Jakarta, tvOnenews.com - Malam Lailatul Qadar adalah malam yang lebih baik dari 1.000 bulan dan penuh keistimewaan. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, lailatul qadar jatuh pada malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan.
Malam ganjil yang dimaksud yakni diantara tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadhan.
Malam 21 Ramadan: 11-12 April 2023 (Selasa malam Rabu)
Malam 23 Ramadan: 13-14 April 2023 (Kamis malam Jumat)
Malam 25 Ramadan: 15-16 April 2023 (Sabtu malam Minggu)
Malam 27 Ramadan: 17-18 April 2023 (Senin malam Selasa)
Malam 29 Ramadan: 19-20 April 2023 (Rabu malam Kamis)
Ustaz Abdul Somad (UAS) menjelaskan tentang awal mula turunnya malam Lailatul Qadar, malam yang penuh kemuliaan.
“Suatu ketika Rasulullah duduk bersama para sahabat lalu bercerita tentang orang sebelum beliau dari Bani Israil, yang amalnya tabarakallah,” ujar Ustaz Abdul Somad.
Nabi Muhammad bercerita bahwa orang-orang tersebut sudah tua namun sepanjang waktunya sejak pagi hingga malam digunakan untuk mendapatkan ridho Allah SWT.
Mendengar hal itu, para sahabat bersedih karena mereka sudah tahu bahwa umur mereka tak akan selama orang-orang yang diceritakan oleh Nabi SAW itu.
(Freepik)
Kemudian Allah SWT menurunkan Surah Al-Qadr yang menjelaskan bahwa ada satu malam yang dimuliakan. Sehingga setiap manusia dapat berkesempatan mendapatkan ampunan dari Allah SWT.
“Turunlah surah Al-Qadr, yang menjelaskan tentang malam lailatul qadar, malam yang lebih baik dari malam yang tak dapat dihitung oleh manusia,” kata Ustaz Abdul Somad.
Qadar artinya mulia karena malam itu lebih baik dari malam-malamnya, dimana malaikat turun dan naik kembali saat terbit fajar.
Ustaz Abdul Somad mengatakan tidak ada yang tahu apakah seseorang mendapatkan keutamaan dari malam lailatul qadar jika dilihat dari fisik atau dari luar.
"Apa tanda Haji Mabrur apa tanda taubat nasuha apa tanda dapat lailatul qadar? tandanya adalah ada perubahan," kata Ustaz Abdul Somad.
Perubahan yang dimaksudkan oleh Ustaz Abdul Somad adalah perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan juga sholeh.
"Sebelumnya tak mau ke masjid, tapi setelah Ramadhan hari Jumat jam 11 udah di masjid, ada perubahan. Intinya berubah menuju lebih baik dan lebih sholeh, tutup Ustaz Abdul Somad.
Pada malam-malam terakhir bulan Ramadhan, khususnya saat ganjil, seluruh umat muslim dianjurkan melakukan itikaf dan perbanyak ibadah untuk menjemput malam Lailatul Qadar.
Ustaz Abdul Somad menjelaskan dari segi bahasa itikaf itu artinya menetap di suatu tempat.
“Sedangkan itikaf menurut fiqih adalah berdiam diri di masjid,” ujar Ustaz Abdul Somad (UAS) sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Ustaz Abdul Somad Official pada Selasa (17/4/2023).
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW mengatakan kesejahteraan Lailatul Qadar akan diturunkan pada malam ganjil di 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, dia berkata Rasulullah SAW beritikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda:
تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ
Artinya: "Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan" (HR. Bukhari & Muslim).
Sementara untuk batas minimal waktu itikaf, Ustaz Abdul Somad menjelaskan bahwa ada perbedaan antara mazhab Maliki dan Syafii.
“Menurut mazhab Maliki syarat itikaf menyatukan siang dan malam jadi kalau dia masuknya sekarang jam 06.00 baru disebut itikaf kalau dia keluar jam 06.00 besok pagi,” ujar Ustaz Abdul Somad.
“Kalau Mazhab Syafi'i lebih lama dari rukuk sudah dianggap itikaf,” tambah Ustaz Abdul Somad.
Namun itikaf haruslah diawali dengan sebuah niat. Berikut lafal niat itikaf
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ مَا دُمْتُ فِيهِ
Baca:Nawaitu an a‘takifa fī hādzal masjidi mā dumtu fīh.
Artinya, “Saya berniat itikaf di masjid ini selama saya berada di dalamnya.”
Lafal niat ini dikutip dari Kitab Tuhfatul Muhtaj dan Nihayatul Muhtaj.
Namun ada juga lafal itikaf lain yang dapat digunakan yang dikutip dari Kitab Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi, lafalnya yaitu:
نَوَيْتُ الاِعْتِكَافَ فِي هذَا المَسْجِدِ لِلّهِ تَعَالى
Baca: Nawaitul i’tikāfa fī hādzal masjidi lillāhi ta‘ālā.
