Jakarta, tvOnenews.com - Karbala adalah saksi bisu dibunuhnya Sayyidina Husein atau Imam Husein, cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW pada 10 Muharram. .
Sayyidina Husein atau Imam Husein adalah cucu kesayangan Rasulullah SAW, adik dari Sayyidina Hasan.
Sayyidina Husein atau Imam Husein adalah anak dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah az-Zahra, putri kesayangan Rasulullah.
Sayyidina Husein atau Imam Husein mati syahid di Karbala, Irak saat berusia sekitar 58 tahun pada hari kesepuluh bulan Muharram, di tahun 61 Hijriah atau 680 Masehi.
Itulah salah satu tragedi besar sejarah umat Islam yang bernama Perang Karbala.
“Beliau adalah orang yang sangat dicintai Rasulullah sehingga begitu cintanya Rasulullah Beliau pernah berdakwah,” kata Buya Yahya dalam ceramahnya yang dikutip tvOnenews dari kanal YouTube Al Bahjah-TV pada Senin (24/7/2023).
Ilustrasi Kaligrafi Nabi Muhammad SAW (freepik)
Berikut perkataan Rasulullah tentang Sayyidina Husein atau Imam Husein.
“Ya Allah aku mencintai Husein dan cintailah orang yang mencintai Husein,”
“Mencintai Sayyidina Husein artinya mencintai Rasulullah,” kata Buya Yahya.
Peristiwa meninggalnya Sayyidina Husein atau Imam Husein kata Buya Yahya sudah diberitahukan Malaikat Jibril sejak awal kepada Nabi Muhammad SAW.
“Saat itu beliau sedang di rumah Ummu Salamah,” kata Buya Yahya.
Kemudian Rasulullah tertidur lalu terbangun. Begitu berkali-kali hingga tiba-tiba Rasulullah menggenggam sebuah tanah merah.
“Rasulullah menciumi tanah tersebut, kemudian Ummu Salamah bertanya apa Ini Rasulullah?” ujar Buya Yahya.
Kemudian Rasulullah menjawab dengan linangan air mata.
“Sambil memberi isyarat kepada Sayyidina Husein, ini akan meninggal di bumi Irak dan ini debunya yang bercampur darah telah aku saksikan,” kata Buya Yahya saat menceritakan kisah sedih tersebut.
ilustrasi (freepik)
Buya Yahya menjelaskan bahwa awal mula tragedi tersebut adalah saat pemerintahan Yazid.
“Cerita ini bermula dari perpindahan kekuasaan, dari Muawiyah kepada Yazid,” tandas Buya Yahya.
Sebelumnya, Sayyidina Hasan, kakak dari Sayyidina Husein memberikan kekuasaannya kepada Muawiyah.
Hal itu demi menghindari pertumpahan darah.
“Imam Hasan dan Imam Husein adalah dua sosok yang berbeda. Akan tetapi tujuannya adalah sama-sama Mulia,” kata Buya Yahya.
Kata Buya Yahya hal itu bahkan pernah diisyaratkan oleh Rasulullah SAW.
“Sayyidina Hasan inilah yang akan menyelamatkan dua kelompok. Bertikai sehingga dengan cucuku ini akan terhindar perpecahan darah,” ujar Buya Yahya.
Dan itulah yang dilakukan oleh Imam Hasan yakni menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah.
Buya Yahya Ceritakan Kisah Pembunuhan Cucu Rasulullah, Sayyidina Husein (Tangkapan Layar YouTube Al Bahajh TV)
“Saat Muawiyah menerima kepemimpinan dari Imam Hasan. Berkata Muawiyah wahai Hasan, engkau adalah yang akan menjadi pemimpin setelahku nanti,” kata Buya Yahya.
“Sayyidina Hasan menjawab tidak kepemimpinan kepemimpinan tidak diberikan begitu saja. Akan tapi diambil dengan cara bermusyawarah,” sambung Buya Yahya.
Buya Yahya mengatakan bahwa hal itu dikatakan oleh Sayyidina Hasan karena beliau tidak tamak dengan kepemimpinan.
