Ada semacam anggapan bahwa ketika masyarakat menerima sesuatu, khususnya benda atau materi dari elite politik menjelang pemilu, masyarakat menamakan pemberian itu sedekah. Karena dianggap sebagai sedekah, maka masalahnya dianggap pula selesai.
Butuh waktu panjang untuk menghilangkan politik uang menjelang pemilu karena politik uang merupakan masalah budaya sehingga yang harus dibenahi adalah budaya hukum di masyarakat.
Untuk mengubah budaya tersebut haruslah dimulai dari tingkat desa. Karena desa memiliki struktur pemerintahan yang berdaulat dan masyarakat memiliki kedaulatan. Perlu juga melibatkan mahasiswa menyosialisasikan bahaya politik uang bagi keberlangsungan demokrasi.
Namun yang paling penting, masyarakat harus berani dan mampu menolak politik uang. Jangan lagi menggunakan slogan "terima uangnya, pilih yang lain". Tagline ini menjadi berbahaya karena akan mendidik budaya hipokrit atau munafik.
"Kalau mau bersih sekalian kita budayakan antipolitik uang," tegas Gugun.
Pakar ilmu politik UGM Yogyakarta Mada Sukmajati menyatakan desa merupakan tempat terbaik dan strategis melakukan transformasi atau perubahan sosial, salah satunya menghapus budaya politik uang. Melalui transformasi di desa maka bisa memacu perubahan di atasnya.
"Saya kira mengakhiri politik uang pola 'bitingan' (batang lidi untuk menilai jumlah nilai uang dan jumlah hasil suara) menjelang pemilihan kepala desa (pilkades) akan berpengaruh besar pada pemilu (politik elektoral) di atasnya," kata Mada Sukmajati.
Skema politik uang lebih banyak dilakukan menjelang hari pemungutan suara atau pencoblosan, karena masyarakat akan lebih mengingat mereka yang memberikan pada akhir meskipun jumlahnya lebih kecil.
Load more