“Karena melihat kebutuhan pasar, jadi ini yang pertama, bukan hanya di Makassar, Sulawesi Selatan tapi juga di Indonesia. Kalau sarung Toraja sudah banyak, tapi untuk motif Lontara Bugis Makassar masih belum ada awalnya,” papar Mimi Asmi.
Produksi sarung lontara ini dilakukan secara home industri, lokasinya pun di salah satu lorong di jalan Daeng Tata 1 blok 5 Makassar. Tempatnya sangat sederhana dan berukuran kecil, namun jangan ditanya soal penjualannya, bisa mencapai ribuan lembar selama bulan Ramadhan.
“Dalam satu hari produksi kami kurang lebih menghasilkan 100 lembar sarung dengan 4 tim produksi, namun alat atau mesin yang kami pakai sudah untuk industri,” jelas Mimi.
Awalnya Mimi Asmi, sang pencetus sarung lontara hanya menjual secara reseller, sarung Toraja. Namun lama kelamaan Mimi gelisah akan terbatasnya sarung motif bernuansa Bugis Makassar.
Ia ingin memproduksi sendiri sarung dengan motif Toraja dan Lontara, dengan niat agar huruf lontara juga lebih lestari.
“Kata-kata dalam motifnya berisi petuah-petuah Bugis Makassar, jadi secara tidak langsung bisa mengedukasi masyarakat bahwa ada kebajikan yang diajarkan dalam petuah Bugis Makassar,” ujar Mimi.
Namun, bisnis sudah pasti kerap menghadapi kendala-kendala. Seperti yang diungkapkan Mimi, bahwa salah satu tantangan dari usaha Sarung Lontara ini adalah plagiarisme yang tidak bisa dihindari.
Load more