Yogyakarta, DIY - Permainan tradisional yang dewasa ini mulai ditinggalkan, kembali terasa hegemoninya di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta. Hiruk pikuk turis di kawasan pedestrian pun semakin berwarna, sering hadirnya agenda Wisata Berbudaya Sabtu Kliwon yang penuh ingar bingar.
Berlangsung di trotoar sisi barat, atau di depan gerai Hamzah Batik Malioboro, sejumlah permainan dengan bahan baku kayu, yang pernah populer pada masanya disajikan secara komplet. Mulai dari egrang, bakiak, pletokan, gangsing bunyi, dan lain sebagainya, dapat dimainkan langsung oleh pelancong yang melintas.
Terang saja, wisatawan yang penasaran pun begitu antusias memainkan deretan mainan jadul tersebut, meski beberapa sempat mengalami kesulitan. Untuk menggugah semangat para pelancong, Hamzah Batik Malioboro yang menginisiasi kegiatan tersebut, telah menyediakan hadiah menarik bagi peserta lomba.
Seperti Roman (36) misalnya, wisatawan yang datang dari Temanggung, Jawa Tengah yang sempat mengalami kesulitan saat hendak memainkan egrang. Padahal, ia mengaku, semasa anak-anak hingga beranjak remaja, permainan egrang begitu akrab dimainkan bersama rekan-rekan sejawatnya, selepas pulang sekolah.
"Mungkin, karena belasan tahun nggak main egrang lagi, tadi sempat kesulitan, waktu naik itu kok rasanya nggak imbang. Tapi, setelah coba wira-wiri sebentar, lancar lagi, jadi pe-de ikut lombanya," cetusnya.
Selain egrang, wisatawan berbagai usia, mulai dari anak-anak, dewasa, hingga lansia, turut memeriahkan lomba bakiak yang digelar secara berkelompok, antara dua sampai tiga orang. Turis-turis yang usianya masuk kategori uzur pun tidak dapat menyembunyikan rasa bahagia, diberi kesempatan untuk bernostalgia.
"Tentu senang sekali, rasanya seperti nostalgia zaman masih anak-anak dulu. Sekarang sudah sangat jarang kan anak-anak mainan tradisional, mereka lebih suka mainan handphone, ya," ungkap Sutrisna, pelancong asal Bogor yang singgah bersama keluarganya.
Sementara itu, perwakilan Sanggar Kenyo Cengkir, yang memfasilitasi permainan tradisional ini, Kumara, menjelaskan, pihaknya ambil bagian dalam agenda ini, dengan tujuan pelestarian. Pasalnya, ia tak menampik, belakangan semakin jarang anak-anak yang terlihat memainkan egrang, bakiak, maupun gangsing.
"Supaya wisatawan, khususnya yang masih muda-muda itu kenal sama permainan tradisional yang dulu mungkin dimainkan orang tua mereka. Bisa dibilang sekarang ini sudah hampir punah. Jadi, lewat agenda ini coba kita kenalkan lagi ke mereka," urainya.
Kumara memamparkan, untuk memainkan permainan tradisional seperti itu, tidak dibutuhkan keterampilan khusus, meski pada awalnya dibutuhkan penyesuaian dan ketelatenan. Misal permainan egrang yang butuh penyeimbangan diri, atau bakiak yang menuntut satu kesatuan irama langkah dengan rekan satu tim.
"Awalnya memang agak susah. Tapi, lama-lama kalau sudah ketemu dengan pola dan kunci permainannya pasti asyik sendiri. Tadi banyak kan itu, yang sampai ketagihan main berkali-kali," terangnya. (Nur/ito)
Load more