Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah pada Ramadhan 1444 Hijriah/2023 Masehi memutuskan bahwa awal puasa jatuh pada Kamis (23/3/2023) lalu. Namun untuk Lebaran atau Idul Fitri belum tentu akan sama.
Namun seperti kita ketahui, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) akan menentukan Hari Raya Idul Fitri atau lebaran berdasarkan hasil sidang isbat yang biasanya digelar jelang Syawal atau tepatnya pada tanggal 29 Ramadhan.
Anwar abbas Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah yang juga sekaligus Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan kemungkinan sangat besar adanya perbedaan dalam penentuan 1 Syawal atau Lebaran.
“Karena berdasarkan hitung-hitungan ilmu hisab dan kemungkinan yang terjadi dari hasil ru'yah adalah tidak sama maka Idul Fitri tahun ini. Tentu jelas sangat besar kemungkinannya akan berbeda,” ujar Anwar Abbas dalam keterangannya yang diterima di Jakarta pada Senin (17/4/2023).
Tapi Anwar mengatakan bahwa kedua metode yakni hisab dan ru'yah sama-sama ada dalam Al-Qur’an.
“Jadi semestinya sikap pemerintah bila kita mengacu kepada konstitusi maka tidak boleh ikut-ikut menentukan hasil mana yang akan dipakai tapi menyerahkan urusan tersebut kepada para pemeluk dari agama islam itu sendiri,” tandas Anwar Abbas.
Hal ini dikatakan Anwar sama halnya dengan masalah qunut ketika sholat subuh.
Dok. Sidang Isbat Penetapan 1 Ramadhan 1444 Hijriah (tim tvOnenews)
“Imam syafii melaksanakan qunut dan imam abu hanifah tidak qunut, lalu pemerintah akan berpihak kepada salah satu dari dua pendapat tersebut ? Tentu pemerintah tidak boleh berbuat demikian,” ujarnya.
“Ya boleh-boleh saja. Tapi kalau terjadi perbedaan antara yang mempergunakan hisab dengan yang mempergunakan ru'yah maka sikap pemerintah jangan ikut-ikutan berpihak kepada salah satunya,” kata Anwar Abbas.
Maka menurut Anwar Abbas, tugas pemerintah cukup hanya memberitahu bahwa tahun ini umat Islam Lebaran atau Idul Fitrinya tidak sama karena mempergunakan hisab hasil hitung-hitungan mereka.
“Maka yang 1 syawal jatuh pada hari jumat tanggal 21 April, mereka akan Shalat idul fitri di hari dan tanggal tersebut. Sementara yang memakai ru'yah akan berlebaran hari sabtu tanggal 22 April,” kata Anwar Abbas.
Maka Anwar menegaskan bahwa posisi pemerintah yang seharusnya bukan membenarkan yang satu dan menyalahkan yang lain.
“Atau mendukung yang satu dan tidak mendukung yang lain,” katanya.
Karena kalau pemerintah sampai melakukan itu, menurut Anwar Abbas berarti pemerintah telah menentang konstitusi dan Al-Quran sebagai kitab suci umat islam.
“Karena dalam alquran kedua-dua metode tersebut boleh dilakukan. Oleh karena itu bila pemerintah membenarkan yang satu dan menyalahkan yang lain atau menghormati yang satu dan tidak menghormati yang lain maka berarti pemerintah telah ikut andil memecah belah umat,” jelasnya.
Tugas pemerintah adalah mempersatukan umat bukan memecah belahnya.
“Jadi kalau pemerintah akan melakukan sidang itsbat lalu tidak ada kesepakatan antara yang mempergunakan hisab dan ru'yah maka semestinya pemerintah cukup menyampaikan dan memberi tahu kepada masyarakat terutama umat islam bahwa waktu Shalat Idul Fitri tahun ini (1444 H) tidak sama, “ katanya.
Selain itu jika ada yang mau memakai fasilitas negara seperti masjid dan tanah lapang untuk Shalat Idul Fitri maka pemerintah harus berlaku arif bijaksana.
“Mempersilahkan umat islam untuk mempergunakan masjid dan tanah lapang yang dimiliki oleh negara tersebut untuk dipakai oleh umat islam yang akan Shalat Idul Fitri pada hari jumat tanggal 21 April atau oleh umat islam yang Idul Fitrinya hari sabtu tanggal 22 April,” ujar Anwar Abbas.
Anwar sangat berharap jika perbedaan Lebaran itu benar terjadi, pemerintah tak memecah belah umat.
“Posisi dan tugas pemerintah dalam hal yang terkait dengan pelaksanaan ibadah Idul Fitri tahun ini adalah menjamin pelaksanaan ibadah tersebut akan bisa berjalan dengan baik dan lancar,” katanya.
Hal itu menurut Anwar Abbas berdasarkan undang-Undang Dasar 1945.
“Di dalam Pasal 29 Ayat 1 dan 2 UUD 1945 dinyatakan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa,” jelas Anwar Abbas.
Kemudian yang kedua, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. (put)
Load more