tvOnenews.com - Habib Hasan bin Ismail Al Muhdor dalam sebuah kesempatan ceramahnya mendapat pertanyaan soal bolehkah seorang syarifah atau wanita keturunan nabi menikah dengan orang biasa?
“Karena kita disuruh usaha oleh Allah dalam urusan pasangan pernikahan ini,’’ tutur Habib Hasan Bin Ismail Al Muhdor dilansir dari Ahbaabul Musthofa Channel, Kamis (22/6/2023).
‘’Terkait bolehkah syarifah atau ahlul bait menikah dengan bukan syarif, ini ada perbedaan ulama,’’ imbuhnya.
Imam Syafii berpendapat dalam pernikahan, memilih pasangan itu harus kaf’ah atau sekufu.
Sekufu dalam kitab Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq dimaknai sebagai setara, dalam hal kedudukan, tingkat sosial, kekayaan, dan akhlak.
Sedangkan dalam Al-Fiqh Al-Mazahib Al-Arba'ah’(1990) dijelaskan bahwa maksud sekufu adalah seimbang dalam beberapa keadaan tertentu.
Sementara itu Rasulullah dalam hadis riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, dan Ibnu Majah, dijelaskan kriteria wanita yang layak untuk dinikahi.
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Artinya: Perempuan itu dinikahi karena empat hal yaitu (1) karena hartanya, (2) keturunannya, (3) kecantikannya, dan (4) agamanya. Maka pilihlah yang baik agamanya, niscaya kamu akan beruntung.
‘’Sekufu (di sini) baik dalam agama, pekerjaan, dalam kesalihan. Terutama kafaah di dalam nasab ahlul bait,” jelas Habib Hasan Bin Ismail Al Muhdor.
“Para habaib dan salaf kita menjaga kafa’ah nasab itu. Mereka mangkannya memperhatikan betul-betul agar syarifah jangan sampai menikah dengan selain syarif atau sayyid,’’ tambahnya.
Mereka berusaha menjaga kemuliaan yang berasal dari nasab ini.
‘’(Sebab) Kalau syarifah kawin dengan selain sayyid, maka anaknya bukan sayyid lagi kalau laki-laki dan bukan syarifah lagi kalau perempuan,’’ terang Habib Hasan.
‘’Terputuslah nasab itu, kemuliaan itu. Maka para habaib berusaha jangan sampai ini terjadi. Jika hal tersebut terjadi maka mereka menyerahkan kepada keduanya,’’ imbuhnya.
Namun demikian, selama si wali dan perempuan rida maka akadnya sah.
Walau pun ada pendapat yang menyatakan wali di sini harus semua habaib, namun pendapat ini sulit untuk direalisasikan.
‘’Tidak mungkin karena pasti ada habaib yang tidak ridha. Maka kembali lagi pada pendapat yang kuat selama syarifahnya mau kawin dan wali terdekatnya mau, maka nikahnya sah,” ujarnya.
Habib Hasan kemudian membuat analogi bahwa dia juga mempunyai hak untuk menikahkan anaknya dengan siapa pun. Hal tersebut harus dihargai.
‘’Ketika ada syarifah ingin nikah dengan selain syarif dan walinya ridha, silakan. Anda merdeka,’’ terangnya.
‘’Beda dengan walinya tidak ridha, lalu kawin lari. Tidak sah. Bukan walinya yang mengawinkan, tidak sah,’’ tambahnya.
Sebaliknya apabila seorang wali ingin mengawinkan syarifah dengan selain syarif sementara syarifahnya sendiri tidak ridha, maka tidak sah.
‘’Misal, walinya lihat ini orang kaya. Kalau dua-duanya ridha sah. Kalau hanya salah satunya tidak ridha, maka tidak sah,’’ pungkas Habib Hasan.
Load more