Jakarta, tvOnenews.com - Debat yang baik adalah sebuah pertukaran argumen atau pandangan antara dua orang atau lebih dengan tujuan mempengaruhi pendapat pendengar atau penonton.
Berikut salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan cara berdebat.
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Ud‘u ilā sabīli rabbika bil-ḥikmati wal-mau‘iẓatil-ḥasanati wa jādilhum bil-latī hiya aḥsan(u), inna rabbaka huwa a‘lamu biman ḍalla ‘an sabīlihī wa huwa a‘lamu bil-muhtadīn(a).
Artinya:
Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah) dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.
Usai menyebut keteladanan Nabi Ibrahim sebagai imam, nabi, dan rasul, dan meminta Nabi Muhammad untuk mengikutinya, pada ayat ini Allah meminta beliau menyeru manusia ke jalan Allah dengan cara yang baik,
“Wahai Nabi Muhammad, seru dan ajaklah manusia kepada jalan yang sesuai tuntunan Tuhanmu, yaitu Islam, dengan hikmah, yaitu tegas, benar, serta bijak, dan dengan pengajaran yang baik.
Dan berdebatlah dengan mereka, yaitu siapa pun yang menolak, menentang, atau meragukan seruanmu, dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Yang Maha Memberi petunjuk dan bimbingan, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dan menyimpang dari jalan-Nya, dan Dialah pula yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk dan berada di jalan yang benar.”
Dalam ayat ini, Allah swt memberikan pedoman kepada Rasul-Nya tentang cara mengajak manusia (dakwah) ke jalan Allah.
Jalan Allah di sini maksudnya ialah agama Allah yakni syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Allah SWT meletakkan dasar-dasar dakwah untuk pegangan bagi umatnya di kemudian hari dalam mengemban tugas dakwah.
Pertama, Allah SWT menjelaskan kepada Rasul-Nya bahwa sesungguhnya dakwah ini adalah dakwah untuk agama Allah sebagai jalan menuju ridha-Nya, bukan dakwah untuk pribadi dai (yang berdakwah) ataupun untuk golongan dan kaumnya.
Rasul saw diperintahkan untuk membawa manusia ke jalan Allah dan untuk agama Allah semata.
Kedua, Allah swt menjelaskan kepada Rasul saw agar berdakwah dengan hikmah.
Hikmah itu mengandung beberapa arti:
a. Pengetahuan tentang rahasia dan faedah segala sesuatu. Dengan pengetahuan itu sesuatu dapat diyakini keberadaannya.
b. Perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batil atau syubhat (meragukan).
c. Mengetahui hukum-hukum Al-Qur’an, paham Al-Qur’an, paham agama, takut kepada Allah, serta benar perkataan dan perbuatan.
Arti hikmah yang paling mendekati kebenaran ialah arti pertama yaitu pengetahuan tentang rahasia dan faedah sesuatu, yakni pengetahuan itu memberi manfaat.
Dakwah dengan hikmah adalah dakwah dengan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan rahasia, faedah, dan maksud dari wahyu Ilahi, dengan cara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi, agar mudah dipahami umat.
Ketiga, Allah swt menjelaskan kepada Rasul agar dakwah itu dijalankan dengan pengajaran yang baik, lemah lembut, dan menyejukkan, sehingga dapat diterima dengan baik.
Tidak patut jika pengajaran dan pengajian selalu menimbulkan rasa gelisah, cemas, dan ketakutan dalam jiwa manusia.
Orang yang melakukan perbuatan dosa karena kebodohan atau ketidaktahuan, tidak wajar jika kesalahannya itu dipaparkan secara terbuka di hadapan orang lain sehingga menyakitkan hati.
Khutbah atau pengajian yang disampaikan dengan bahasa yang lemah lembut, sangat baik untuk melembutkan hati yang liar dan lebih banyak memberikan ketentraman daripada khutbah dan pengajian yang isinya ancaman dan kutukan-kutukan yang mengerikan.
Namun demikian, menyampaikan peringatan dan ancaman dibolehkan jika kondisinya memungkinkan dan memerlukan.
Untuk menghindari kebosanan dalam pengajiannya, Rasul saw menyisipkan dan mengolah bahan pengajian yang menyenangkan dengan bahan yang menimbulkan rasa takut.
Dengan demikian, tidak terjadi kebosanan yang disebabkan uraian pengajian yang berisi perintah dan larangan tanpa memberikan bahan pengajian yang melapangkan dada atau yang merangsang hati untuk melakukan ketaatan dan menjauhi larangan.
Keempat, Allah swt menjelaskan bahwa bila terjadi perdebatan dengan kaum musyrikin ataupun ahli kitab, hendaknya Rasul membantah mereka dengan cara yang baik.
Suatu contoh perdebatan yang baik ialah perdebatan Nabi Ibrahim dengan kaumnya yang mengajak mereka berpikir untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sehingga menemukan kebenaran.
Tidak baik memancing lawan dalam berdebat dengan kata yang tajam, karena hal demikian menimbulkan suasana yang panas.
Sebaiknya diciptakan suasana nyaman dan santai sehingga tujuan dalam perdebatan untuk mencari kebenaran itu dapat tercapai dengan memuaskan.
Perdebatan yang baik ialah perdebatan yang dapat menghambat timbulnya sifat manusia yang negatif seperti sombong, tinggi hati, dan berusaha mempertahankan harga diri karena sifat-sifat tersebut sangat tercela.
Lawan berdebat supaya dihadapi sedemikian rupa sehingga dia merasa bahwa harga dirinya dihormati, dan dai menunjukkan bahwa tujuan yang utama ialah menemukan kebenaran kepada agama Allah swt.
Kelima, akhir dari segala usaha dan perjuangan itu adalah iman kepada Allah swt, karena hanya Dialah yang menganugerahkan iman kepada jiwa manusia, bukan orang lain ataupun dai itu sendiri.
Dialah Tuhan Yang Maha Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang tidak dapat mempertahankan fitrah insaniahnya (iman kepada Allah) dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan, hingga dia menjadi sesat, dan siapa pula di antara hamba yang fitrah insaniahnya tetap terpelihara sehingga dia terbuka menerima petunjuk (hidayah) Allah swt.
Itulah tafsir Surah An Nahl ayat 125 yang dilansir dari Kementerian Agama (Kemenag).
Semoga artikel ini bermanfaat.
Disarankan bertanya langsung kepada ulama, pendakwah, ustaz atau ahli agama Islam, agar mendapatkan pemahaman yang lebih dalam.
Wallahua’alam
(put)
Load more