Tanjungpinang, tvOnenews.com - Masjid Raya Sultan Riau Penyengat, dengan berbagai keunikannya menjadi simbol dominasi politik dan budaya Islam di pulau pusat pemerintahan Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang.
Masjid Raya Sultan Riau Penyengat merupakan salah satu masjid tertua di Kepulauan Riau.
Bangunan masjid terletak di Pulau Penyengat, sebuah pulau seluas 2 km persegi dan jarak sekitar 2 km dari Kota Tanjungpinang ibukota Provinsi Kepulauan Riau.
Semula masjid dibangun tahun 1803, berupa bangunan kecil berbahan kayu di tepi pantai Pulau Penyengat.
Namun oleh Raja Abdurrahman, menjabat Yang Dipertuan Muda VII Kerajaan Riau-Lingga, letak masjid di pindah ke lokasi sekarang.
Raja Abdurrahman memandang penting memindah lokasi masjid. Pemindahan berlangsung tahun 1832, tepat pada 1 Syawal 1259 hijriah.
Posisi Masjid Sultan Riau Penyengat dibangun persis menghadap ke Tanjungpinang yang kala itu menjadi pos kekuasaan Belanda.
Ini merupakan ketetapan Raja Abdurrahman agar bangunan masjid menjadi simbol penting kekuatan Islam yang dapat dilihat oleh penjajah Belanda kala itu. Merepresentasikan kebudayaan Melayu.
Selain syarat makna politik, perpindahan masjid juga untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk yang semakin pesat. Pulau Penyengat merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang.
Pulau ini merupakan mas kawin pernikahan Sultan Mahmud Syah III kepada Engku Putri Raja Hamidah, putri pahlawan nasional Raja Haji Fisabilillah.
Keunikan Masjid Raya Sultan Riau Penyengat
Dari hasil pendataan dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar, setidaknya terdapat 5000 orang terlibat dalam pembangunan masjid. Sumber lain menyebut, pengerjaan turut melibatkan pekerja dari Singapura.
Masjid Raya Sultan Riau Penyengat didirikan dengan luas bangunan 20x18 meter. Bangunan masjid ditopang empat tiang beton dan terdapat empat menara di empat sudut masjid untuk bilal mengumandangkan azan.
Raja Hafiz, Ketua Pengurus Masjid Raya Sultan Riau Penyengat menjelaskan, konstruksi masjid tidak menggunakan besi beton.
"Konstruksi dibangun dengan dasar susunan bata, serta plaster menggunakan campuran tanah liat, pasir dan kapur sebagai pengeras," Jelas raja Hafiz.
Perekat Bangunan Menggunakan Putih Telur
Menurut Raja Hafiz, putih telur yang dipergunakan untuk merekatkan bangunan itu didatangkan dari pulau-pulau yang ada di sekitar Pulau Penyengat.
"Telur itu didatangkan untuk kebutuhan makan para pekerja. Yang dimakan hanya kuningnya saja," sebutnya.
Karena berlimpahnya putih telur yang tersisa, arsitek asal India kemudian mengumpulkan dan menjadikannya bahan perekat bangunan.
"Sebagian besar bangunan direkatkan menggunakan putih telur," jelas Raja Hafiz.
Keunikan lainnya, arsitektur Masjid Raya Sultan Riau Penyengat sangat sarat dengan simbol simbol ajaran agama Islam.
Tepat di depan bangunan utama masjid terdapat 13 anak tangga yang melambangkan 13 rukun shalat. Di masjid terdapat 5 pintu yang melambangkan rukun Islam, dan 6 jendela menggambarkan rukun iman.
Atap masjid berupa 13 kubah berbentuk bawang dan 4 menara yang ada di sudut bangunan. Jika digabungkan kubah dan menara berjumlah 17 yang melambangkan jumlah rakaat salat fardu.
Masjid Raya Sultan Riau Penyengat juga disebut merupakan bangunan masjid berkubah pertama di Nusantara.