“Dan setelah itu di saat Muawiyah menjelang usia tuanya, kepemimpinan dipindahkan kepada Yazid. Disinilah awal perpecahan,” tandas Buya Yahya.
Kata Buya Yahya, para sahabat yang tersisa dan putra-putra sahabat Rasulullah SAW saat itu terpecah menjadi dua.
“Yang pertama ikut Imam Hasan yaitu menghindari perpecahan darah dan perpecahan,” kata Buya Yahya.
Kaligrafi Allah dan Nabi Muhammad di Bluemosque, Turki (ant)
“Sehingga sebagian daripada sahabat Nabi SAW yang tersisa lebih baik diam dan ikut membaiat Yazid,” sambung Buya Yahya.
Hal ini dilakukan karena mereka sudah tahu bahwa Yazid adalah orang yang fasik.“Yazid adalah pemabuk, Yazid adalah orang yang gemar mengumpulkan wanita cantik untuk menyanyi di sekitarnya,”
Bahkan kata Buya Yahya, Yazid tidak segan-segan memerintahkan algojonya untuk memenggal orang yang berbeda dengannya.
Oleh karena itu demi menghindari pertumpahan darah, akhirnya ada sebagian yang akhirnya memilih tetap membaiat Yazid.
Pemakaman Baqi, dimana Banyak Ahlul Bait Dimakamkan (kemenag)
“Karena menjaga ketentraman umat agar tidak terjadi perpecahan dan tidak terjadi pertumpahan darah saat itu,” jelas Buya Yahya.
Namun sebagian lagi lebih memilih untuk tidak ikut membaiat Yazid.
Hingga pada suatu ketika datang perintah dari Yazid yang saat itu berada di Syam.
Perintah Yazid itu disampaikan ke gubernur- gubernur yang ada di daerah-daerah, termasuk yang ada di kufah dan Madinah.
Perintah itu berisi bahwa semuanya harus segera membaiat Yazid.
Perintah itupun akhirnya sampai ke Sayyidina Husein, para ahlul bait dan pecinta Sayyidina Husein.
“Sehingga saat didatangi oleh pasukan, oleh petugas dari Walid Bin utbah Sayyidina Imam Husein meminta tempo tolong berikan waktu aku untuk berpikir,” kata Buya Yahya.
Sayyidina Husein akhirnya merenung mengenai tindakan apa yang akan diambil.
“Kesempatan itu digunakan oleh Imam Husein bersama orang-orang yang mencintai beliau dari putra sahabat-sahabat Rasulullah dan ahlul bait untuk meninggalkan Madinah menuju Makkah,” jelas Buya Yahya.
Saat itu bulan Sya'ban tahun 60 Hijriah.
“Imam Husein bersama sahabat-sahabat atau pecinta pencinta beliau dari putra-putra sahabat Rasulullah pergilah ke Madinah ke Makkah," kata Buya Yahya.
Hingga pada bulan Dzulqa’dah, datanglah surat dari Kufah.
“Masyarakat kufah mendengar kalau Imam Husein berada di Makkah sehingga dari masyarakat Kufah itu pada mengirim surat kepada Imam Husein,” ujar Buya Yahya.
Pemakaman Baqi, Tempat Dimana Ahlul Bait Dimakamkan (ANTARA)
Isi surat itu kata Buya Yahya adalah sebagai berikut.
Bismillahirohmanirohim.
Kepada Imam Husein pemimpin kami kami warga kufah menanti kedatanganmu, kami butuh pemimpin adil sepertimu. Cepat dan cepatlah datang.
“Tandatangan diterima oleh Imam Husein terkumpul dari ratusan hingga ribuan,” kata Buya Yahya.
Namun Sayyidina Husein tidak peduli dengan tanda tangan. Karena beliau tidak ingin menginginkan kekuasaan.
“Tetapi semakin hari terkumpul semakin banyak tanda tangan itu.
