tvOnenews.com - Belakangan ramai perbincangan soal topik childfree atau keyakinan tidak ingin memiliki anak setelah menikah di media sosial.
Istilah childfree ini mencuat hingga menimbulkan perdebatan panjang bagi netizen, setelah muncul pernyataan dari seorang Youtuber yaitu Gitasav.
Gitasav bersama pasanganya, memiliki keyakinan untuk memilih childfree, dan hal ini berkaitan dengan resep dirinya untuk tetap awet muda adalah dengan memilih tidak punya anak.
Hal ini kemudian banyak menimbulkan pertanyaan bagaimana sebenarnya hukum childfree setelah menikah dalam pandangan Islam.
Dilansir dari NU Online, childfree merupakan sebuah keyakinan dan hukumnya diatur dalam kajian fiqih.
Adapun keyakinan childfree ini digambarkan dengan keadaan seseorang yang menolak kelahiran anak, sebelum atau setelah wujudnya ada.
Lebih lanjut, dalam hukum fiqih disebutkan bahwa childfree menolak wujudnya anak sebelum sperma berada di rahim wanita, baik dengan cara sebagai berikut:
1. Tidak menikah sama sekali;
2. Menahan diri tidak bersetubuh setelah pernikahan;
3. Tidak inzâl atau tidak menumpahkan sperma di dalam rahim setelah memasukkan penis ke vagina;
4. Dan dengan cara ‘azl atau menumpahkan sperma di luar vagina
Dari penjelasan keempat hal tersebut, Imam al-Ghazali menjelaskan hukum ‘azl adalah boleh, tidak sampai makruh apalagi haram, sama dengan tiga kasus pertama yang sama-sama sekadar tarkul afdhal atau sekadar meninggalkan keutamaan.
“Saya berpendapat bahwa ‘azl hukumnya tidak makruh dengan makna makruh tahrîm atau makrûh tanzîh, sebab untuk menetapkan larangan terhadap sesuatu hanya dapat dilakukan dengan dasar nash atau qiyâs. Pada nash, padahal tidak ada nash maupun asal atau sumber qiyâs yang dapat dijadikan dalil memakruhkan ‘azl. Justru yang ada adalah asal qiyâs yang membolehkannya, yaitu tidak menikah sama sekali, tidak bersetubuh setelah pernikahan, atau tidak inzâl atau menumpahkan sperma setelah memasukkan penis ke vagina. Sebab semuanya hanya merupakan tindakan meninggalkan keutamaan, bukan tindakan melakukan larangan. Semuanya tidak ada bedanya karena anak baru akan berpotensi wujud dengan bertempatnya sperma di rahim perempuan" (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn, [Beirut, Dârul Ma’rifah], juz II, halaman 51).
Sehingga apabila seseorang memiliki keputusan untuk childfree dengan maksud menolak anak sebelum potensial wujud, yaitu sebelum sperma berada di rahim wanita, maka hukumnya adalah boleh.
Demikian pula terkait dengan hadits yang kedua, Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa hukum ‘azl atau menumpahkan sperma di luar vagina hukumnya boleh seperti hukum memilih tidak menikah sama sekali.
Keyakinan childfree yang dilarang dalam Islam yakni saat adanya keputusan untuk mematikan fungsi reproduksi pria/wanita secara mutlak agar tidak terjadi pembuahan saat melakukan hubungan intim antara suami istri.
Sedangkan keyakinan childfree yang dilakukan dengan menunda atau mengurangi kehamilan maka itu makruh.
Dilansir dari muslim or id, berbeda dengan pandangan dari influencer dan riwayat Imam al-Ghazali.
Konsep childfree ini bertolak belakang atau tidak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dijelaskan dengan banyak poin sebagai berikut:
Banyak pasangan diluar sana yang hingga saat ini terus berusaha untuk memiliki seorang anak.
Mereka bahkan rela mengorbankan apa saja untuk berobat agar dikaruniai seorang anak. Anak-anak adalah permata hati dan kebahagiaan bagi mereka yang masih berada dalah fitrah Islam.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat QS. Ali ‘Imran: 14
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran: 14)
Bahkan ada juga para Nabi dan Rasul yang belum dikaruniai anak hingga mereka berusia tua. Contohnya seperti Nabi Ibrahim dan Zakaria ‘alaihimassalam.
Mereka tentu sedih jika tidak mempunyai anak dan tidak ada yang meneruskan generasi mereka di muka bumi.
Mereka pun kemudian berdoa kepada Allah agar dikaruniai seorang anak dan Allah kemudian mengabulkan doa mereka.
Doa Nabi Zakaria ‘alaihissalam agar dikaruniai seorang anak:
وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْداً وَأَنتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَْ
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ
“Dan (ingatlah kisah) Zakaria, ketika dia menyeru Tuhannya, “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik. Maka Kami memperkenankan do’anya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung.” (QS. Al-Anbiya’: 89-90).
عن أنس بن مالك قال كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُ بِالبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيْدًا وَيَقُوْلُ تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّي مُكَاثِرُ الْأَنْبِيَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Hibban. Lihat Al-Irwa’ no. 1784)
Banyaknya jumlah keturunan juga merupakan sebuah karunia. Hal ini juga diperingatkan kepada kaum Nabi Syu’aib ‘alaihissalam dimana mereka banyak dikaruniai keturunan.
وَاذْكُرُواْ إِذْ كُنتُمْ قَلِيلاً فَكَثَّرَكُمْ
“Dan ingatlah di waktu dahulu kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu.” (QS. Al-A’raf: 86)
Dengan menjemput rezeki dan tidak bermalas-malasan. Allah menyebut akan memberikan rezeki kepada anak dan baru kemudian rezeki untuk kedua orang tuanya.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat QS. Al-Isra’: 31
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu.” (QS. Al-Isra’: 31)
Bisa jadi saat kita menginjak usia senja dan memiliki sebuah penyakit, dalam keadaan seperti ini, yang paling ikhlas merawat kita adalah seorang anak.
Terlebih lagianak tersebut adalah anak yang shalih yang berusaha berbakti kepada kedua orang tua.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ
“Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad)
Kelak anak-anakla yang akan mengingat dan mendoakan kedua orangtua di saat orang lain melupakan mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِيْ الْجَنَّةِ فَيَقُوْلُ : يَا رَبِّ أَنىَّ لِيْ هَذِهِ ؟ فَيَقُوْلُ : بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ
“Sungguh, Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang shalih di surga.” Maka ia pun bertanya, “Wahai Rabbku, bagaimana ini bisa terjadi?” Allah menjawab, “Berkat istighfar anakmu bagi dirimu.” (HR. Ahmad, Ibnu Katsir berkata, isnadnya shahih).
Silahkan Anda sekalian para pembaca yang budiman menyimpulkan bagaimana hukum childfree seusuai ajaran Islam. (udn)
Load more