Manusia diberi nafs untuk menentukan pilihan-pilihan hidup, dan selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan kebudayaan manusia.
Dalam kondisi adanya pilihan-pilihan hidup ini, manusia diberi tuntunan supaya tetap harmoni dan teratur sebagaimana alam semesta telah diciptakan-Nya.
Allah swt berfirman,
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (penciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S. al-Syams [91]: 7–10).
Wujud dari rahmat Allah, agar jiwa dan akal manusia dapat terpelihara dan dapat berfungsi menjaga tempat dan media yang telah tersedia, Allah mengajarkan tarbiyah lainnya, yaitu tarbiyah syar’iyyah ta’līmiyyah (pemeliharaan syariat dan pengajaran), dengan menurunkan wahyu kepada salah seorang di antara para nabi untuk menyempurnakan fitrah manusia dengan ilmu dan amal.
Untuk itu, selain Tuhan tidak ada yang boleh membuat syariat ibadah apapun, misalkan dengan cara menghalalkan dan mengharamkan sesuatu sekehendaknya tanpa izin dari Allah swt.
Pada tarbiyyah inilah Allah memberi hukuman bagi yang melanggar dan pahala bagi yang taat.
Dengan cara seperti ini, kita sadar bahwa hukuman Allah kepada manusia bukanlah siksaan atau bentuk ketidaksayangan Allah, tetapi bentuk penyegaran dan pelatihan untuk mencapai kedewasaan.
Load more