Sementara itu, menurut Imam al-Ghazali (w. 1111 M), sumber utama perbuatan maksiat adalah hawa nafsu. Sementara ‘bahan bakar’ nafsu itu sendiri adalah makanan.
"Saat seseorang berpuasa, secara otomatis konsumsi makanan dalam tubuh berkurang. Dengan begitu, ia mampu menundukkan hawa nafsu dan mencegah diri dari perbuatan maksiat,'' urainya, dikutip dari Al-Ghazali, Ihyâ ‘Ulûmiddîn, juz 3, h. 35.
Lebih jauh lagi, terang dia, dalam kalkulasi pahala, setiap amal ibadah akan dibalas sebesar 10 sampai 700 kali lipat, sampai besaran yang Allah kehendaki. Berbeda dengan puasa. Menurut Imam Al-Qurthubi (w. 1273 M), saking besar pahala yang diperoleh orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, sampai-sampai hanya Allah yang tahu besarannya.
Bahkan, masih kata KH Sadjad, bahwa setiap ibadah akan dibalas surga oleh Allah. Berbeda dengan puasa, pahalanya adalah langsung bersua dengan Allah di akhirat nanti, tanpa ada penghalang (hijâb) apapun.
"Dalam klasifikasi pahala, level pahala tertinggi adalah berjumpa dengan Allah kelak," pungkasnya. (asw/hen)
Load more