Tercatat sampai 4.000 tanda tangan dalam riwayat sampai 16.000 tanda tangan, dikirim yang isinya akan membaiat Imam Husain,” kata Buya Yahya.
Kemudian Sayyidina Husein berpikir bagaimana jika benar sungguh kasihan.
Namun jika tidak Sayyidina Husein berpikir dapat kembali dengan selamat.
“Akhirnya Imam Husein mengambil keputusan untuk mengutus satu orang yang saat itu diutus adalah anak paman beliau yang bernama Muslim bin Aqil,” kata Buya Yahya.
Sayyidina Husein memerintahkan Muslim bin Aqil untuk pergi ke kufah dan melihat seperti apa yang terjadi di kufah dan mencari kebenaran.
“Yang sebetulnya Sayyidina Muslim bin Aqil saat itu sudah ragu-ragu,” kata Buya Yahya.
Muslim bin Aqil mengingatkan kepada Sayyidina Husein mengenai kejadian yang menimpa ayah dan kakaknya akibat perbuatan orang Kufah.
Namun Sayyidina Husein mengatakan jika benar yang dikatakan oleh Kufah maka ia malu dengan Rasulullah.
“Tandatangan ini jika benar alangkah kasihannya mereka, beban aku di hadapan kakekku Rasulullah,” kata Buya Yahya.
Sayyidina Hasan juga mengatakan jika harus dibunuh tak ingin di Mekkah.
“Sungguh aku tidak mau kalau ternyata aku harus mati di Mekkah, aku tidak ingin darahku tertumpah di Makkah,” kata Buya Yahya saat menjelaskan perkataan Sayyidina Hasan.
Oleh karenanya, sepupunya tersebut yakni Muslim bin Aqil menerima tugas tersebut dan pergilah ke Kufah.
Di tengah perjalanan, penunjuk jalan Muslim bin Aqil meninggal. Ia pun memberi kabar kepada Sayyidina Hasan dan berharap akan dibatalkan tugasnya.
“Akan tetapi Imam Husein tetap mengatakan lanjutkan wahai Muslim bin Aqil,” kata Buya Yahya.
Setelah tersesat, akhirnya sampailah Muslim bin Aqil di kufah.
“Biarpun Muslim bin Aqil datang dalam sembunyi-sembunyi akan tetapi di sana mendapatkan sambutan yang luar biasa,” ujar Buya Yahya.
Muslim bin Aqil tinggal di rumah seorang warga Kufah dan datanglah orang satu per satu dan memberikan lembaran surat kepada Sayyidina Husein.
“Tercatat lebih dari 20.000 bahkan tertulis sampai 60.000 orang ingin membaiat Imam Husein,” kata Buya Yahya.
Akhirnya, Muslim bin Aqil membuat surat dan dikirimkan kepada Sayyidina Imam Husein.
Adapun isi surat tersebut:
Wahai Imam, ketahuilah sungguh masyarakat Kufah benar-benar telah menantimu. Segeralah datang
“Surat berjalan, Sayyidina bin Aqil berada di Kufah yang kebetulan hadir di masjid saat itu penguasa yang bernama Ibnu Ziyad,” kata Buya Yahya.
Ibnu Ziyad belum lama berkuasa. Namun ia membenci Sayyidina Ali dan Sayyidina Husein.
“Ibnu Ziyad menyampaikan khotbahnya, ia berceramah di situ dan di dalam ceramah itu memberikan ancaman kepada siapapun yang melindungi Husein,” kata Buya Yahya.
Siapapun yang melindungi Sayyidina Husein dan berhubungan akan mendapatkan ancaman berat dari negeri.
“Dikumandangkan di mimbar. Bahkan termasuk Sayyidina Husein dan Sayyidina Ali adalah orang yang biasa dikutuk mimbar saat itu,” kata Buya Yahya.
Muslim bin Aqil mendengar khotbah semacam itu merasa tidak nyaman, sehingga keluar dari masjid pindah dari tempatnya ia tinggal saat itu.
