tvOnenews.com - Dalam berkehidupan sosial, tak jarang seseorang mengalami perselisihan dengan orang lain. Ustaz Adi Hidayat dalam sebuah ceramahnya mendapat pertanyaan, bagaimana cara meminta maaf pada orang yang sudah meninggal dunia?
Menurut Ustaz Adi Hidayat cara untuk menghapus dosa kepada orang yang sudah meninggal dunia dapat dilakukan dengan dua tahapan.
“Pertama bergegas untuk beristighfar dulu kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memohon ampun karena pada akhirnya hakim tertinggi yang akan mengadili kita semua dalam kehidupan adalah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى,” kata Ustaz Adi Hidayat, dilansir dari kanal Youtube resminya, Minggu (13/8/2023).
Dengan kebeningan niat untuk kembali kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى lewat beristighfar dan mengoreksi diri niscaya akan sampai niatnya dan diampuni dosa-dosanya. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dengan itu menggugurkan hubungan yang kurang baik antara seseorang dengan orang yang telah wafat.
Dalilnya terdapat dalam Al Quran surah Ali Imran ayat 133, sebagai berikut:
وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ
Artinya: Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.
“Bergegaslah engkau untuk mengoreksi diri, memohon ampunan kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى karena dalam berkehidupan pasti banyak salah sehingga ketika pulang mendapatkan tempat yang baik berupa surga yang disiapkan untuk orang takwa,” jelas Ustaz Adi Hidayat.
Kemudian tipikal orang bertakwa yang dimaksud dijelaskan dalam ayat selanjutnya 134, sebagai berikut:
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
Artinya: (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.
Orang bertaqwa dalam ayat ini ternyata disebutkan oleh Allah cirinya bukan mereka yang meningkat ibadah spiritualnya tetapi ibadah sosialnya.
“Dia yang gemar berbagi baik dalam keadaan lapang maupun sulit, mampu menahan amarah, lalu memaafkan orang lain,” terang Ustaz Adi Hidayat.
“Sifat memaafkan dan berusaha untuk meminta maaf itu tinggi sekali nilainya di hadapan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى,” imbuhnya.
Orang yang mudah memaafkan atau segera meminta maaf akan jauh lebih lapang hatinya sehingga pantas mendapat surga-Nya Allah yang seluas langit dan bumi.
“Setelah meminta ampunan kepada Allah, kalau ada ahli warisnya kunjungi, kemudian bangun silaturahim. Sampaikan secara umum permohonan maaf selama bergaul dengan almarhum punya kesalahan,” tutur Ustaz Adi Hidyat.
“Perhatikan mungkin meninggalkan ahli waris misal anaknya atau siapapun, berikan hadiah yang terbaik. Setelah itu tawakal pada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى,” tambahnya.
“Muncullah dalam diri kita ke lapangan. Satu perasaan lapang yang menjadikan perbuatan-perbuatan kita kemudian lebih nyaman,” ujar Ustaz Adi Hidayat.
“Hubungan dengan keluarga yang ditinggalkan juga jadi lebih baik dan tidak ada sekat lagi yang menjadikan merasa terganjal kecuali bisikan-bisikan setan saja,” sambungnya.
Selain dua cara di atas, orang-orang soleh terdahulu dan para ulama bahkan kadang-kadang bersedekah atas nama orang yang pernah menyakitinya.
“Kan itu nggak normal ya. Biasanya kita yang menyakiti orang lalu bersedekah atas nama dia karena merasa bersalah. Ini mereka killing cari orang fakir-miskin lalu sedekah dengan niat apa supaya Allah menjadikan si fulan yang kurang jadi lebih baik,” ujar Ustaz Adi Hidayat.
Kebiasaan mendoakan kebaikan untuk orang yang menyakiti juga sering dicontohkan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Sebagaimana beliau mendoakan Umar bin Khattab supaya menjadi baik, hingga yang semula ingin membunuh malah berbalik masuk Islam dan menjadi pelindung Nabi Muhammad.
Kisah serupa juga terjadi saat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berdakwah ke wilayah Thaif. Alih-alih mendapat sambutan, beliau justru dilempari batu oleh anak-anak Thaif hingga terluka.
Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak meminta azab atas mereka padahal malaikat Jibril sudah diturunkan dan siap menimpakan bukit Thaif ini kepada mereka.
“Ya Rasul, apapun yang engkau minta, saat ini juga apabila harus diangkat bukit (Thaif) ini dan ditimpakan ke mereka yang menyakitimu, maka seketika akan aku laksanakan,” kata malaikat Jibril.
Namun Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menolak pilihan itu malah justru mendoakan kebaikan bagi Bani Thaif.
“Bisa jadi mereka menyakitiku bukan karena sengaja ingin melukai, tapi mungkin memang mereka belum paham manfaat risalah (agama) ini. Saya berharap di kemudian hari ada keturunan Bani Thaif yang beriman kepada Allah,” jawab Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ seraya mendoakan.
Benar saja, doa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tersebut diijabah dan beberapa waktu kemudian anak keturunan Bani Thaif berbondong-bondong masuk Islam dan menjadi pelindung Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Makanya kalau ada teman, mitra, atau bahkan keluarga yang kurang baik, minimal kita berdoa yang baik. Surga itu begitu luas, jangan maunya soleh sendiri,” pungkas Ustaz Adi Hidayat. (amr)
Load more