudus pada saat itu menggunakan pendekatan-pendekatan budaya. Sebagai contoh, bangunan arsitektur di Masjid Al Aqsa yang didirikan oleh Sunan Kudus tersebut menggunakan arsitektur lokal.
“Di dunia tidak ditemukan situs yang merefleksikan antaragama kecuali Menara Kudus. Badan bangunannya mirip candi yang Hindu, atap dan fungsinya Islam, tempat wudhunya bergaya Budha dengan pancuran yang ada arcanya,” terang Abdul Jalil, pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus.
Lebih lanjut, Jalil mengatakan, ada keberanian dari Sunan Kudus untuk mengawinkan tradisi Arab, yakni khittah fungsinya sebagai Masjid tetapi akomodasi bangunannya Hindu-Budha.
Sementara itu, menengok ke dalam masjid, juga terdapat gapura dengan corak Hindu, seperti pintu gerbang vihara atau pura. Konon, ini adalah cara Sunan Kudus berdakwah pada masyarakat setempat yang saat itu masih menganut kepercayaan Hindu dan Budha. Hal tersebut mendorong masyarakat untuk menerima agama Islam sebagai agama baru yang menghargai budaya dan toleransi.
Secara keseluruhan, Sunan Kudus menggunakan beberapa pendekatan dalam menyebarkan agama Islam. Di antaranya, Sunan Kudus melakukan pendekatan secara perlahan, yakni berbaur dan menyisipi adat istiadat yang ada di masyarakat dengan nilai-nilai Islam. Dia juga mengedepankan jalan damai dan menghindari perpecahan selama berdakwah.
Pada saat itu, Sunan Kudus menghormati masyarakat Hindu dan untuk menarik perhatian mereka, ia meminta kepada masyarakat untuk tidak memotong hewan kurban sapi dalam perayaan Idul Adha untuk menghormati masyarakat penganut agama Hindu dan menggantinya dengan memotong kurban kerbau. Pesan untuk memotong kurban kerbau ini masih banyak ditaati oleh masyarakat Kudus hingga saat ini.
“Hingga saat ini, imbauan atau larangan tersebut masih dipatuhi oleh sebagian besar warga Kudus seperti saat perayaan Idul Adha yang menyembelih hewan kerbau. Selain itu, beragam menu kuliner atau makanan di Kudus kebanyakan menggunakan daging kerbau ketimbang daging sapi,” imbuhnya.
Selanjutnya, Sunan Kudus menarik perhatian masyarakat Budha dengan memberikan nuansa Budha pada setiap arsitektur bangunan. Pada bangunan Menara Kudus, terdapat corak bangunan Hindu-Budha-Islam sampai saat ini. Selain itu, terdapat pula tempat wudhu yang unik dan susunan bata merah yang menghiasi bangunan berbentuk persegi panjang dengan delapan pancuran dilengkapi ornamen arca di atasnya.
Sunan Kudus wafat dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Menara Kudus. Setiap hari, kompleks Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus selalu ramai dipadati para peziarah yang berdatangan dari berbagai daerah di tanah air. (gml/ard)
Load more