Saat itu, bangunan masjid ini masih berdinding papan atau dominan kayu dengan arsitek lama posisi bertingkat dan ukurannya kecil.
Lalu tahun 1920, bangunan dinding masjid Agung diubah menjadi semi permanen atau dinding bagian bawah dan lantainya dibuatkan semen, sementara bagian atas masih papan.
Lokasi masjid ini terletak bersebelahan dengan Pasar 'Onan Lama' sebagai pusat aktifitas masyarakat kala itu. Seiring waktu, kehadiran masjid Agung semakin dirasakan penting.
Selain pusat ibadah, masjid agung sangat bermanfaat dalam penguatan keagamaan. Tahun 1976, bangunan dilakukan peremajaan oleh Pemko Sibolga, dibantu masyarakat dan pemerintah Pusat.
Sementara, proses peremajaan Masjid Agung pertama kali diusulkan masyarakat pada masa jabatan Wali Kota Sibolga, Pandapotan Nasution tahun 1975.
“Keberadaan masjid dekat dengan onan (Pasar Balakang) ini amat vital dalam penyebaran agama Islam dan perjuangan kemerdekaan, karena tempat berkumpul ideal para alim ulama dan pejuang pada waktu itu,” tutur Syafriwal Marbun, pemerhati sejarah dan budaya di Sibolga.
Sampai tahun 1950-an, Masjid Agung masih satu-satunya masjid terbesar di Kota Sibolga, yang kerap ramai didatangi para jamaah.
Masjid Agung juga memiliki halaman cukup luas, berlantai ubin, dan teras bangunan terbuka dengan udara sejuk karena embusan angin laut bebas.
Masjid Agung memiliki sumur tak pernah kering, sehingga tak jarang masyarakat dan pedagang kala itu, antre mendapatkan air bersih untuk air diminum, mandi serta kebutuhan lainnya.
“Perlahan-lahan luas tanahnya bertambah karena banyak merelakan atau mewakafkan lahannya, sehingga tahun 1960-an seperti luasnya saat ini,” kata Syafriwal.
“Kondisi bangunan Masjid Agung, papannya mulai keropos dan atapnya berlepasan apalagi saat angin kencang tiba, sehingga perlu dibenahi,” lanjutnya.
Load more