tvOnenews.com - Kasus pembunuhan Vina kembali menjadi perhatian publik usai adanya sebuah pengakuan dari saksi Dede karena telah memberikan kesaksian palsu.
Dede mengaku bahwa ia diminta oleh Iptu Rudiana dan Aep untuk memberikan kesaksian palsu mengenai kejadian pada kasus Vina Cirebon di tahun 2016 lalu.
Namun, kenyataannya Dede tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya karena saat tragedi kasus pembunuhan Vina dan Eky, dirinya tidak berada di lokasi kejadian.
Kini Dede mengatakan pada tahun 2016 dirinya diberi arahan untuk memberikan sebuah kesaksian palsu tentang kasus Vina Cirebon oleh Aep dan Iptu Rudiana.
Kesaksian palsu ini membuat 8 orang menjalani proses hukum sebagai terpidana, bahkan 7 orang diantaranya menerima hukuman seumur hidup.
Hal ini menjadi sorotan bagi seorang praktisi hukum, Fredrich Yunadi, bahwa Dede telah memberikan kesaksian palsu hingga menyebabkan 8 orang dipenjara.
“Dede dan Aep itu kan di BAP dibawah sumpah di depan penyidik, sebagaimana Pasal 161 ayat 1 KUHP bahwa saksi yang dibawah sumpah diperiksa oleh BAP dibacakan di hadapan sidang sama dengan saksi yang disumpah di hadapan sidang, itu punya kekuatan mengikat,” ungkap praktisi hukum, Fredrich Yunadi pada program acara Catatan Demokrasi, tvOne, Rabu (24/7/2024).
Dalam hal ini, bila keterangannya sudah terbongkar, maka Dede dapat dijerat pada Pasal 242 KUHP mengenai sumpah palsu hingga dapat mengakibatkan hukuman 9 tahun penjara.
Lantaran kesaksiannya telah mengakibatkan 8 orang menjadi terpidana seumur hidup dan masuk penjara.
“Nanti sampai waktunya bila dalam hal ini terbongkar ternyata pernyataannya itu palsu dia akan dijerat Pasal 242 KUHP mengenai sumpah palsu karena dia telah membuat keterangan di bawah sumpah di depan penyidik,” jelas Fredrich Yunadi.
“Dengan demikian keterangannya dia mengakibatkan orang masuk penjara seumur hidup, dia bisa dihukum 9 tahun penjara,” tambahnya.
Praktisi Hukum, Fredrich Yunadi. (Tim tvOne - Catatan Demokrasi)
Tak hanya itu, Dede juga dapat dijerat ‘Contempt of Court’ atau penghinaan terhadap pengadilan, dimana diatur dalam Pasal 207, Pasal 217, Pasal 224 KUHP dengan hukuman satu setengah tahun penjara.
“Dia juga bisa dijerat dengan pemalsuan dokumen ya, bila ternyata keterangannya yang dulu diberikan atau sekarang akta notarisnya diperiksa oleh penyidik ternyata tidak benar,” ujarnya.
“Maka dia bisa dijerat dengan Pasal 266 berkaitan dengan pemalsuan dokumen dengan maksud tertentu,” sambungnya.
Meski sebelumnya Dede mengaku siap untuk menggantikan 8 terpidana yang masuk penjara atas kesaksiannya di tahun 2016.
Namun Fredrich menanggapi bahwa tak ada orang yang akan siap masuk penjara bahkan mati sekalipun.
“Kalau siap dipenjara ini kan sekarang lagi viral kan, semua ingin masuk TV, disorot, diketahui, dikenal sama publik, disambut sebagai pahlawan,” sindir Fredrich.
“Tidak ada manusia di dunia ini yang siap dipenjara, tidak ada manusia di dunia ini yang tidak takut mati, bohong semua itu. Saya yakin 1000%,” lanjutnya.
Oleh karena itu, sebagai seorang praktisi hukum, Fredrich Yunadi mengingatkan kepada para pengacara atau Advokat untuk melihat bukti konkret bukan hanya berdasarkan cerita.
Hal tersebut dapat dinilai sebagai sebuah asumsi belaka, maka tidak dapat dipercaya secara utuh.
“Kita itu melihat bukti, saya klien siapapun didepan saya, meskipun dia itu sebagai seorang pejabat tinggi saya tidak akan percaya kalau saya belum melihat dengan bukti-buktinya,” katanya.
“Kalau hanya cerita menurut skenario yang diceritakan, itu merupakan asumsi. Saya tidak akan bisa percaya,” tandasnya. (kmr)
Load more