Songgo Buwono adalah makanan tradisional khas Kota Yogyakarta. Songgo berarti menyangga, buwono artinya langit atau kehidupan. Jadi, songgo buwono memiliki makna penyangga kehidupan.
Dikutip dari setneg.go.id, kudapan ini menjadi spesial karena songgo buwono termasuk makanan kelas atas. Mengapa? Karena makanan pembuka ini lahir di Keraton Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwono VIII-lah yang menginspirasi pembuatan makanan ini sehingga, makanan ini dapat juga disebut sebagai makanan priyayi. Pada zaman Kesultanan Yogyakarta dahulu, kue ini disajikan pada hajat tertentu, misalnya perayaan pernikahan keraton.
Tidak hanya itu, makanan ini pun memiliki banyak filosofi yang menggambarkan kehidupan manusia. Diyakini pula, sajian songgo buwono dalam pesta pernikahan menggambarkan kesiapan kedua mempelai untuk mengarungi kehidupan secara mandiri.
Di dalam komponen makanan ini terdapat simbol dan makna. Pada bagian terbawah songgo buwono terdapat daun selada. Daun selada menggambarkan hamparan pepohonan dan tumbuhan hijau yang asri dan lestari.
Di atas selada terdapat kue soes yang menyiratkan bentuk bumi, di mana semua makhluk hidup lahir dan mati. Isian di dalam kue soes adalah ragut. Ragut adalah campuran dari daging, wortel, bawang bombay, dan bumbu-bumbu penyedap yang menceritakan tentang keberagaman masyarakat di dunia yang mampu berpadu dalam sebuah keselarasan.
Setelah ragut yang menceritakan keselarasan masyarakat, terdapat simbol pegunungan yang dilukiskan oleh telur ayam, dan mayonaise yang menyiratkan langit. Terakhir, sebagai pendukung, songgo buwono memiliki simbol bintang dari acar.
Dikutip dari akun instagram @kuliner_priyayi, songgo buwono konon juga menjadi penunjuk keadaan politik masa itu di Yogyakarta. Pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono VIII kondisi kesultanan di Yogyakarta sedikit banyak dipengaruhi oleh keberadaan Belanda. Oleh sebab itu, kuliner yang disajikan pun tentu bernuansa western atau cenderung kebarat-baratan. Songgo Buwono sebagai salah satu menu yang diinisiasi oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VII pun menjadi menu hasil akulturasi budaya Jawa dan Barat.
Apabila diamati lebih dalam lagi, rupanya songgo buwono tidak hanya hasil akulturasi dari gaya Jawa dan Belanda, namun ada beberapa style dari negara-negara lain. Misalnya, kue soes sendiri yang berasal dari Belanda, saus mayonais dari Perancis, serta acar ala Tiongkok juga turut menghias makanan kecil ini.
4. Kembang Waru
Roti Kembang Waru merupakan salah satu kuliner warisan kerajaan Mataram Islam. Roti ini memiliki bentuk yang cukup unik. Bulat serta memiliki delapan sisi di pinggiranya. Kedelapan sisi tersebut bukan tanpa alasan. Roti sejenis kue yang berbentuk unik ini mengandung filosofi cukup mendalam terkait pinggiran sisinya yang berjumlah delapan.
Dikutip budaya.jogjaprov.go.id, ada masa Kerajaan Mataram Islam, roti kembang waru ini selalu menjadi hidangan favorit yang selalu ada dalam setiap hajatan ataupun acara adat pada masa itu. Tidak diketahui persis siapa penemu dari jajanan khas yang saat ini cukup popular di wilayah Kotagede.
Dahulu pasar Legi Kotagede sebelum dipenuhi kios-kios seperti saat ini itu ditumbuhi pohon-pohon lebat yang cukup rindang seperti pohon beringin dan pohon gayam.
Pada masa Mataram Islam pusat pemerintahan atau ibu kotanya terletak di wilayah Kotagede ini dan terkenal dengan pohon Gayam yang tumbuh subur di sepanjang jalannya. Nah, di antara pohon-pohon gayam yang tumbuh terdapat pohon waru yang tumbuh subur dengan bunganya yang berwarna cokelat kemerahan.
Kemudian dibuatlah roti yang berbentuk bunga tersebut karena bunga waru lebih mudah dibuat dibandingkan bunga kenanga ataupun bunga mawar.
Alat untuk membuat roti ini membutuhkan cetakan yang terbuat dari besi. Sehingga ukuran dan bentuk dari roti ini ukurannya sama semua. Delapan sisi yang dimiliki roti ini bermakna delapan laku seorang pemimpin.
Delapan laku yang dimaksud merupakan personifikasi dari delapan elemen unsur alam yakni tanah, air, angin, api, matahari, bulan, bintang dan langit. Jika seorang pemimpin dapat menerapkan 8 laku tersebut, maka akan menjadi pemimpin yang berwibawa dan mampu mengayomi semua rakyatnya.
5. Yangko Yogya
Load more