Namun jika dibandingkan, membasuh lembaran mushaf Al-Qur’an dengan air atau membakarnya, As-Suyuthi mengatakan lebih baik membakarnya.
Tapi as-Suyuthi juga menampilkan pendapat ulama yang berpendapat tidak boleh membakar mushaf Al-Qur’an yang rusak. Pendapat yang demikian disampaikan al-Qadhi Husein (w 462 H), sementara al-Nawawi (w 676 H) memakruhkannya.
Kemudian, cara terakhir dalam menyikapi Al-Qur’an yang usang adalah dengan menguburnya di dalam tanah yang jauh dari lalu lalang manusia. Menurut as-Suyuthi cara ini banyak tertera di kitab-kitab pengikut mazhab Hanafi.
Mereka berpendapat mushaf Al-Qur’an yang sudah rusak tidak dibakar namun dikubur di dalam tanah. Ini mungkin dianalogikan dengan manusia yang telah meninggal dunia. Hal tersebut dapat disebut dengan sebuah penghormatan terakhir bagi mushaf Al-Qur’an tersebut.
sumber (pixabay)
Cara ini menurut as-Suyuthi juga berguna untuk menjaga kemungkinan mushaf tersebut terinjak-injak secara langsung.
Namun, perlu diperhatikan bahwa ketiga cara tersebut haruslah dilandasi dengan niat memuliakan Al-Qur’an, hal itu agar Al-Qur’an terjaga kehormatannya.
Load more