tvOnenews.com - Freddy Budiman bukanlah nama yang asing didengar bagi masyarakat Indonesia. Seorang mantan gembong narkoba kelas kakap ini telah dieksekusi mati pada 29 Juli 2016 di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Sebelumnya, Freddy Budiman mendapat hukuman pidana mati setelah berulang kali terseret dalam kasus peredaran narkoba.
Awalnya, Freddy budiman terlibat dalam kasus narkoba pertamanya pada Maret 2009 setelah polisi menggeledah kediamannya di Apartemen Surya, Cengkareng, Jakarta Barat.
Namun, jeruji besi tidak membuatnya jera hingga kembali melancarkan aksinya. Bahkan Freddy masih bisa mengendalikan peredaran narkoba dari dalam penjara dengan banyaknya jaringan dan anak buah.
Seperti apa cerita dr Hasty saat dirinya menjadi tim dokter pada eksekusi Freddy Budiman? Simak informasinya berikut ini.
Ahli Forensik, Dr Sumy Hastry Purwanti atau yang dikenal dengan dokter Hastry menceritakan pengalamannya menjadi tim dokter ketika Freddy Budiman akan dieksekusi.
Dilansir tvOnenews.com dari tayangan di kanal Youtube Denny Darko, dr Sumy Hastry menceritakan pengalaman kerjanya ketika menjadi tim dokter sebelum eksekusi terpidana mati Freddy Budiman.
“Sampai terakhir 2016, yang kita ketahui mungkin Freddy Budiman ya, kita latihan juga,” ungkap dr Sumy Hastry Purwanti.
dr Sumy Hastry ceritakan saat terakhir Freddy Budiman sebelum eksekusi. (Kolase tvOnenews)
Ahli Forensik tersebut mengungkapkan bila seseorang akan dieksekusi, butuh persiapan serta latihan yang matang.
“Latihannya dengan Tim Brimob juga, jadi bagaimana mereka mau dieksekusi, persiapannya, pakaikan baju, diikat lalu ditaruh di tiang,” ujarnya.
“Kita laporan, saya sebagai tim dokternya, tempel titik tembaknya biar jelas. Karena kan dilakukan dimalam hari,” terusnya.
Sehari sebelum Freddy Budiman dieksekusi mati, dr Hastry melakukan pengecekan kondisi kesehatan terpidana itu.
Setelah dilakukan pengecekan kondisi, setiap terpidana yang akan dieksekusi mati diberikan baju berwarna putih dan diberikan titik hitam sebagai sasaran menembak.
Hal ini dibutuhkan agar para terpidana mati tidak merasakan sakit yang lama.
“Napi dikasih baju putih dan titiknya tempelnya hitam. Memang dipersiapkan seperti itu. Dan ditutup kepalanya,” jelas dr Hastry.
“(titik tembak) posisi jantung. Kita mencari tepat di jantung agar tidak menderita lama. Jadi memang perlu dilatih, tim Brimob juga perlu latihan,” terusnya.
Untuk menenangkan kondisinya, bagi umat Islam akan didampingi seorang Ustaz, sementara untuk napi yang beragama Nasrani akan didampingi oleh pendeta.
“Ada pendekatan supaya mereka siap,” kata dr Hastry.
Setelah melakukan eksekusi, selanjutnya dilakukan pengecekan kondisi kesehatan. Hal ini guna memastikan narapidana dalam kondisi baik setelah dieksekusi kemudian akan diserahkan kepada pihak keluarga.
“Kita menyiapkan tempat misalnya meninggal setelah dieksekusi sudah disiapkan tempat, meja, kafan. Ada yang minta dikafani atau pet, pakaian semua disuapkan. Saat latihan tidak melibatkan narapidana,” imbuhnya.
Kemudian, Denny Darko juga menanyakan pada dr Hastry mengenai perilaku narapidana sebelum dieksekusi.
Dokter tersebut mengatakan beberapa napi merasa ikhlas, dzikir selama menjelang hari eksekusi mereka, termasuk Freddy Budiman.
“Dari beberapa napi tuh ada yang benar-benar ikhlas (hukuman mati), baik, dzikir, termasuk Freddy Budiman itu misalnya,” tandasnya. (ind/kmr)
Load more