Kampelan, banyak dijual di warung-warung kecil di sekitaran Kecamatan Ajibarang. Bahkan, kecamatan tetangga seperti Pekuncen, Gumelar, Wangon, dan Cilongok, juga bisa dijumpai. Bisa dikatakan, kampelan dijumpai di eks wilayah kawedanan sisi barat Kabupaten Banyumas. Tetapi, anehnya di sekitaran Kota Purwokerto sebagai ibukota Kabupaten Banyumas, kampelan sudah jarang dan sulit dijumpai. Pun di kecamatan lain di Kabupaten Banyumas .
"Iya memang ini lebih mudah dijumpai di daerah barat (Banyumas). Meski kekinian, di Kota Purwokerto dan kecamatan lain juga mulai ada yang menjajakan, karena saat ini mobilitas warga dan interaksi yang cepat melalui media sosial. Sehingga orang saling meniru dan mencoba hal baru yang bisa diterima mereka," ujar budayawan Banyumas yang tinggal di Ajibarang, Wanto Tirta, kepada tvonenews.com, Minggu (26/12).
Nama kampelan, menurut Wanto, sebenarnya pilihan kata yang tidak bermakna dasar makanan atau diambil dari cara mengolah makanannya. Mendoan misalnya, ini mengambil arti dari cara menggorengnya yang cepat. Kampelan merupakan bahasa Banyumasan yang arti harfiahnya adalah saling berpelukan antara dua orang.
"Ciri khas orang Banyumas itu 'ndablong' atau 'nakal', segala hal tak dianggap berat dan cenderung melucu. Sehinga ketika ada makanan ketupat dan tempe atau dage ditangkupkan, dikonotasikan sebagai berpelukan atau kampelan. Akhirnya menjadi nama makanan kampelan," beber Wanto.
Kampelan, lanjut Wanto, paling tepat dinikmati sebagai sarapan. Di kampelan sudah ada nasi berbentuk ketupat, lauk dage atau tempe, dan sambal. Ditemani secangkir teh pahit kental, cukup untuk persiapan beraktivitas hingga siang.
Lalu apa harapan dari budayawan terhadap kampelan? Menurut Wanto, karena ini merupakan hasil budaya, bisa dikenalkan, supaya bisa diterima masyarakat lebih luas. Lalu bisa menjadi ikon melalui pameran atau festival.
Load more