Bentuk ukiran dan ornamen sayap pada saka, masih asli terjaga dan secara terlihat secara rutin dicat. Ada empat sayap di saka, mengartikan manusia harus seimbang dengan kehidupan sekitar. Dalam lambang filosofi jawa, disebut kiblat papat lima pancer.
"Ada juga kaligrafi kayu di atas ruang imam, berisi kalimat syahadat dan ayat kursi. Dua kaligrafi dari kertas juga masih terpasang, meski sudah sobek di beberapa bagian," ujar Sulam (50), salah seorang pengurus masjid.
Menurut kisah tutur, masjid diyakini didirikan oleh sosok, yang orang setempat menyebut sebagai Kyai Toleh atau nama lengkapnya Mustolih. Beliau merupakan anak turun ketiga dari Sunan Panggung, salah satu kelompok Walisongo pada saat itu.
Beberapa kisah juga menyebut, Kyai Toleh merupakan kakek buyut dari Hamengku Buwono, raja Ngayogyokarto. Sehingga makin diyakini, masjid dibangun sejak zaman mataram.
Sebagai masjid, hingga saat ini masih difungsikan untuk ibadah sholat lima waktu. Tata cara ibadah di masjid pun masih sangat tradisional. Terlihat dari penggunaan kentongan dan beduk sebagai penanda sebelum azan dikumandangkan.
"Muazin sholat jumat berjumlah empat orang. Lalu ada kidung oleh khatib, yang berisi nasihat-nasihat baik," ujarnya.
Saka Tunggal juga sudah menjadi benda cagar budaya dilindungi oleh Pemkab Banyumas. Sebuah papan penanda, terpasang di halaman masjid.
Load more