tvOnenews.com - John Refra, yang lebih dikenal sebagai John Kei, merupakan nama yang cukup disegani di dunia kriminal Indonesia.
Sosoknya, yang dijuluki "The Godfather," menimbulkan rasa takut bagi banyak orang.
Bukan tanpa alasan, reputasi John Kei sebagai preman kelas berat sudah lama dikenal, terutama di Jakarta dan wilayah sekitarnya.
Namun, kisah hidupnya yang keras tidak hanya berhenti di sana; di balik citranya sebagai penjahat, John Kei menunjukkan sisi lain dirinya setelah bertahun-tahun mendekam di balik jeruji besi.
Masa Kecil John Kei: Kemiskinan dan Kekerasan
John Kei lahir pada 10 September 1969 di Pulau Kei, Ambon, Maluku Tenggara.
Dalam sebuah wawancara bersama Andy F. Noya di program televisi Kick Andy, John Kei menceritakan kisah masa kecilnya yang penuh dengan kemiskinan dan kekerasan.
Ia dibesarkan dalam keluarga petani yang hidup serba pas-pasan. “Masa kecil saya pahit, miskin, dan sering berkelahi,” ujarnya pada Andy.
Kehidupan di kampungnya tidak mudah, sering kali ia dan anak-anak lainnya dijadikan sasaran oleh senior yang memaksa mereka bertarung.
Inilah yang kemudian membentuk sifat keras dan kemampuan John dalam berkelahi.
Meski tumbuh dalam lingkungan yang keras, John Kei sempat bersekolah di SMEA. Namun, keinginannya sebenarnya adalah belajar di STM.
Karena keluarganya miskin, ia harus menerima kenyataan bersekolah di tempat yang tidak ia sukai, hingga akhirnya ia putus sekolah saat hendak naik ke kelas dua.
Meski begitu, ia tidak menyerah sepenuhnya pada pendidikan. Setelah hijrah ke Jakarta, John Kei berhasil mendapatkan ijazah setara SMA melalui ujian persamaan.
Dari Surabaya ke Jakarta, Titik Awal Dunia Hitam John Kei
Di usia 18 tahun, John Kei memutuskan meninggalkan kampung halamannya dengan tekad untuk meraih kesuksesan di luar.
Perjalanannya dimulai di Surabaya, namun seperti yang ia ceritakan, hidupnya di kota tersebut tidak mudah.
“Saya sama sekali tidak punya uang, akhirnya saya loncat masuk ke kapal tujuan Surabaya,” ujarnya.
Sesampainya di Surabaya, John tinggal bersama saudaranya selama beberapa bulan, namun kemudian memilih hidup di jalanan karena ketidakcocokan.
Dari Surabaya, John Kei pindah ke Jakarta dan bekerja sebagai seorang satpam di sebuah tempat hiburan malam pada tahun 1992. Inilah titik awal dari kehidupannya di dunia kriminal.
Suatu malam, terjadi keributan di tempat ia bekerja. John Kei, yang awalnya hanya berniat melerai, justru terlibat dalam perkelahian yang berakhir dengan tragis.
Ia secara tidak sengaja membunuh seseorang, sebuah insiden yang kemudian membawanya lebih dalam ke dunia kekerasan.
Kasus pertama yang melibatkan John Kei dalam pembunuhan terjadi ketika ia berusia 22 tahun. Setelah membunuh, ia merasa tidak menyesal, bahkan merasa bangga atas aksinya.
“Waktu itu saya tidak menyesal bunuh orang, saya merasa jago kalau bunuh orang,” kata John Kei kepada Andy F. Noya.
Setelah insiden tersebut, ia menjadi buronan polisi, namun akhirnya menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya pada 24 Mei.
Keterlibatan John Kei dalam dunia kriminal semakin dikenal ketika ia terlibat dalam kasus pembunuhan Tan Harry Tantono alias Ayung pada tahun 2012.
Ayung, seorang pengusaha, dibunuh dengan kejam di sebuah kamar hotel di Jakarta. Tubuhnya ditemukan dengan luka parah di leher dan puluhan tusukan di sekujur tubuhnya.
Atas kasus ini, pada tahun 2013, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara kepada John Kei, lebih lama dua tahun dari tuntutan jaksa.
Di balik penjara Nusakambangan, John Kei mengaku mengalami banyak perubahan. Ia menghabiskan waktunya dengan membaca dan beribadah, sesuatu yang jarang ia lakukan sebelum mendekam di penjara.
“Saya dulu tidak pernah ada waktu untuk ibadah. Tapi Nusakambangan membawa Tuhan hadir di diri saya,” ungkapnya.
Di penjara, John Kei juga sempat menjadi pengkhotbah, memberikan pencerahan kepada sesama narapidana. Ia bertekad untuk menjadi manusia yang lebih baik ketika keluar dari penjara.
“Saya ingin menjadi manusia baru ketika saya keluar dari penjara. Saya menyerahkan hidup saya pada Tuhan,” ujarnya.
Kebebasan Bersyarat dan Kehidupan Setelah Penjara
John Kei akhirnya dibebaskan bersyarat pada 26 Desember 2019, setelah menjalani hukuman selama beberapa tahun.
Ia sebenarnya dijatuhi hukuman penjara hingga 2028, namun karena mendapatkan remisi selama 36 bulan dan 30 hari, ia mendapatkan kebebasan bersyarat.
Meski begitu, John Kei masih berada dalam pengawasan hingga Maret 2025, di mana ia baru benar-benar bebas sepenuhnya.
Setelah bebas, John Kei mencoba memulai hidup baru. Namun, kehidupan setelah penjara tidak selalu berjalan mulus baginya.
Pada pertengahan tahun 2020, John Kei kembali tersandung masalah hukum setelah terlibat dalam kasus penyerangan di kawasan Cengkareng dan Kosambi, Jakarta Barat.
Kasus ini melibatkan bentrokan antara kelompok John Kei dan kelompok Nus Kei, yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Atas keterlibatannya dalam kasus ini, John Kei kembali ditahan.
Namun, di tengah proses hukum yang berjalan, ia mendapatkan keringanan hukuman dan diperkirakan akan bebas sepenuhnya pada awal tahun 2024.
Kabar terbaru menyebutkan bahwa John Kei kini sedang menjalani proses rehabilitasi sosial setelah mendapatkan keringanan hukuman.
Dia telah menunjukkan niat untuk memperbaiki diri dan berusaha menjauh dari kehidupan kriminal.
Sejumlah tokoh masyarakat juga mendukung upayanya untuk kembali ke masyarakat sebagai pribadi yang lebih baik.
Meski masa lalu John Kei tidak mudah dilupakan, masyarakat berharap bahwa ia benar-benar telah bertobat dan siap menjalani kehidupan baru.
Kisah John Kei adalah sebuah perjalanan panjang dari kehidupan keras di jalanan hingga penjara, dan kini menuju jalan pertaubatan.
Perjalanan hidupnya penuh dengan kekerasan, namun di balik semua itu, ia mengakui kesalahannya dan menunjukkan keinginan untuk berubah.
Bagi sebagian orang, sosoknya masih dianggap sebagai ancaman, namun bagi yang lain, John Kei adalah contoh bahwa setiap orang, sekeras apapun masa lalunya, masih memiliki kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik. (udn)
Load more