Jakarta, tvOnenews.com - Allah SWT dengan tegas melarang hambaNya untuk hidup bermegah-megahan.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam surat at-Takasur.
Berikut ayat terakhir dari surat at-Takasur beserta tafsirnya.
ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَىِٕذٍ عَنِ النَّعِيْمِ ࣖ
Ṡumma latus'alunna yauma'iżin ‘anin-na‘īm(i).
Artinya:
Kemudian, kamu pasti benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu).
Kemudian, pada saat kamu menyaksikan neraka Jahim dengan mata kepalamu, kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan yang kamu jadikan bahan bermegah-megahan di dunia itu, seperti harta, keturunan, pengikut, dan sebagainya.
Semua itu pada hakikatnya adalah cobaan.
Jika diperoleh secara halal dan digunakan dengan benar, semua itu akan menguntungkan pemiliknya, baik di dunia maupun akhirat.
Bila tidak, semua itu akan menjadikan hidup pemilik-nya tidak berkah dan menjerumuskannya ke dalam siksaan Allah di akhirat nanti.
Allah lebih memperkuat lagi celaan-Nya terhadap mereka dengan mengatakan bahwa sesungguhnya mereka akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan-kenikmatan yang mereka megah-megahkan di dunia, apa yang mereka perbuat dengan nikmat-nikmat itu.
Apakah mereka telah menunaikan hak Allah daripadanya, atau apakah mereka menjaga batas-batas hukum Allah yang telah ditentukan dalam bersenang-senang dengan nikmat tersebut.
Jika mereka tidak melakukannya, ketahuilah bahwa nikmat-nikmat itu adalah puncak kecelakaan di hari akhirat.
Diriwayatkan dari Nabi Muhammad, beliau berkata:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ سِرْبِهِ مُعَافًى فِيْ جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوْتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّهُ حِيْزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيْرِهَا. (رواه البخاري وأبو داود والترمذي وابن ماجه عن عبيد الله محصن)
Barangsiapa di antara kamu yang bangun pagi dalam keadaan aman sentosa pada dirinya atau aman di tempatnya, sehat wal afiat badannya serta mempunyai bekal hidup untuk harinya, maka seolah-olah dunia dengan segala kekayaannya telah diserahkan kepadanya. (Riwayat al-Bukhārī, Abū Dāwud, at-Tirmiżī, dan Ibnu Mājah dari ‘Ubaidillāh bin Muhṣan)
Itulah tafsir yang dilansir tvOnenews.com dari Kementerian Agama (Kemenag).
Semoga artikel ini bermanfaat.
Wallahu’alam
(put)
Load more