tvOnenews.com - Bagi masyarakat Indonesia, mungkin sudah tak asing lagi dengan dua preman legendaris John Kei dan Hercules.
Kedua preman tersebut termasuk sosok paling ditakuti pada masanya. Kisahnya pun bisa membuat merinding pendengar atau pembacanya.
John Kei atau yang memiliki nama asli John Refra dikenal sebagai preman bernyali besar. Ia juga dicap sebagai pembuat onar di Jakarta, hingga dijuluki "The Godfather Jakarta".
John Kei dan Hercules, sosok preman legendaris yang paling ditakuti pada masanya. Sumber: kolase foto tim tvOnenews.com
Sementara itu, Hercules atau Rozario de Marshall juga menjadi salah satu preman legendaris yang paling ditakuti pada masanya.
Kisah John Kei
Sosok John Kei dikenal sebagai preman yang banyak ditakuti orang. Bukan tanpa alasan, reputasi John di dunia kriminal tergolong kelas berat.
Preman yang dijuluki sebagai The Godfather itu pernah ditahan di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Menariknya, sosok John Kei saat itu telah berubah menjadi sosok yang cukup lebih baik setelah mendekam di penjara Nusakambangan.
Melalui wawancara bersama Andy F Noya pada acara Kick Andy, John Kei menceritakan tentang perjalanan hidupnya selama berada di dalam jeruji besi.
Pria asal pulau Kei, Ambon, Maluku Tenggara itu mengatakan kepada Andy F Noya bahwa masa kecilnya dilalui dengan kemiskinan.
Ia mengaku bahwa orang tuanya merupakan seorang petani yang miskin.
Hobi berkelahinya dimulai sejak kecil di masa sekolah, karena sering berantem dengan senior-senior di sekolahnya setiap pulang sekolah.
John Kei mengaku masa kecilnya pahit karena harus melewati kemiskinan dan bullying.
Pria kelahiran 1969 itu mengaku pernah bersekolah di SMEA, tapi ia merasa tidak cocok sehingga sering berkelahi dan putus saat akan memasuki kelas dua. Namun, ia tetap mendapatkan ijazah karena mengikuti ujian persamaan.
Di usia 18 tahun, John Kei nekat meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke Surabaya, Jawa Timur. Dengan hanya bermodal nekat, ia loncat menaiki kapal tanpa tiket.
Akhirnya, petugas kapal menyuruhnya membersihkan kapal karena telah menaiki kapal tanpa membayar tiket.
John Kei sempat tinggal bersama dengan saudaranya di Surabaya, namun tak lama ia pergi meninggalkan rumah saudara dan memilih hidup di jalanan, lantaran sering bertengkar dengan saudaranya itu.
Setelah menjadi 'gelandangan' di Surabaya, John Kei akhirnya memutuskan untuk pergi ke Jakarta.
Pada tahun 1992, John Kei menjadi seorang security di sebuah tempat hiburan malam di Jakarta, di mana banyak tamu bule dan banyak orang berkelahi.
Suatu ketika, John Kei sempat memisah sebuah perkelahian, namun ia malah kena pukul dari belakang. Usai perkelahian itu dibubarkan polisi, John Kei pergi pulang untuk mengambil balok dan kembali lagi ke tempat tersebut.
Menurutnya, awalnya ia tidak berniat membunuh, hanya ingin memberi besutan. Namun, di luar dugaan, besutannya itu tepat mengenai leher dan membuat korban meninggal dunia.
John Kei juga mengejar pihak-pihak lain yang terlihat perkelahian dan memotong kaki mereka. Saat itu usia John Kei baru menginjak 22 tahun.
Usai aksi brutalnya itu, John Kei mengaku tidak bersalah dan dirinya menjadi buronan polisi. Namun, kemudian ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya.
Tak berhenti sampai di situ, John Kei kembali terlibat perkelahian dengan narapidana lain saat berada di dalam lapas.
Sementara itu, nama John Kei juga sempat berurusan dengan aparat pada kasus pembunuhan Tan Harry Tantono alias Ayung.
Ayung yang menjadi korban John Kei, sempat menjadi sorotan saat dirinya muncul dalam kasus Hambalang dengan terdakwa mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Nyawa Ayung dihabisi di sebuah kamar hotel pada 27 Januari 2012 dan jasadnya ditemukan dalam keadaan luka parah di bagian leher dan puluhan luka tusukan pada sekujur tubuhnya.
Atas kasus pembunuhan tersebut, John Kei divonis 16 tahun penjara.
Saat berada di Lapas Nusakambangan, John Kei mengaku mendapatkan kesempatan untuk bertaubat dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Di dalam lapas, ia banyak menghabiskan waktunya untuk membaca dan beribadah. Ia juga mengaku menyesal dan ingin menghapus masa lalunya tersebut.
Kisah Hercules
Selain John Kei, Hercules juga termasuk salah satu preman legendaris yang paling banyak ditakuti orang pada masanya. Namun, ia kemudian memilih insaf dan menjadi seorang mubaligh.
Sebelum bertaubat, ada satu kisah Hercules yang pernah ramai, yakni ia mengobrak-abrik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Tertera dalam buku X-Files karya ahli forensik Munim Idries terbitan tahun 2013, menyebutkan bahwa Hercules pernah bikin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo porak-poranda, hingga membuat meja bedah berantakan, dan lemari pendingin pun dibobol.
Saat itu, Hercules datang bersama puluhan teman-temannya ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk melakukan protes akibat tak terima jasad temannya bernama Fernando Helio Prada dipenuhi banyak jahitan.
Fernando Helio sendiri merupakan teman Hercules sesama orang Timor-Timur yang tewas akibat ditikam di bagian punggung oleh dua orang pemuda.
Hercules cs melakukan aksi protes karena merasa tidak terima jasad Fernando Helio dipenuhi jahitan dan menuding dokter dilakukan autopsi tanpa persetujuan keluarga.
Namun, pihak rumah sakit mengaku sudah membicarakan dan mendapat izin dari keluarga korban. Hercules cs saat itu menduga dokter telah mencuri organ-organ penting dari tubuh temannya.
Ketegangan di rumah memuncak ketika Hercules cs datang dan memaksa masuk ruang kerja para dokter.
Saat itu para dokter mencoba menenangkan Hercules dan teman-temannya yang sedang emosi dan memberikan penjelasan terkait proses autopsi.
Namun, tidak menemui titik tengah, dokter yang mengautopsi Fernando justru dijadikan sandera agar membuka kembali jahitan jasad Fernando Helio.
Kakak dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, Agus Purwadianto saat itu juga turut menjelaskan kepada Hercules dan teman-temannya yang sedang emosi, namun malah dibogem hingga bibirnya berdarah.
Buntut kejadian tersebut, para dokter forensik RSCM mogok kerja selama tiga hari akibat trauma dengan aksi protes Hercules cs.
Hercules dan tiga rekannya pada akhirnya diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan divonis 2 bulan penjara.
(Gwn)
Load more