Wasyadda mi'zarohu dan nabi mengikat lebih kuat pakaiannya yang sedang dipakai nabi karena nabi ingin bisa memaksimalkan ibadah untuk meraih keutamaan dan fadhilah yang diberikan Allah begitu besar pada akhir bulan Ramadhan.
Malam yang oleh Allah disebut dengan lailatul qadar dalam surah Al-Qadar itu adalah malam yang diberikan kemuliaan khairun min alfi syahrin, bagi semua jenis ibadah. Apakah itu dalam bentuk shalat malam, shalat tarawih, tahajud dan yang berupa ibadah-ibadah sunah yang lain, seperti membaca Al Qur'an, membaca shalawat, istighfar dan membaca kalimat thayyibah untuk berzikir kepada Allah, termasuk bersadaqah, menuntut ilmu, mengaji dan sebagainya.
Seluruh amalam yang dilakukan bertepatan dengan malam yang disebut dengan lailatul qadar Allah memberikan nilai pahalanya khairun min alfi syahrin. Pahalanya jauh lebih baik daripada kita melakukan nilainya ibadah selama 83 tahun terus menerus. Alfi syahrin itu artinya 1000 tahun. Kalau dihitung sama dengan 83 tahun. Kalau kita beribadah yang bertepatan dengan malam yang disebut dengan malam lailatul qadar akan mendapatkan pahala lebih bagus daripada ibadah selama 83 tahun.
Pada akhir Ramadhan ini kita dianjurkan untuk memperbanyak itikaf. I'tikaf itu adalah ibadah kita dengan cara berdiam diri di dalam masjid dan melakukan ibadah-ibadah yang dianjurkan selama i'tikaf. Ada tafakur, muhasabah diri, ada tadarus Al-Qur'an, ada shalat malam. Seluruh ulama sepakat i'tikaf dianjurkan pada 10 hari terakhir Ramadhan dilaksanakan masjid-masjid jami'.
Oleh karena itu di 10 hari terakhir Ramadhan ini seharusnya kita membiasakan diri untuk lebih memperbanyak amal ibadah, memanfaatkan waktu yang tersisa ini. Karena Ramadhan itu kemuliaannya melekat pada waktu. Fadhilah atau keutamaan itu juga melekat pada waktu, sehingga kalau waktu ini berlalu tentu kita hanya bisa menunggu, berharap dan berdoa agar kita diberikan kesehatan dan diberikan umur yang panjang untuk menjumpai Ramadhan pada tahun--tahun yang akan datang.
Tradisi masyarakat yang biasanya di akhir Ramadhan sibuk dengan banyak hal yang sesungguhnya tidak terlalu penting itu harus kita kurangi. Belanja, mempersiapkan keperluan hari raya yang berlebihan juga dikurangi. Sebab mempersiapkan dan menyambut hari raya yang paling bagus dan paling utama adalah mempersiapkan dengan memperbanyak meraih, merebut dan menyongsong terhadap kemuliaan dan keutamaan yang diberikan oleh Allah di akhir Ramadhan ini. Bukan dengan menyibukkan dengan memperbanyak belanja yang lebih bersifat hedonistik, dengan melakukan hal-hal yang tidak ada keterkaitannya dengan ibadah yang seharusnya kita lakukan di akhir Ramadhan.
Itulah yang saya kira hal-hal yang harus kita perhatikan sehingga kita bisa mendapatkan kemuliaan Ramadhan dan setelah Ramadhan berlalu, kita betul-betul menjadi manusia yang mempunyai ketaqwaan kepada Alloh SWT yang berkualitas. (usi/hen)
Load more