Kendal, Jawa Tengah - Minyak goreng sempat naik hingga 20 ribu rupiah per liter sebulan ini. Sebelum kemudian pemerintah memutuskan harga minyak goreng tidak boleh lebih dari 14 ribu rupiah per liter. Tapi siapa bisa menjamin suatu saat tidak melambung lagi?
Gejolak harga minyak goreng menjadi salah satu momok bagi pelaku usaha makanan. Termasuk usaha kecil rumahan yang menggunakan minyak goreng sebagai bahan baku utama. Ambil contoh, pedagang gorengan, kerupuk, dan lain-lain. Minyak melonjak mereka pun kelimpungan.
"Kita pakainya pasir," kata Fifi (30), penerus usaha "Kerupuk Useg" khas Kendal di Kecamatan Kaliwungu.
Ia melanjutkan, sejak dulu krupuk di kampungnya digoreng pakai pasir. Kerupuk mentahnya diuseg-usegkan pada pasir yang dipanaskan hingga bisa mekar. Makanya kemudian disebut kerupuk useg.
"Tapi sekarang pasirnya ditampung dalam drum. Lalu dipanaskan pakai bahan bakar kayu di bawahnya. Pasir yang kemudian panas menghasilkan suhu ruang yang cukup untuk memekarkan dan mematangkan kerupuk," lanjutnya.
Ibaratnya, kerupuk useg Kendal tak pernah lekang ditelan harga minyak goreng. Mau naik berapapun tidak masalah.
"Lha kan tidak pakai minyak goreng. Bahan bakar pun pakainya kayu, jadi kalau harga gas naik juga tidak masalah. Nah, kalau harga tepung naik atau kalau hujan terus-terusan dan kita nggak bisa njemur kerupuk, lha itu baru terasa," kata Fifi lagi.
Maka, para pembuat kerupuk useg yang sentranya ada di Desa Sarirejo, Kecamatan Kaliwungu Kendal tersebut, terus berproduksi tanpa terganggu gejolak harga minyak goreng.
Di desa itu sedikitnya ada sembilan usaha kerupuk useg rumahan. Produk mereka ada yang diambil pedagang kerupuk dari berbagai daerah, ada juga yang dijual sebagai oleh-oleh di daerah pantura Kendal dan sekitarnya. (Teguh Joko Sutrisno/Buz)
Load more