Artinya, “Saya berniat i’tikaf di masjid ini karena Allah SWT.”
Ustaz Abdul Somad mengatakan waktu maksimal yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah 20 hari.
“Semaksimal selama-lama itikaf Nabi ketika Ramadhan itikafnya 20 hari terakhir. Jadi kalau sehari semalam 24 jam kali 20 hari total 480 jam yang paling lama,” tandas Ustaz Abdul Somad.
Namun Ustaz Abdul Somad mengatakan bahwa jika tak sanggup maka dapat melakukan itikaf di 10 malam terakhir.
“Kalau tak sanggup maka yang biasa, lakukan setiap tahun itu 10 hari 10 malam,” ujar Ustaz Abdul Somad.
Kemudian Ustaz Abdul Somad mengatakan bahwa setiap umat muslim bebas lama itikaf yang dipilih berdasarkan kemampuannya.
“Jadi saya sebutkan 20 hari, 10 hari, 24 jam, dan 4 kali tasbih, pilih yang mana, asal jika sudah niat harus dijalankan, misal niat 10 hari, ya selama 10 hari tak keluar, niat hanya 4 kali tasbih ya jalankan asalkan tidak batal, jika batal harus diulangi dari awal,” kata Ustaz Abdul Somad.
Itikaf haruslah dilaksanakan dalam kondisi suci yakni berwudhu. Namun jika wudhunya batal, itikafnya tak batal dan wudhu dapat diulang.
“Tidak batal, jika harus keluar masjid dengan alasan hajat yang darurat tak batal, tapi jika melakukan hubungan badan batal,” kata Ustaz Abdul Somad.
“Misal kebetulan rumahnya dekat, lalu ia setelah berbuka ia ke rumah dan sempatkan berhubungan dengan istrinya maka itikafnya batal,” tambahnya.
Kemudian jika ada yang bernazar akan itikaf lalu meninggal. Maka imam Syafi'i, mengatakan bahwa ahli warisnya harus membayarkan fidyah.
“Sebanyak 1 hari semalamnya sebesar 1 mud artinya 7.5 ons beras atau gandum,” ujar Ustaz Abdul Somad.
Saat itikaf Ustaz Abdul Somad menjelaskan beberapa amalan yang sebaiknya dilakukan.
“Apa yang dilakukan selama itikaf, shalat-shalat sunnah, jika malam shalat tahajud, taubat, shalat sunnah wudhu, shalat sunnah hajat, shalat sunnah istikharah, shalat sunnah witir, jika pagi hari, shalat dhuha, isra, tawabib, dll,” jelas Ustaz Abdul Somad.
Jangan menghitung berapa banyak shalat yang dikerjakan, tapi lakukanlah sebanyak-banyaknya.
“Imam Ahmad bin Hambal, anaknya imam abdullah, ia ditanya jumlah rakaat ayahnya, dijawab shalatnya 300 rakaat, jadi jika kita merasa sudah banyak, itu belum apa-apanya,” kata Ustaz Abdul Somad.
Bahkan ada seorang Imam yang bergelar As-Sajjad karena banyak bersujud.
“Cucu Sayyidina Ali, digelar dengan As-Sajjad karena banyak sujud, seribu kali sujud, maka dikenal dengan nama Ali Zainal Abidin, orang yang banyak ibadah, jika shalat, sujudnya yang banyak dan lama, jika kita mau sujud selama surah yang dibaca saat shalat,” kata Ustaz Abdul Somad.
Namun jika hanya bisa membaca surah pendek, itu diperbolehkan. Bahkan dikatakan bahwa satu kulhuallah sama dengan membaca ⅓ Al-Qur’an.
“Ada sahabat nabi yang dilaporkan kepada nabi, ini sahabat shalat sejak subuh tak diganti, maka dikatakan oleh Nabi bahwa satu kulhuallah sama dengan ⅓ al qur’an,” kata Ustaz Abdul Somad.
Kemudian, jika tak kuat berdiri atau duduk lama, maka diperbolehkan duduk di kursi dalam masjid.
“Orang tua kita yang sakit jangan dibiarkan di rumah sendirian, ajak ke itikaf masjid supaya bangkit semangatnya,” kata Ustaz Abdul Somad.
Kemudian Ustaz Abdul Somad mengatakan jika tak sanggup shalat maka dianjurkan memperbanyak membaca Al-qur’an.
“Saat itikaf itu dikejar ketertinggalan, hatamkan Al-Qur’an. Imam bukhari menghatamkan A-Qur’an di bulan ramadhan 60 kali,” kata Ustaz Abdul Somad.
Load more