Jakarta, tvOnenews.com - Belakangan ini kisah kebobrokan di balik penjara atau Lapas tengah ramai menjadi sorotan publik. Hal ini setelah pengakuan mengejutkan Tio Pakusadewo ungkap borok di dalam Lapas dan peran Jeera Foundation.
Sebelumnya, aktor kawakan Tio Pakusadewo bongkar praktik nakal narapidana dan oknum sipir di penjara, yang memberikan akses untuk open BO terhadap napi.
Tio Pakusadewo menuturkan bahwa ada sebuah tempat bagian penjara di mana open BO bisa dengan bebas dilakukan.
Ia banyak menyaksikan praktik-praktik nakal yang yang tidak hanya dilakukan oleh para narapidana, tetapi juga oknum-oknum sipir.
Mulai dari situlah kisah-kisah di balik jeruji besi mulai menarik perhatian masyarakat tentang bagaimana para kehidupan para napi di dalam penjara yang ternyata masih bisa melakukan aktivitas ilegal di dalamnya.
Tio Pakusadewo dan Uya Kuya.
Setelah Tio Pakusadewo umbar kebobrokan di balik penjara, kini secara bergantian, berbagai pihak turut buka suara, mulai dari mantan napi hingga sipir penjara.
Seperti dalam pembicaraan antara Uya Kuya dan salah seorang sipir yang dirahasiakan identitasnya pada kanal Youtube Uya Kuya.
Sipir tersebut menceritakan kisah di balik penjara tak begitu menakutkan untuk narapidana tertentu, mereka justru hidup bak raja dengan segala kebebasannya.
Dirinya mengungkapkan umumnya para narapidana diberikan makanan sehari-hari dari beras berkualitas rendah yang disebut nasi cadong.
"Makanan di situ ada nasi cadong yang kalau 5 menit pertama anget, 5 menit berikutnya kayak bola bekel dan itu tidak layak lah kalau mau makan makanan enak harus di kantin dan harganya mahal," tanya Uya Kuya.
“Betul, karena memang jatah beras yang ada pada Lapas dan rutan di DKI ya. Jatah yang paling kualitas paling rendah karena memang anggaran yang diberikan negara itu 16.000 per 3 kali makan, DKI justru paling rendah," jawab sang sipir.
Oleh karenanya, banyak narapidana yang menjalankan bisnis narkoba di balik penjara demi memenuhi kebutuhannya.
"Di luar ini bandar narkoba biasanya di dalam itu dia untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk mensukseskan vonisnya. Nah caranya yaitu dia melakukan lobi-lobi ke petugas yang ada di dalam Lapas dan rutan,” ungkap sipir penjara.
Dia juga mengungkapkan bahwa para narapidana biasanya menjalankan bisnis haram itu diketahui para atasan.
“Yang pasti di level paling atas karena kalau dia level paling bawah itu ibarat kata ya Mas jarum jatuh aja pimpinan tahu berarti gak mungkinlah pimpinan dibodoh-bodohi sama yang level paling bawah ya. Secara teori bandar-bandar itu harus melebihi yang paling atas kalau paling atas sudah dipegang udah pasti aman,” lanjutnya.
Uya Kuya saat melakukan wawancara. (Tangkapan layar YouTube Uya Kuya TV)
Sipir penjara dan masih aktif hingga sekarang ini mengatakan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh Jeera Foundation hanya sekedar formalitas.
Perlu diketahui, Tio Pakusadewo menyebut adanya bisnis dan monopoli di dalam penjara yang melibatkan anak menteri, yang tertuju ke anak Yasonna Laoly Menteri Hukum dan HAM yakni Yamitema Laoly.
"Kalau ada mungkin beberapa media diundang untuk mempromosikan brand foundationnya itu baru, kalau gak ada yang melakukan pembinaan bukan mereka," ujarnya.
"Yang melakukan pembinaan justru kegiatan kerja di masing-masing Lapas, mereka gak ada," terangnya.
"Cuma kalau bisnis-bisnis memonopoli perdagangan kebutuhan para Napi, ya mereka itu setiap hari," sambungnya.
Sipir tersebut mengungkapkan bahwa makanan harian yang berada di etalase kantin yang dikelola Jeera Foundation, itu merupakan di luar nasi cadong.
"Jual kopi juga, seumpama kita beli kopi di luar Rp3 ribu, di sana bisa Rp18 ribu," ujarnya.
Pegawai yang jualan di kantin Lapas tersebut merupakan napi juga, yang direkrut oleh Jeera Foundation.
"Di gaji pasti dong?" tanya Uya Kuya.
"Iya digaji, tapi gajinya yang sangat memprihatinkan, gajinya itu yang sempat saya tanyakan sama napi yang dipekerjakan, hanya Rp50 ribu per minggu," bebernya.
"Tugasnya dari pagi sampai malam memperdagangkan semua dagangan yang ada di kantin yang dikelola oleh mereka (Jeera Foundation), keliling setiap hari." tambahnya.
Bahkan, penuturan Sipir ini menyebut para napi yang bekerja tersebut ketika sakit saja baru tidak bekerja.
"Benefit buat mereka itu, mungkin privilege sih, contohnya yang bekerja di Jeera Foundation, umpama dia pegang handphone ketangkap petugas, petugasnya langsung kembaliin," tuturnya.
"Kalau mereka dioper, karena mereka bagian dari Jeera, bisa dibatalkan, ditahanlah gak dioper lagi," sambungnya.
Selain itu, para napi yang bekerja di Jeera Foundation juga memiliki akses yang bebas, tak seperti napi lainnya.
Merespons hal itu, Uya Kuya penasaran dengan siapa yang menentukan regulasi tersebut.
Sang sipir menyebut bahwa Jeera Foundation adalah pemilik dari anak Menteri, jadi tidak ada yang berani.
"Sipir-sipir tuh tau nih Jeera Foundation pemiliknya anak dari Pak Menteri ya, siapa yang berani," pungkasnya.
Lebih lanjut, sang sipir mengungkapkan pengaruh besar dari Jeera Foundation sehingga bisa membuat sipir dimutasi jika tak ikuti aturan.
"Umpama nih, saya sebagai petugas ada lah tamping Jeera pakai handphone, yang sudah jelas handphone dilarang, saya tangkaplah, kalau saya gamau kembalikan, itu saya bisa dimutasi, dimutasi dari bagian lain," terangkannya.
Kemudian, sipir yang masih aktif berdinas ini mengungkapkan bahwa pemilik dari Jeera Foundation adalah kerabat dari Menteri.
"Karena salah satu pimpinan dari Jeera Foundation ini keluarga atau kerabat dari Menteri Hukum dan HAM," ucapnya.
"Kadang mereka menggunakan kekuatannya untuk mengintervensi, mengintimidasi pimpinan di atas kami," ujarnya
"Ini pasti Pak Menterinya gak tahu nih," respons Uya Kuya.
"Kalau Pak Menteri nya gak tahu, mungkin aja mereka ngaku-ngaku, kalau menurut saya Pak Menteri nya gak tahu, mungkin aja pimpinan dari Jeera Foundation ini menjual nama Pak Menteri nih, jadi takut semua pimpinan kami," ungkapnya. (ind)
Load more