Medan, tvOnenews.com - Anda ingin berwisata religi saat Ramadhan di Medan?
Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman, atau yang disebut juga Masjid Badiuzzaman, yang berada di Jalan Sunggal Pekan, Kecamatan Medan Sunggal, yang masih berdiri kokoh ini bisa menjadi destinasi.
Awal pendirian bangunan masjid ini dimulai tahun 1600 silam, pada era kolonial Belanda dan menjadi catatan sejarah di tengah pembangunannya yang mendapat penolakan keras dari pemerintahan kolonial Belanda saat itu.
Namun ada yang unik dari masjid yang dibangun di era kolonial Belanda ini, terutama dalam konstruksi pembangunannya.
Sejarah Material Bangunan dari Putih Telur
Masjid yang berumur 100 tahun lebih ini, konon dibangun dengan menggunakan putih telur.
Layaknya bangunan yang menggunakan material semen, padahal pembangunan masjid tersebut hanya menggunakan putih telur sebagai perekat pasir dan batu bata.
Terletak di Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan. Masjid ini didirikan oleh Datuk Badiuzzaman pada tahun 1885 dan sebelumnya sudah ada di tahun 1600.
Artinya usia masjid ini telah lebih dari 100 tahun, bahkan usianya lebih tua dari Masjid Raya Al-Mashun.
Ruang dalam masjid dengan mimbarnya juga masih asli, meskipun arsitektur Masjid Badiuzzaman terkesan biasa, tetapi masjid ini menyimpan keunikannya keunikannya sendiri.
Keunikan masjid ini adalah didirikan tanpa menggunakan semen, tetapi menggunakan putih telur. Meskipun demikian, bangunan arsitektur dan mimbar masjid ini juga masih asli dan terjaga hingga saat ini.
Sejarah Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman, yang pada tahun 1885 mulai direnovasi itu tidak hanya berbicara soal arsitek, design, dan bahan unik mendirikan fondasi bangunan.
Ada bagian cerita sejarah perjuangan masyarakat melawan Belanda sejak 15 Mei 1872 sampai dengan 20 Januari 1895. Dikenal dengan sejarah "Perang Tanduk Benua", Perang Sunggal menentang kolonial Belanda.
Tentu saja perjuangan rakyat dari kerajaan kedatukan Sunggal yang dipimpin Raja Datuk Badiuzzaman Surbakti. Di mana kerajaan tersebut dulunya berpusat di lahan yang saat ini dijadikan areal PDAM Sunggal.
Sementara, saat ini Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman berdiri di sisa lahan kerajaan yang sudah diserahkan ke pemerintah.
Setiap tahun, khususnya menjelang bulan puasa Ramadan dan hari raya Idul Fitri, bangunan masjid tertua ini kerap menjadi ikon menarik dan eksotis.
Dalam hal keberlangsungannya dan kondisi bangunan yang masih berdiri kokoh menaungi umat muslim beribadah di dalam nya.
Namun miris, ikon masjid tertua, dengan menoreh cerita darah dan air mata sejarah perjuangan rakyat era kolonial Belanda itu luput dari pantauan dan perhatian pemerintah.
Masjid ini berdiri, bertahan dan terus berkesinambungan dari generasi ke generasi hanya mengandalkan isi sumbangan sukarela jamaah melalui kotak infaq yang ada.
Secara terus menerus, perawatannya tidak pernah disentuh peremajaan dari pemerintah, baik Pemko Medan maupun Pemprov Sumut.
Sederet keterangan ini disampaikan Ketua BKM Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman, Datuk Indra Jaya (69).
Bapak dua anak eks PNS yang mengabdikan diri sebagai pengurus BKM Masjid itupun belakangan diketahui cucu dari turunan Datuk Sunggal Serbanyaman, persisnya anak dari Datuk Mayor Aktar Bey .
"Masjid ini sejarah, peninggalan sejarah. Mulai dari kegiatan pembangunan, kondisi dan suasana pembangunan sampai bahan bahan yg dipakai membangun. Alhamdullilah, masih berdiri kokoh, silahkan kawan-kawan media liat, tiap tahun langganan masih seperti ini aja. Bertahan, dari kemandirian BKM bersama infaq sadaqah jamaah mampu bertahan. Bahkan dalam dua tahun ini kita berupaya merangkak meremajakan bangun masjid,” katanya.
“Gak mesti bergantung dan berharap dari pihak manapun. Karna ini murni niat memuliakan Allah dalam menyempurnakan ibadah sebagai umat muslim,” tutup Datuk Indra Jaya. (ysa/nof)
Load more