"Sesaat jadi begitu meletus itu (Gunung Merapi), katanya semburan awan panas sama abunya sampai kota Magelang, Muntilan dan kita ditelpon tim saya untuk membantu," ucap dr Hastry.
Berdasarkan pengakuan dr Sumy Hastry, dirinya langsung bergegas menuju Yogyakarta dan sejumlah wilayah di Kabupaten Jawa Tengah untuk mengecek korban Gunung Merapi.
“Itu saya ngalamin, katanya Mbah Maridjan jadi korban. Kebetulan saya langsung ke Jogja tapi sebelumnya mampir ke wilayah Kabupaten Jawa Tengah dulu ya, kayak Magelang, Muntilan, untuk lihat kira-kira ada jenazah atau korban atau tidak,” sambungnya.
Ahli Forensik Polri bahwa korban ternyata lebih banyak di Yogyakarta dibandingkan sekitar Kabupaten Magelang.
"Kita sempat istirahat seadanya di mobil dengan tim dan besoknya ditelpon disuruh geser ke Jogja, karena ternyata korbannya malah lebih banyak di Jogja,” kata dr Hastry.
Setelah tiba di Yogyakarta, dr Sumy Hastry membantu mengidentifikasi korban yang terkena awan panas dan guguran abu Gunung Merapi, di mana salah satunya adalah Mbah Maridjan.
Proses identifikasi dipusatkan di Rumah Sakit Sardjito.
“Pasti jenazah akan sulit untuk dikenali kena awan panas dan semburan debu. Kita bekerja dan kita identifikasi itu kayak Covid, jadi kita harus lengkap pakai APD. Kalau gak kan bisa masuk ke pernapasan kita. Alhamdulillah kalau yang dikenal bisa langsung dikebumikan, kalau belum ya kita berusaha identifikasi. Ternyata beberapa hari kemudian kita Identifikasi itu Mbah Maridjan,” pungkas dr Hastry.
Mendiang Mbah Maridjan, sang juru kunci Gunung Merapi. (ist)
Load more