Lebih lanjut dikisahkan Gregorius Tamela, tradisi Logu Shenhor yang digelar warga Kampung Sikka ini berawal ketiga pada abad ke-15 sampai awal abad ke-16, wilayah Sikka dipimpin seorang bernama Moang Baga Ngang. Pria ini mempunyai 3 orang putra yaitu Moang Lesu, Moang Korung, dan Moang Keu.
Moang Lesu lebih menonjol, terutama dalam hal wawasan dan kehidupan masyarakat Sikka mulai dari kelahiran, kehidupan, penyakit seperti yang diungkapkan dalam syair bahasa Sikka berikut ini:
“Niang ei Beta Mate Tanah ei Herong Potat Mate Due Rate Rua Potat Due Leda Telu
Blutuk Niu Nurak di Mate Blupur Odo Korak di Potat Teri di Mate Era di Potat”
Dua ungkapan di atas menggambarkan bahwa dunia ini tidak kekal abadi. Setiap ada kehidupan pasti ada kematian. Kematian tidak dibatasi umur. Bayi bisa mati, tua renta pun mati. Kapan saja kematian itu pasti ada.
Karena hal itulah, Moang Lesu memikirkan dan mencari kemungkinan di dunia ini ada tempat lain yang tidak ada penderitaan dan kematian.
Dia lalu memutuskan mengembara mencari tanah tersebut. Dalam bahasa Sikka dikenal dengan “Tanah Moret”.
Load more