Ia pergi ke tempat seseorang yang kebetulan di rumah itu ada seorang tua yang sedang sakit yang disegani oleh Ibnu Ziyad.
“Sehingga disaat Sakit Ibnu Ziyad berusaha untuk berkunjung ke tempatnya,” kata Buya Yahya.
Saat itulah Muslim bin Aqil diberitahu bahwa itu kesempatan emas untuk membunuh Ibnu Ziyad.
Namun Muslim bin Aqil tidak melakukannya.
“Sambil tersenyum Sayyidina muslim bin Aqil berkata, aku tidak ingin menumpahkan darah di tempatnya Hanik karena Hanik tidak menginginkan ada kejadian semacam ini, yang pertama,” kata Buya Yahya.
“Yang kedua imankulah yang melarang untuk membunuh tanpa dasar kebenaran. Tidak mungkin aku akan membunuh orang yang semacam ini dalam keadaan ia menjadi tamu,” sambung Buya Yahya.
Buya Yahya mengingatkan itulah sifat keluarga Rasulullah SAW.
“Ahlul bait dalam keadaan dia terdesak seperti apapun, ia masih menjaga iman, ia masih menjaga akhlak, ia masih menjaga kemuliaan,” kata Buya Yahya.
Maka loloslah Ibnu Ziyad yang menghina dan membenci ahlul bait.
Namun lama kelamaan, Ibnu Ziyad akhirnya mengetahui bahwa Muslim bin Aqil berada di Kufah.
“Maka Ibnu Ziyad segera marah besar lalu menyuruh kepada siapapun yang bisa menangkap Muslim bin Aqil akan mendapatkan hadiah dan siapapun yang melindungi akan dihukum,” ujar Buya Yahya.
Maka setiap orang menjadi ketakutan. Hingga kemudian Muslim bin Aqil pergi ke rumahnya satu orang yang ternyata saat itu sudah dikepung oleh pasukan-pasukan Ibnu Ziyad.
“Sehingga Muslim bin Aqil pun harus melakukan perlawanan,” kata Buya Yahya.
Namun pasukan Ibnu Ziyad jumlahnya 30 sementara Muslim bin Aqil sendirian. Beliau akhirnya ditangkap.
“Dengan penuh luka-luka di tubuhnya, dan dibawa langsung ke istana Ibnu Ziyad,” ujar Buya Yahya.
Saat Muslim bin Aqil ditangkap, surat kepada Sayyidina Husein yang ia kirimkan sampai.
“Berangkatlah Sayyidina Husein dengan membawa keluarga dan para Ansor,” kata Buya Yahya.
Total rombongan Sayyidina Husein saat itu adalah 73 orang.
Ilustrasi (freepik)
“Menurut para sahabat bertemu dengan Sayyidina Abdullah bin Abbas yang saat itu, Sayyidina Abdullah bin Abbas menegur wahai Husein wahai cucu Rasulullah hendak kemana engkau,” kata Buya Yahya.
Sayyidina Husain menjawab bahwa hendak ke kufah. Kemudian oleh Sayyidina Abdullah bin Abbas diingatkan kembali apa yang menimpa ayah dan kakaknya.
“Dijawab oleh Sayyidina Imam Husein, bahwasannya yang aku pikirkan adalah jika mereka benar sungguh alangkah kecewanya, jika aku tidak datang,” kata Buya Yahya.
“Adapun jika mereka berbohong maka aku pun bisa langsung kembali dalam keadaan selamat dan keadaan baik-baik,” sambung Buya Yahya.
Akhirnya dengan meneteskan air mata, Sayyidina bin Abbas merangkul Sayyidina Husein dan melepaskannya menuju Kufah.
“Di saat itu, Sayyidina Husein juga mengirim surat balasan yang isinya ‘Assalamualaikum kepada saudaraku Muslim bin Aqil dan kaum muslimin yang berada di kufah, Alhamdulillah saat ini kami berada di perjalanan-perjalanan dan insya Allah kami akan segera ketemu dengan engkau semua,” ujar Buya Yahya.
