tvOnenews.com - Masih ingat dengan Noordin M Top? Seorang teroris yang menjadi otak dari pengeboman di Bali pada tahun 2002 dan 2005, Bom JW Marriott (2003), Bom Kedutaan Besar Australia (2004), hingga Bom Mega Kuningan (2009).
Pada akhirnya, pada tahun 2009 polisi melakukan penyergapan terhadap Noordin Mohammad Top di Solo, Jawa Tengah.
Noordin M Top menjadi buronan paling dicari di Indonesia ini, namun pada akhirnya tewas setelah meledakkan diri dengan bom yang telah dirakitnya.
Polisi bersama Densus 88 melakukan penyergapan terhadap Noordin M Top hingga terjadi baku tembak, belum sempat dibekukkan teroris tersebut akhirnya meledakkan diri.
Seperti apa penjelasan dari dr Sumy Hastry Purwanti ketika peristiwa yang terjadi di Solo, Jawa Tengah 15 tahun yang lalu tersebut. Simak informasinya berikut ini.
Seorang Ahli Forensik, Kombes Pol. dr Sumy Hastry Purwanti atau kerap disapa dengan dr Hastry menjelaskan peristiwa penyergapan terhadap teroris kelas kakap, Noordin M Top yang terjadi di Solo, Jawa Tengah pada 17 September 2009 tepatnya 15 tahun yang lalu.
Rupanya, di saat kejadian itu dr Hastry berada di lokasi bahkan ia menyaksikan penyergapan oleh Polisi disertai dengan Densus 88.
Saat itu sempat terjadi penembakan antara polisi dan anak buah Noordin M Top. Bahkan dr Hastry menjadi saksi penyergapan hingga teroris asal Malaysia itu tewas dan dibawa ke ruang autopsi jenazah.
Dilansir tvOnenews.com dari tayangan di kanal YouTube Denny Darko, Dokter Hastry diwawancarai oleh seorang magician, Denny Darko di Rumah Sakit Bhayangkara Polri.
Setelah meledakkan diri, jenazah Noordin M Top dibawa ke ruang jenazah pada rumah sakit tersebut, tempat dimana Denny Darko dan dr Hastry melakukan perbincangan.
“Beberapa kali pernah terorism di Wonosobo, Solo, dan ada Noordin M Top dulu 2009,” ungkap ahli forensik, dr Sumy Hastry Purwanti yang saat itu bertugas sebagai tim dokter saat menangani kasus terorisme.
Noordin M Top. (Ist)
Dirinya mengatakan jenazah sempat dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Polri, Semarang sebelum dibawa ke Jakarta untuk dilakukan proses autopsi.
“Iya, dulu di sini. Kita periksa terus dibawa ke Jakarta,” ujarnya.
dr Hastry sempat belajar mengenai ilmu forensik Post Blast Injury di Australia. Namun pada saat terjadinya penyergapan tersebut, ia belum menerima ilmu tersebut.
“Waktu itu saya belum belajar, Post Blast Injury nya tahun 2011,” kata dr Hastry.
Sebagai ahli forensik kepolisian, Ia menjelaskan ilmu tersebut sangat penting di dunia forensik untuk mengetahui bagaimana terjadinya seseorang meninggal akibat ledakan bom maupun tembakan yang kerap terjadi pada kasus terorisme.
“Memang penting sekali, saya belajar tentang luka karena ledakan termasuk karena senjata api itu membuktikan memang bomnya itu dimana gitu. Apakah betul korban itu membawa Bom, apakah bom itu ada di dekatnya, atau korban ada di deket yang bawa bom atau jauh itu dari luka-lukanya,” jelasnya.
“Itu (hasil forensik) tidak bisa bohong, CCTV juga kalah dari kita yang identifikasi. Kita juga harus tahu, dia atau bukan sih yang membawa bom,” lanjutnya.
dr Hastry ditugaskan untuk siaga selama 3 hari saat terjadinya penyergapan terhadap teroris kelas kakap itu.
“(Saat penangkapan itu) saya sudah 3 hari ada di TKP,” ungkap dr Hastry.
“Setelah diperiksa di sini, kita bawa ke Jakarta untuk di autopsi. Disana, menunggu keluarganya untuk mengambil, Keluarga dari Malaysia,” jelas dr Hastry.
Kemudian, Denny Darko meminta kejelasan kepada dr Hastry mengenai pemberitaan yang terjadi saat itu bahwa Noordin M Top meninggal karena meledakkan diri.
“Iya, iya betul (meledakkan diri). Baku tembaknya dri anak buahnya,” jelas dokter Hastry.
“Setelah aman, tim penyisir bom masuk memastikan nggak ada bom lagi, baru tim Dokpol masuk untuk evakuasi jenazah,” terusnya.
dr Sumy Hastry Purwanti bersama Denny Darko. (Ist)
Ketika itu ia tak diberitahu bahwa seorang teroris yang akan ditangkap oleh pihak kepolisian merupakan Noordin M Top. Hastry hanya diminta untuk siaga sebagai tim dokter.
“Saya waktu itu disuruh berjaga siaga oleh tim Dokpol saya. Saya nggak tahu kalau yang mau ditangkap itu Noordin M Top. Cuma kita disuruh siap-siap aja,” tutur Hastry kepada Denny Darko.
“Karena itu kan rahasia. Yang penting, saya selaku tim forensik harus diminta stand by. Kita nunggu disana sampai hari ketiga,” sambungnya.
Saat dr Hastry berada di TKP, dirinya mengaku menyaksikan saat Densus 88 menyergap pelaku teroris tersebut bersama kawanannya.
Setelah terjadi peristiwa tersebut, tim Dokpol membawa 4 jenazah yang terdiri dari 3 anak buah dan Noordin M Top sendiri.
“Ternyata setelah terjadi baku hantam dan tembak-tembakan serta peledakan diri itu, ada 4 jenazah,” terangnya.
“Kita periksa, 4 jenazah itu adalah Noordin M Top dan 3 anak buahnya. Istrinya nggak apa-apa,” sambung dr Hastry.
Setelah itu, ia dan timnya melakukan pencocokan identitas dari foto yang diberi kepolisian dengan wajah jenazah tersebut.
“Kita lihat dari fotonya, dari wajahnya yang sudah ada, ternyata benar itu Noordin M Top,” kata Dokter Hastry.
“Waktu (tewas) meledakkan diri, wajahnya masih bisa dikenali?” cecar Denny Darko.
“Masih, wajahnya masih dikenali,” jawabnya.
“Dan memang dari awal, kita nggak tahu. Yang penting dia itu teroris, diduga Noordin M Top. Ternyata berhasil juga, polisi menangkap sampai dia (Noordin M Top) meledakkan diri,” sambungnya.
Noordin M Top seorang teroris kelas Kakap yang tewas dalam penyergapan Polisi bersama Densus 88 di Solo, Jawa Tengah pada 15 tahun yang lalu.
Ia menjadi dalang dari pengeboman yang terjadi di sejumlah titik di Indonesia pada beberapa tahun sebelumnya. (Kmr)
Load more