Hingga pada 1898 masjid sederhana yang ditopang kayu itu direnovasi dengan atap seng hingga perluasan area.
Namun, kokohnya bangunan Masjid Jami' kala itu tetap roboh ketika diterjang banjir dahsyat akibat luapan Sungai Wai Batu Gajah hingga bangunannya hanyut bersama rumah-rumah warga pada 1933.
Tiga tahun berselang dari bencana tersebut, pengurus masjid serta warga pun berbondong-bondong membangun kembali masjid dengan semi-permanen pada 1936 dan selesai pada 1940.
Sejak saat itulah Masjid Jami' mulai dikelola secara terorganisasi melalui sebuah yayasan.
Pada 1940 menjelang berakhirnya Pemerintahan Kolonial Belanda di Maluku, serdadu kompeni membuka keran minyak yang berada di sebelah hulu Sungai Wai Batu Gajah sehingga permukaan sungai digenangi oleh minyak kemudian dibakar.
Tujuannya, untuk menghalau masuknya pasukan Jepang di Kota Ambon kala itu.
Lautan api pun berkobar di kota yang dikenal dengan julukan Ambon Manise itu.
Masjid Jami' pun juga tak luput dari kobaran api. Bangunan tempat ibadah itu hangus hingga rata dengan tanah.
Namun, masjid itu kembali dibangun secara swadaya oleh umat Islam di Ambon sebagai wujud mempertahankan bangsa dan agama.
Masjid Jami' menjadi saksi peristiwa demi peristiwa bersejarah di Kota Ambon, mulai dari penjajahan Belanda, kedatangan Jepang, operasi Permesta pada 1957, kekuasaan PKI pada 1965, hingga kelompok separatis bersenjata RMS setelahnya.
Load more