Ilustrasi (freepik)
Surat itu dibawa oleh satu orang yang sangat dipercaya oleh Sayyidina Husein yang bernama adalah Qais bin Mashar.
Namun setelah menangkap Muslim bin Aqil, Ibnu Ziyad mengerahkan pasukan untuk menjaga tempat masuknya orang dari penjuru Mekkah.
“Ibnu Ziyad memerintahkan pasukannya untuk memeriksa orang yang datang membawa berita mengenai Sayyidina Husein atau beliau datang,” kata Buya Yahya.
Kemudian, Muslim bin Aqil dibawa masuk ke istana Ibnu Ziyad.
“Dibiarkan beberapa waktu dan tiba-tiba ada datang orang yang tidak lain adalah Qais bin Mashar yang ditangkap oleh satu oleh pasukannya Ibnu Ziyad,” kata Buya Yahya.
Qais bin Mashar ditangkap lalu digeledah. Kemudian ditemukan surat dari Sayyidina Husein.
“Maka bangga sekali orang yang bernama Al Hurr, waktu itu mendapatkan surat ini aku akan mendapatkan hadiah dari Ibnu Ziyad,” kata Buya Yahya.
Kemudian Qais bin Mashar dibawa ke tempat Ibnu Ziyad dengan membawa surat tersebut.
“Ibnu Ziyad mengatakan jika ingin selamat wahai Qais bin Mashar naik ke atas menara itu dan ceramahlah berikan penerangan kepada orang semua itu,” kata Buya Yahya.
Ibnu Ziyad meminta Qais ceramah di atas dan menghina Sayyidina Ali dan Sayyidina Husein.
Maka, naiklah Qais ke atas mimbar istana Ibnu Ziyad.
“Disaat itu Qais mengucapkan salam dan mengucapkan Hamdalah membaca shalawat kepada Rasulullah, lalu berkata Wahai kaum muslimin ketahuilah aku adalah utusan sebaik-baik makhluk Allah yang ada di bumi saat ini,” ujar Buya Yahya.
“Aku adalah utusan Imam Husain radhiyallahu Anhu untuk engkau semua dan ketahuilah bahwa Imam Husein akan segera datang bergabunglah dengan Imam Husain karena beliau adalah Imam yang adil dan ketahuilah Ibnu Ziyad adalah orang terkutuk,” kata Qais melanjutkan ceramahnya.
:“Dia adalah orang yang paling celaka, la adalah sang Pendusta, Dia adalah orang jahat,” kata Qais, sebagaimana diceritakan oleh Buya Yahya.
Ibnu Ziyad yang mendengar hal tersebut langsung memerintahkan algojonya untuk membunuh Qais bin Mashar.
Ilustrasi Pedang (freepik/fxquadro)
“Setelah itu giliran Muslim bin Aqil,” kata Buya Yahya.
Ibnu Ziyad meminta Muslim bin Aqil memberi salam, namun beliau berkata bahwa salam tidak pantas untuk pembunuh.
“Dijawab oleh Muslim bin Aqil, Akankah Aku mengucapkan salam kepada orang yang akan membunuhku,” kata Buya Yahya.
“Ahlul Bait tidak pernah takut nggak ada sembunyi- sembunyi dalam keadaan terdesak masih berani,” sambung Buya Yahya.
Mendengar hal itu, Ibnu Ziyad marah. Lalu dibawa Muslim bin Aqil ke atas istana dan dibunuh.
“Inilah awal kesyahidan ahlul bait,” ujar Buya Yahya.
Namun sebelum dibunuh, Muslim bin Aqil sempat membisikkan permohonan kepada seseorang yang ia percaya.
“Tolong sampaikan kepada Imam Husein bahwa keadaanku seperti ini,” kata Buya Yahya.
Surat itu diterima Sayyidina Husein saat beliau mendekati Karbala.
“Sayyidina Husein berlinang air mata dan di depannya ternyata mereka pasukan kuda dipimpin Al Hur,” kata Buya Yahya.
