Purbalingga, Jawa Tengah - Sejumlah masjid tua di Pulau Jawa, terutama Jawa Tengah, hampir selalu merupakan jejak penyebaran Islam sembilan wali atau Walisongo. Seperti Masjid Sayyid Kuning, di Purbalingga, Jawa Tengah.
Masjid yang didirikan oleh lima dari sembilan wali itu, hingga kini masih terjaga keasliannya. Masjid juga masih sarat kegiatan keagamaan.
"Masjid ini juga menjadi penanda tata pemerintahan permulaan di Kabupaten Purbalingga," ujar Maksudi, pengurus masjid.
Seperti arsitektur masjid di Jawa, Sayyid Kuning memiliki bentuk pendopo joglo. Hal itu terlihat dari empat tiang utama penyangga atap masjid yang berbentuk rumah joglo. Empat tiang dari kayu jati itu, masih terjaga keasliannya.
Foto: Salah satu sudut Masjid Sayyid Kuning (Sonik Jatmiko)
Selain tiang penyangga, ada juga mimbar untuk khotib yang terbuat dari kayu. Bentuk mimbar juga khas masjid di Jawa, berupa hiasan ukiran.
"Di mimbar ini, juga masih ada tongkat khotib asli milik Raden Sayyid Kuning. Ada juga beduk dan kentongan. Beduk terbuat dari kayu yang dibebat tali ijuk," ujarnya lagi.
Sejarah masjid, menyebutkan dibangun pada masa abad ke-14 oleh lima dari sembilan wali. Yakni Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga.
"Saat itu, kelima sunan sedang membantu Syekh Maulana Mahribi yang disebut dalam babad atau sejarah Onje sebagai nama Ki Tepus Rumput, melakukan pengejaran Syeh Jambu Karang yang lari ke Bukit Jim Belik," beber Maksudi.
Setelah masjid berdiri, datang santri bernama Abdulah Syarif, yang merupakan murid Syeh Makdum Wali dan Syeh Makdum Umar. Keduanya penyebar Islam di Jawa Tengah bagian selatan.
"Stas perintah Syarif Hidayatulah atau Sunan Gunung Jati, Abdulah Dyarif diminta menyebarkan islam di Purbalingga. Setelah tinggal mukim di Purbalingga, Abdulah Syarif menikahi putri Adipati Onje kedua. Karena menikahi anak adipati, Abdulah Syarif lalu berjuluk Raden Sayyid Kuning," tutur Maksudi.
Foto: Beduk ijuk di dalam Masjid Sayyid Kuning (Sonik Jatmiko)
Sayyid Kuning, dimakamkan tak jauh dari lokasi masjid. Di belakang masjid, ada sungai besar dan sebelah sungai merupakan komplek makam adipati dan anak keturunan Sayyid Kuning.
"Makam itu, hingga saat ini masih terjaga," ujarnya.
Sebagai sebuah masjid, kegiatan keagaman masih ada hinggga kini. Mulai dari sholat lima waktu, hingga pengajian dan pendidikan al-quran.
"Masih dipakai salat jemaah, ada pengajian rutin dan hari besar. Tiap sore juga dipakai untuk TPQ," ujarnya.
Oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga, masjid sudah dilakukan beberapa kali pemugaran. Bagian depan ditambah satu atap agar ruang masjid lebih lega. Atap utama masih dibiarkan kasliannya. Dinding dan lantai juga sudah dipugar. Bangunan masjid sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. (Sonik Jatmiko/Buz)
Load more