tvOnenews.com - Kasus pembunuhan tragis yang melibatkan seorang anak remaja berusia 14 tahun, MAS, di Cilandak, Jakarta Selatan, terus menjadi sorotan publik.
Aksi ini mengguncang banyak pihak, terutama karena pelaku dikenal sebagai anak yang taat beragama, patuh kepada orang tua, dan berprestasi di sekolah.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyatakan bahwa hingga saat ini motif pembunuhan tersebut masih belum terungkap.
“Motivasinya belum ketahuan, tapi yang jelas si anak ini adalah anak yang taat, sangat patuh kepada orang tuanya. Ibadahnya oke, pendidikannya juga bagus,” ungkap Arifah Fauzi kepada media.
Peristiwa tragis ini terjadi pada Sabtu (30/11) dini hari. Berdasarkan keterangan polisi, MAS menusuk ayahnya menggunakan pisau dapur ketika korban sedang tidur.
Neneknya menjadi korban selanjutnya setelah secara tidak sengaja berpapasan dengan pelaku saat hendak meninggalkan rumah.
Barang bukti dan kondisi di tempat kejadian perkara (TKP) menguatkan keterangan polisi mengenai kronologi kejadian.
Kasus ini memicu keprihatinan mendalam, terutama mengingat usia pelaku yang masih sangat muda.
Banyak pihak mempertanyakan apa yang bisa mendorong seorang remaja dengan latar belakang baik untuk melakukan tindakan sekeji itu.
Ia juga mengingatkan bahwa anak-anak zaman sekarang hidup dalam kondisi yang sangat berbeda dibandingkan generasi sebelumnya, terutama dengan kehadiran media sosial dan teknologi.
“Peristiwa ini mungkin menjadi introspeksi kita, baik sebagai calon ibu, calon ayah, maupun keluarga, untuk belajar bagaimana pola asuh yang tepat untuk anak-anak kita. Karena anak kita berbeda dengan waktu kita masih kecil. Medsos dan sebagainya ini punya pengaruh yang sangat besar,” ujar Arifah.
Media sosial dan teknologi sering dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat memengaruhi perilaku anak, baik secara positif maupun negatif.
Tekanan sosial, paparan konten berbahaya, serta kurangnya pengawasan dapat menjadi pemicu munculnya perilaku yang tidak diharapkan.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar, menjelaskan bahwa memahami motif di balik tindakan MAS membutuhkan waktu dan kajian yang mendalam, terutama dari sisi psikologis.
Psikolog sedang melakukan pendalaman untuk memastikan hubungan antara kondisi psikis pelaku dengan tindakannya.
“Ada banyak hal yang perlu dipelajari, keterkaitan antara perbuatan yang dilakukan dengan kejadian. Jadi masih membutuhkan waktu untuk didalami dari sisi psikologi, ini memastikan bahwa sebab-sebab itu apakah berkaitan langsung dengan yang dia lakukan atau tidak,” jelas Nahar.
Sebagai seorang anak yang berhadapan dengan hukum, MAS tidak ditahan di penjara.
Nahar menjelaskan bahwa anak-anak seperti MAS biasanya ditempatkan di Ruang Pelayanan Khusus (RPK) atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) untuk memberikan pendekatan yang lebih sesuai dengan usia dan kondisi mental mereka.
Meski pelaku dikenal sebagai anak yang baik dan rajin beribadah, tindakan yang dilakukan menunjukkan adanya tekanan atau pengaruh tertentu yang mendorongnya bertindak di luar kebiasaan.
Pemerintah, keluarga, dan masyarakat memiliki peran penting untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.
Sementara itu, penyelidikan lebih lanjut diharapkan dapat mengungkap motif di balik kasus ini, memberikan keadilan bagi korban, serta pelajaran penting bagi semua pihak. (adk)
Load more