Kemudian Sayyidina Husein melihat ke Ahlul Bait dan akhirnya meminta semua mundur.
“Beliau maju sendiri,” kata Buya Yahya.
Sayyidina Husein kemudian menanyakan siapa pemimpin pasukan dan apa tugas yang diberikan.
Ilustrasi (Ist)
“Kami mendapat perintah dari Ibnu Ziyad untuk tak sampai ke Kufah,” kata Buya Yahya.
Sayyidina Husein ternyata ditipu oleh orang yang mengaku cinta kepadanya.
“Imam Husein berkumpul malam harinya tanggal 3 Muharram tahun 61 hijriah,” kata Buya Yahya.
Saat itu, Sayyidina Husein meminta semua mundur dan kembali ke Mekkah.
Hal ini karena yang diinginkan Ibnu Ziyad adalah dirinya.
Sayyidina Husein tak ingin yang menimpa Muslim bin Aqil terjadi pada Ahlul Bait dan pecintanya.
Namun seluruhnya tak ingin meninggalkan Sayyidina Husein sendiri dalam bahaya.
“Wahai Imam Husein tidak aku tidak akan pulang dalam keadaan selamat, sementara engkau akan mengalami satu hal yang berat aku tidak akan membiarkan pedang mendekati lehermu,” ujar Buya Yahya menjelaskan apa yang dikatakan para pengikut Sayyidina Husein di rombongan itu.
“Aku tidak akan membiarkanmu pedang sedekat mu sebagai masih ada darah mengaliri tubuhku,” tambahnya.
Mendengar hal itu, Sayyidina Husein menitikkan air mata dan semakin deras.
“Kemudian pasukan datang bertambah mulai dari 1000, datang 4000 lagi bahkan datang 6000 lagi. Ribuan pasukan didatangkan oleh Ibnu ziyad setelah dipimpin oleh Hurr, kemudian dipimpin oleh yang terakhir oleh Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash,” ujar Buya Yahya.
Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash adalah pemimpin pasukan terbesar yang saat itu punya tugas untuk segera menghabisi Sayyidina Husein.
“Imam husein lalu datang lagi dan ingin bertemu dengan Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash pemimpin mereka,” kata Buya Yahya.
Sayyidina Husein bertanya kepada Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash memastikan apa yang dikehendaki.
“Mau tidak mau kami harus membawamu ke Kufah bertemu Ibnu Ziyad,” kata Buya Yahya.
Setelah itu seperti biasa imam Husein melakukan shalat.
“Uniknya saat Imam Husein shalat para pasukan pasukan Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash juga ikut shalat di belakangnya Imam Husein,” kata Buya Yahya.
“Karena mereka masih mempercayai sebetulnya kemuliaan adalah di tangan Imam Husein,” sambung Buya Yahya.
Namun kata Buya Yahya sayangnya, mereka cinta dunia dan itu menjadikan mereka lupa kepada kebenaran yang sesungguhnya.
Kemudian, Imam Husein mencoba untuk mendekat kepada Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash dan mencoba memberikan pilihan.
“Kelihatannya keadaan tidak memungkinkan untuk aku berangkat ke Kufah,”
“Sekarang aku minta salah satu dari tiga pilihan jika engkau mau pilihan,”
Pilihan apa yang diberikan oleh Imam Husein?
“Adalah biarkan aku kembali ke makkah satu,” ujar Buya Yahya.
“Yang kedua biarkan aku melanjutkan perjalanan ke Syam saja ketemu Yazid,
yang ketiga biarkan aku kembali ke mana saja pergi, kemana saja yang penting aku tidak berbenturan dengan pasukan,” sambung Buya Yahya.
Kemudian dijawab oleh Umar, wahai Husein akan aku laporkan kepada atasanku.
Kemudian Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash memberikan kabar kepada Ibnu Ziyad Ubaidillah.
“Apa kata Ubaidillah bin Ziyad? Aku tidak memerintahkan kepada Umar untuk memperpanjang urusan,” kata Buya Yahya.