Di dalam masjid juga terdapat Al Quran ditulis tangan oleh Abdurrahman Stambul pada tahun 1867.
Abdurrahman Stambul merupakan pemuda Pulau Penyengat yang disekolahkan Kerajaan untuk belajar Islam di Istambul Turki.
Menjadi Pusat Penyebaran Agama Islam
Sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Melayu Riau-Lingga-Johor-Pahang, Pulau Penyengat juga merupakan sebuah bandar, pusat perniagaan yang ramai dikunjungi. Pulau Penyengat berperan sebagai kesatuan politik dan budaya bercorak Islam.
Menurut Raja Hafiz, Pulau Penyengat di masa Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang merupakan pusat penyebaran agama islam.
"Ini dibuktikan dengan banyaknya ulama besar yang hadir bahkan wafat dan dimakamkan di sini (Pulau Penyengat," ujarnya.
Beberapa ulama besar dimaksud diantaranya Habib Syech Bin Alwi Assegaf yang merupakan keturunan Rasulullah SAW.
Kemudian ada Syekh Syihabuddin Bin Syekh Arsyad Al Banjari yang makamnya berada di bagian belakang Masjid Raya Sultan Riau Penyengat.
Pulau Penyengat sebagai pusat penyebaran agama Islam di kawasan Kerajaan Melayu Riau-Lingga-Johor-Pahang disebut berlangsung pada masa kepemimpinan Raja Ja'far Yang Dipertuan Muda VI Kerajaan Riau-Lingga.
Raja Ja'far disebut sering mendatangkan ahli agama Islam ke Pulau Penyengat. Ikhtiar Raja Ja'far ini kemudian dilanjutkan putranya Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman.
Ketika membangun Masjid Raya Sultan Riau Penyengat, Raja Abdurrahman membangun balai di kanan dan kiri bagian muka masjid.
Balai ini merupakan tempat bermuhazarah atau bertukar pikiran tentang agama Islam.
Bukti Pulau Penyengat sebagai pusat penyebaran agama Islam juga terlihat dari keberadaan lemari Perpustakaan Khutub Khanah Marhum Ahmadi.
Setidaknya ada 400 kitab. Baik yang dicetak di Pulau Penyengat maupun didatangkan dari luar negeri. Kitab-kitab itu umumnya berbahasa Arab,
Direvitalisasi
Masjid Sultan Riau Pulau Penyengat merupakan bangunan bersejarah, merupakan objek budaya dengan nomor inventaris 29/BCB-TB/C/01/2027.
Berusia 191 tahun, menurut Raja Hafiz, Masjid Raya Sultan Riau Penyengat dipastikan masih berupa bangunan asli.
Pemerintah setempat melakukan proses revitalisasi, namun masih tetap mempertahankan bentuk aslinya.
"Sudah direvitalisasi tanpa merubah bentuk. Revitalisasi mengembalikan keasliannya seperti dilakukan pada bangunan bersejarah lainnya," ujar Raja Hafiz.
Tahun 2022, revitalisasi diantaranya berupa pengecatan kembali seluruh bangunan masjid , mengganti karpet dan menambahkan sebuah lampu besar yang didatangkan langsung dari Turki.
Di halaman masjid dipasang marmer baru yang didatangkan dari Tulung Agung yang sengaja dipesan agar masjid lebih bernuansa megah dan tertata rapi.
Masjid Raya Sultan Riau Penyengat ini banyak didatangi masyarakat dan juga wisatawan baik domestik maupun mancanegara seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam.
Revitalisasi pada tahun 2022 lalu menghabiskan dana sebesar Rp5,8 miliar. Revitalisasi masih berlanjut di tahun 2023 ini.
Ada sejumlah penambahan, di antaranya pemasangan bulan sabit di empat tiang menara, kemudian pengecatan pagar luar dan empat menara di bagian dalam.
"Semua lampu akan diganti dengan lampu baru yang menunjang pariwisata," tutup Raja Hafiz.(ksh/muu)
Load more