tvOnenews.com - Di tengah gemerlap Kota Jakarta yang selalu sibuk, tersimpan kisah kelam yang menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia, yaitu peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau yang lebih dikenal dengan G30S PKI.
Salah satu tempat yang menjadi saksi bisu atas kejadian tragis ini adalah Lubang Buaya, yang terletak di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Para perwira yang dikenal sebagai Pahlawan Revolusi ini, menjadi korban kebiadaban kelompok yang berupaya menggulingkan pemerintahan sah dan menggantikan ideologi Pancasila dengan komunisme.
Malam 30 September 1965 menjadi awal peristiwa yang mengubah sejarah Indonesia.
Sekelompok orang yang mengklaim diri sebagai "Dewan Revolusi" menculik tujuh perwira tinggi TNI AD, yaitu:
1. Jenderal Ahmad Yani
2. Letjen R. Soeprapto
3. Letjen M.T. Haryono
4. Letjen S. Parman
5. Brigjen D.I. Panjaitan
6. Brigjen Sutoyo Siswomiharjo
7. Kapten Pierre Tendean
Mereka kemudian ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan di Sumur Maut, sebuah lubang di kawasan Lubang Buaya.
Untuk menghormati jasa para pahlawan ini, pemerintah membangun Monumen Pancasila Sakti di lokasi tersebut.
Monumen ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 1 Oktober 1972 dan menjadi simbol perjuangan bangsa dalam mempertahankan ideologi Pancasila.
Monumen ini bukan sekadar tempat wisata biasa. Selain mengenang peristiwa kelam G30S PKI, Monumen Pancasila Sakti juga memberikan edukasi sejarah yang mendalam bagi generasi muda.
Pengunjung dapat menyaksikan diorama yang menggambarkan kronologi peristiwa tersebut, dan mempelajari berbagai benda bersejarah yang dipamerkan di museum.
Salah satu spot yang paling berkesan di monumen ini adalah Tugu Pahlawan Revolusi, yang terletak sekitar 45 meter di sebelah utara Sumur Maut.
Di sini, tujuh patung para Pahlawan Revolusi berdiri dalam setengah lingkaran dari barat ke timur.
Setiap patung berdiri di atas landasan berbentuk lengkung dengan relief yang menggambarkan prolog, kejadian, dan penumpasan pemberontakan G30S PKI oleh ABRI bersama rakyat.
Patung Garuda Pancasila menghiasi dinding trapesium setinggi 17 meter di belakang mereka, menambah suasana sakral dan heroik.
Selain itu, Monumen Pancasila Sakti dibangun di atas tanah seluas 14,6 hektar, dengan beberapa bagian lain seperti Museum Diorama, yang menggambarkan detail peristiwa G30S/PKI, serta Museum Pengkhianatan PKI yang menjadi pengingat bahaya laten komunisme.
Dengan mengunjungi Monumen Pancasila Sakti, pengunjung dapat memahami secara mendalam tentang bagaimana PKI berupaya menggulingkan pemerintahan Indonesia, serta bagaimana para Pahlawan Revolusi berkorban demi mempertahankan ideologi negara.
Monumen ini juga berfungsi sebagai pengingat bagi generasi muda tentang pentingnya menjaga persatuan bangsa dan tetap waspada terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Sebagaimana tertuang dalam Buku Panduan Monumen Pancasila Sakti, monumen ini dibangun sebagai bentuk penghargaan terhadap para pahlawan yang gugur serta untuk menjaga semangat nasionalisme agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Seperti ungkapan "sambil menyelam minum air", mengunjungi Monumen Pancasila Sakti tidak hanya memberikan wawasan sejarah yang penting, tetapi juga kesempatan untuk menikmati suasana kawasan yang tenang dan penuh refleksi.
Selain belajar sejarah, pengunjung juga dapat menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan menghargai pengorbanan para pahlawan revolusi.
Bagi kamu yang berencana berkunjung, perlu diketahui bahwa dalam rangka persiapan Peringatan Hari Kesaktian Pancasila, Monumen Pancasila Sakti akan tutup sementara mulai 25 September hingga 1 Oktober 2024. Informasi ini disampaikan melalui akun Instagram @monumenpancasilasakti.
Jangan ragu untuk mengajak keluarga dan teman-teman mengunjungi tempat bersejarah ini.
Melalui kunjungan ke Lubang Buaya dan Monumen Pancasila Sakti, kita tidak hanya belajar sejarah, tetapi juga memberi penghormatan kepada mereka yang telah berkorban demi tegaknya ideologi Pancasila di Indonesia.
(anf)
Load more