Kemudian Ibnu Ziyad menyuruh salah satu bawahannya pergi dengan membawa pasukannya.
Ibnu Ziyad memerintahkan jika Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash tidak segera membunuh Sayyidina Husein maka ia yang akan dibunuh.
“Bertemu Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash lalu mengatakan bahwa aku mendapatkan perintah dari Ibnu Ziyad agar memerintahkan kepadamu agar engkau segera membunuh Husein dan kawan-kawannya,” kata Buya Yahya.
Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash mendapatkan perintah seperti ini juga bingung.
Akhirnya Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash segera persiapkan pasukan dan menyerang Sayyidina Husein dan kawan-kawannya.
“Akan tetapi Imam Husein menyetop . Wahai Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash jika kita harus perang tolong beri aku kesempatan semalam saja esok harilah waktunya malam itu, malam jumat,” kata Imam Husein saat itu.
Kemudian, Imam Husein dan seluruh ahlul bait dan sahabat memohon kepada Allah SWT.
“Ya Allah engkaulah yang akan membuka segala kesusahan dan engkau harapanku di hati, saat kami berada dalam kesempitan, ya allah ya allah engkaulah penguasa segala nikmat dan engkaulah pemilik segala kebaikan. Doa itu dipanjatkan sepanjang malam,” kata Buya Yahya.
Kemudian Imam Husein berpikir saat tertidur tiba-tiba terbangun kaget.
Saudara perempuanya yakni Zainab bertanya mengapa beliau kaget seperti itu.
“Aku melihat kakek, dan Rasulullah bersabda wahai Husein esok sore kau berkumpul di tempatku, ia sadar esok akan wafat,” kata Buya Yahya.
Kemudian Imam Husein menggunakan jubah Rasulullah yang sudah dalam di dalam, sementara baju bagus miliknya di luar.
“Kemudian di pagi hari peperangan dimulai. 73 pasukan Imam Husein menghadapi ribuan,” kata Buya Yahya.
Ahlul Bait dan para sahabat bergantian menjaga Sayyidina Husein.
“Satu persatu ahlul bait meninggal dalam peperangan itu. Terakhir Sayyidina Abbas,” ujar Buya Yahya.
Pemakaman Baqi, Tempat Dimana Ahlul Bait Dimakamkan (ANTARA)
Hingga akhirnya tak ada yang tersisa, kecuali Sayyidina Husein.
“Pasukan yang mendapatkan perintah tapi mereka tahu itu cucu Rasulullah, yang dipukul hanya kuda,” kata Buya Yahya.
Imam Husein kemudian turun dari kuda namun pasukan yang diperintahkan membunuhnya juga masih belum berani.
“Mereka berharap orang lain yang melakukan,” kata Buya Yahya.
Namun akhirnya teriaklah Syimr bin Dzil Jausyan dan ia meminta pasukan memegang Sayyidina Husein dan kemudian ia memenggal kepala cucu Rasulullah SAW itu.
“Bersama jatuhnya Imam Husein maka ketahuilah terperosok terjerumus manusia terkutuk ke dalam neraka jahannam,” kata Buya Yahya.
Imam husein meninggal dalam keadaan mati syahid pada 10 Muharram 61 Hijriah.
Ahlul bait yang selamat adalah Imam Ali Zainal Abidin. Beliau saat itu sekitar usia 17 tahun dan sedang dalam keadaan sakit.
“Ingat Sayyidah Zainab ada keluarga Rasulullah, keluarga Imam Husein yang bernama Ali Zainal Abidin, Al-Azwar, Imam Ali Zainal Abidin,” kata Buya Yahya.
Saat Sayyidina Husein berada di medan perang, beliau ingin berusaha untuk keluar tapi ditahan oleh ibunya.
“Kebetulan Imam Zainal Abidin sakit dan sakitnya ternyata membawa rahmat karena sakit tidak ikut perang maka selamat dan dari imam ali zainal abidin. Itulah keturunan imam keturunan Al-Husein para habaib,” kata Buya Yahya. *mg3
Wallahua’lam bisawab
Load more