Kudus, tvOnenews.com – Sunan Muria, lahir dengan nama Raden Umar Said, adalah tokoh Walisanga, putra dari Raden Said (Sunan Kalijaga) dengan Dewi Saroh, putri SyekhMaulana Ishaq, Dewi Saroh juga keturunan trah Sultan Malikussaleh Kesultanan Samudera Pasai dari jalur ibu Sultanah Pasai.
Sumber versi catatan sejarah menyebutkan, nama Sunan Muria sendiri berasal dari nama gunung (Gunung Muria), yang terletak di sebelah utara kota Kudus, Jawa Tengah, tempat Sunan Muria dimakamkan. Sunan Muria wafat pada tahun 1560 M.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria, Mastur mengatakan Konon cerita berdirinya masjid itu berawal dari Sunan Muria menggembala kerbau sampai ke puncak Pegunungan Muria.
Masjid peninggalan Sunan Muria yang berada di puncak gunung. (Galih Manunggal)
Secara geografis, masjid tersebut terletak di Desa Colo Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus. Letak masjid berada di salah satu titik puncak Pegunungan Muria dengan ketinggian sekitar 854,41 MDPL.
Mastur menceritakan, ada banyak versi tentang sejarah kedatangan Sunan Muria hingga mendirikan masjid di atas pegunungan tersebut. Kedatangan Sunan Muria ke daerah Muria berawal dari saat beliau menggembala kerbau.
Awalnya, kerbau milik Sunan Muria berjalan menuju suatu tempat di daerah Kajar Kecamatan Dawe. Namun di situ kerbaunya hanya beristirahat. Setelah itu, melanjutkan perjalanan sampai ke puncak Gunung Muria.
"Raden Umar Said atau yang dikenal dengan Sunan Muria datang ke sini, ada beberapa versi di antaranya membawa kerbau, kemudian kerbau itu berhenti di sebelah barat Kajar namanya Petoko, tapi kerbau di Petoko hanya beristirahat dan melanjutkan perjalanan hingga puncak gunung Muria," jelas Mastur saat ditemui di Masjid Sunan Muria, baru-baru ini.
Mastur mengatakan kerbau milik Sunan Muria pun akhirnya berhenti di titik puncak Gunung Muria. Di situ, Sunan Muria kemudian mendirikan rumah dan masjid. Sunan Muria pun tinggal di Pegunungan Muria untuk menyebarkan Agama Islam.
"Kerbau itu berjalan meneruskan perjalanan sampai di puncak Muria atau Gunung Muria ini. Di mana kerbau merumput di area tersebut. Akhirnya Beliau menyebarkan Agama Islam di puncak Gunung Muria, bertahan di sini mendirikan rumah, masjid dan sampai wafatnya beliau dimakamkan di sini," tutur Mastur.
Raden Umar atau Sunan Muria berhasil mengajak masyarakat di wilayah Kudus, khususnya di Pegunungan Muria untuk memeluk Islam. Dalam menyebarkan Islam, Sunan Muria memiliki strategi khusus yang dikenal dengan tapa ngeli dan pager mangkok.
Masih menurut Mastur, Sunan Muria memiliki strategi tersendiri untuk menyebarkan Agama Islam di wilayah Pegunungan Muria. Sunan Muria dikenal memiliki istilah tapa ngeli untuk mendekati masyarakat yang dulu mayoritas masih memiliki kepercayaan animisme serta Hindu.
Artinya, Sunan Muria berusaha ikut membaur di masyarakat. Sunan Muria lantas mengajak masyarakat memeluk agama Islam dengan tidak meninggalkan budaya lama.
"Strategi dakwah Sunan Muria yang dikenal damai adalah dengan metode tapa ngeli, artinya karena waktu beliau datang ke sini mayoritas masyarakat masih animisme dan orang Hindu. Beliau ini ngeli menghanyutkan diri, jadi Beliau masuk ke paguyuban tapi diisi dengan nilai-nilai Islam. Misalnya kalau ada bayi baru lahir diisi dengan berjanjen, salawat, kalau ada orang mati diisi dengan tahlil, kalau ada syukuran dibacakan manaqib. Itu istilah ngeli seperti itu," kata Mastur.
"Jadi beliau membaur ke masyarakat, tapi tidak mengikuti budaya masyarakat, justru masyarakat diajak masuk ke agama Islam. Kemudian ajaran yang diberikan masalah sosial," imbuh Mastur.
Strategi dakwah lainnya yang dilakukan Sunan Muria yakni pager mangkok. Artinya gemar bersedekah dengan masyarakat sekitar. Sunan Muria juga berpesan 'ojo pageri omahmu nganggo tembok, balekno omahmu pegeri nganggo mangkok (jangan pagari rumahmu dengan tembok, tapi rumahmu pagari dengan mangkok)'.
Menurut Mastur pesan tersebut memiliki arti warga diberi pesan agar tidak menutup diri. Melainkan warga diimbau agar perbanyak sedekah. Sosok Sunan Muria dikenal memiliki jiwa sosial yang tinggi.
"Kita jangan menutup diri, tapi beliau menyarankan menjaga keamanan dengan banyak sedekah. Sosial beliau ini sangat tinggi, ini ajaran Sunan Muria sangat tinggi," tandasnya.
Warga dari berbagai daerah berziarah di makam Sunan Muria di momen Ramadhan (Galih Manunggal).
Semasa hidup Sunan Muria dikenal sangat dekat dengan rakyat. Semua benda peninggalan Sunan Muria yang ada merupakan petunjuk kemuliaan ajaran beliau.
“Seperti tempat imam di masjid atau mihrab yang menjorok ke dalam merupakan simbol mengutamakan akhirat, selalu intropeksi diri serta sifat kedermawanan yang diteladankan beliau pada masyarakat sekitar,” terang Mastur.
Mastur menambahkan makam dan masjid Sunan Muria banyak dikunjungi peziarah saat menjelang Ramadhan. Dia mencatat per hari bisa menembus 5.000 peziarah dari berbagai daerah.
Hingga kini keberadaan masjid dan makam Sunan Muria ini juga berdampak pada peningkatan kesejahteraan warga sekitar.
Warga menjual cinderamata, kuliner dan makanan khas Gunung Muria hingga menyediakan jasa ojek di sekitar area menuju masjid dan makam Sunan Muria.
Melalui dukungan dari berbagai pihak, peninggalan bersejarah masjid dan makam Sunan Muria masih terawat dengan baik hingga sekarang. Bahkan, masyarakat setempat juga ikut menjaga kondisi hutan yang ada di lereng Gunung Muria.
Hal ini merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada sang wali yang bersemayam di tempat tersebut. (Gml/Dan)
Load more