Lumajang, Jawa Timur - Kebhinekaan Indonesia memang telah lama menjadi identitas yang tidak bisa dipisahkan dalam sejarah panjang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Bukan hanya soal budaya, ras, dan suku. Agama yang dianut warga negara ini pun beragam. Indahnya, mereka telah lama hidup berdampingan tanpa memandang adanya perbedaan identitas.
Seperti yang sudah dilalui warga RW 8, RW, 10, dan RW 11 Dusun Sumberrejo, Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang ratusan tahun lamanya. Mereka tampak rukun satu sama lain meski hidup dengan perbedaan keyakinan ilahi.
"Di sini ada 180 KK Muslim, 20 KK Hindu, dan 3 KK Kristen dan rumahnya saling bersebelahan," kata Farid, Kepala Desa Senduro, Kamis (31/3/2022).
Warga pun kompak bergotong royong merubah wajah kampungnya dengan warna nyentrik berbeda dengan kampung lain.
Sepanjang kampung tersebut dipenuhi dengan puluhan umbul-umbul merah putih dan cat tembok dengan warna serupa dilengkapi monumen bertuliskan butir-butir Pancasila dan burung garuda di setiap pojok tikungan.
Kini, sebuah kompleks yang terdiri dari 3 RW dan 9 RT itu dikenal dengan nama Kampung Pancasila.
Hal tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya warga di sana selain telah hidup berdampingan sejak lama, juga saling membantu ketika satu sama lain butuh pertolongan.
Potret kerukunan terbentuk dengan adanya kotak koin di depan rumah setiap warga yang akan digunakan sebagai kebutuhan menjaga kebersihan dan keamanan kompleks sesuai jadwal piket.
"Setiap rumah ada kotak koin seikhlasnya yang akan diambil setiap hari oleh petugas piket keamanan dan digunakan sebagai kebutuhan pos ronda dan kebersihan," tambahnya.
Saking rukunnya warga di sana, setiap ada yang memiliki hajat atau terdapat keluarga yang meninggal, semua orang akan berdatangan untuk membantu dan mendoakan sesuai keyakinan masing-masing.
"Kalau ada yang meninggal pasti semua datang dan mendoakan, contoh kalau yang Hindu ada yang meninggal, warga selain Hindu juga datang untuk mendoakan sesuai keyakinan keluarga yang kehilangan walaupun di sana hanya diam saja, bagitupun sebaliknya," ujar Farid.
Farid menceritakan bahwa di Desa Senduro sejatinya memiliki tiga lokasi yang menjadi asal muasal masyarakat asli setempat hidup berdampingan yakni di daerah dekat Pura Mandhara Giri Semeru Agung, dekat Sanggar yang menjadi asal muasal Pura Mandhara Giri Semeru Agung, dan kompleks yang hari ini menjadi Kampung Pancasila.
"Aslinya tiga tempat, tapi yang secara silsilah keluarga dari nenek moyang sana masih ada ya di kampung pancasila ini," imbuh Farid.
Uniknya lagi, setiap anak kecil di desa ini sudah hapal pancasila sejak dini. Mereka terbiasa membaca Pancasila saat bermain karena setiap pojok jalan memiliki tulisan pancasila.
"Ini semua anak-anak hapal Pancasila, lah gimana kalau pas main kan sambil baca tulisan di pojokan itu," pungkasnya. (Wawan Sugiarto/act)
Load more