Jakarta, tvOnenews.com - Sejarah Masjid Agung Sunda Kelapa yang sempat dicekal pembangunannya oleh pejabat pada tahun 1950, hingga tidak mendapat sepeserpun dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta.
Sekretaris Masjid Agung Sunda Kelapa, Muhammad Reno Fathur Rahman, bercerita banyak kepada tim tvOnenews.com tentang sejarah masjid ini terbentuk.
"Jadi tahun 1950-an itu mau dibangun, tapi tidak boleh sama pejabat waktu itu, karena masih berada di zaman kolonial. Apalagi area Menteng kan kalau nggak pengusaha, ya penguasa," jelas dia, di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta Pusat, Kamis (23/3/2023).
Saat itu para umat muslim yang tinggal di kawasan Menteng berupaya membangun masjid sebagai rumah ibadah, namun mendapat penolakan dari para pejabat setempat.
Buah dari penolakan tersebut akhirnya umat muslim Menteng pada saat itu mengurung niat.
Saat itu yang menjabat adalah Ali Sadikin, dia memberi izin tanah pemerintah digunakan sebagai pijakan rumah ibadah umat muslim.
"Jadi ini tanahnya pemerintah, tetapi dibangun pakai dana swadaya masyarakat. Akhirnya dapat dibangun, pada tahun 1968 peletakan batu pertama, kemudian tahun 1971 selesai dibangun," kata dia.
Pembangunan selesai, tercetus lah nama Masjid Agung Sunda Kelapa dengan SK Wali Kota Jakarta Pusat karena hingga saat ini status tanah masih kepemilikan pemerintah.
Masjid ini pun diberi nama Sunda Kelapa tak pelak karena sebelumnya ini merupakan Taman Sunda Kelapa, sehingga masih menyematkan nama sebelumnya.
Selain itu struktur bangunan Masjid Agung Sunda Kelapa juga cukup unik, berbeda dengan masjid pada umumnya sebab tidak memiliki kubah maupun tiang, terlebih ornamen bulan dan bintang.
Masjid ini jika dilihat dari kejauhan tampak seperti perahu, di mana Fatur mengatakan merupakan representasi sebuah pelabuhan.
Di mana setiap orang akan mengisi kembali keimanan ketika datang ke Masjid Agung Sunda Kelapa, seperti layaknya kapal yang kehabisan bahan bakar maka akan singgah ke pelabuhan.
Kendati, cerita lainnya mengapa berbentuk perahu karena pada masa itu Jakarta merupakan pusat perdagangan, tersebarnya ajaran agama Islam kerap dikaitkan dengan peran pedagang.
Sehingga perahu disimbolkan sebagai pusat perdagangan, di mana terjadi penukaran informasi perihal ajaran agama Islam. (agr/muu)
Load more