Wonosobo, Jawa Tengah - Wayang merupakan seni pertunjukan kebudayaan masyarakat Nusantara. Kesenian wayang sudah ada sejak era kerajaan Hindu Buddha dengan berbagai macam lakon dan alur cerita yang mengandung pesan moral untuk penontonnya.
Beragam lakon dibalut dengan alunan gamelan, nyanyian sinden, dan suluk (cerita) dalang yang bertujuan membawa para penonton masuk ke dalam cerita yang dibawakan.
Namun, lambat laun kesenian asli Tanah Air itu mulai tergerus zaman, bahkan nyaris punah. Salah satunya yakni Wayang Othok Obrol di Wonosobo. Sejumlah pihak berupaya melestarikannya agar tetap hidup.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Wonosobo Agus Wibowo, wayang othok obrol merupakan ”sempalan” (serpihan) wayang Kedu yang berkembang sejak tahun 1620-an pada era pemerintahan Sultan Agung selaku Raja Mataram, dengan dalang Ki Gondo Wiradipa.
”Pada beberapa generasi selanjutnya, wayang Kedu berkembang pula di wilayah Kabupaten Wonosobo. Wayang ini tumbuh di Desa Selokromo, Kecamatan Leksono, namun dengan pakem yang berbeda,” jelas Agus Wibowo, Rabu (30/03/2022)
Dibanding Wayang Gagrak (gaya) Mataram pada umumnya, Wayang Othok Obrol mempunyai ciri khas tersendiri. Antara lain sunggingan tokoh wayang dan suluk dalang yang berbeda, ketiadaan sinden atau wiraswara, gamelan yang tidak lengkap atau hanya tujuh alat gamelan, notasi gamelannya yang lebih sederhana, dan biasanya lebih banyak menggelar lakon ruwatan.
Load more