Jakarta, tvOnenews.com - Anak yatim adalah seseorang yang ayahnya meninggal dunia.
Memuliakan anak yatim adalah anjuran dalam Islam.
Bahkan Rasulullah SAW menjamin surga bagi yang merawat dan memuliakan anak yatim.
Salah satunya dalam surat An Nisa ayat 2.
Dalam surat tersebut diingatkan bahwa jika anak yatim itu dewasa hartanya harus diberikan.
Allah SWT juga melarang seorang Muslim memakan atau menukar harta anak yatim itu.
Berikut lafadz, arti dan tafsir dari surat An Nisa ayat 2.
وَاٰتُوا الْيَتٰمٰىٓ اَمْوَالَهُمْ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيْثَ بِالطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَهُمْ اِلٰٓى اَمْوَالِكُمْ ۗ اِنَّهٗ كَانَ حُوْبًا كَبِيْرًا
Wa ātul-yatāmā amwālahum wa lā tatabaddalul-khabīṡa biṭ-ṭayyib(i), wa lā ta'kulū amwālahum ilā amwālikum, innahū kāna ḥūban kabīrā(n).
Artinya: Berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka. Janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar.
Ayat berikut ini menjelaskan siapa yang harus dipelihara hak-haknya dalam rangka bertakwa kepada Allah.
Dan berikanlah, wahai para wali atau orang yang diberi wasiat mengurus, kepada anak-anak yatim yang sudah dewasa lagi cerdas untuk mengelola harta mereka sendiri yang ada di dalam kekuasaanmu, dan janganlah kamu menukar harta anak yatim yang baik, lalu karena ketamakan kamu mengambil atau menukar harta mereka.
Tindakan itu sama halnya menukar yang baik dengan yang buruk.
Dan demikian pula, janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu dengan ikut memanfaatkan harta mereka demi kepentingan diri sendiri.
Sungguh, tindakan menukar dan memakan itu adalah dosa yang besar. Jika kamu melakukan hal itu, kamu akan mendapat laknat dan murka dari Allah.
Ayat ini ditujukan kepada para penerima amanat agar memelihara anak yatim dan hartanya.
Anak yatim ialah setiap anak yang ayahnya telah meninggal dunia, dan masih kecil (belum mencapai usia dewasa).
Orang yang diserahi amanat untuk menjaga harta anak yatim haruslah memelihara harta tersebut dengan cara yang baik.
Tidak boleh ia mencampurkan harta anak yatim itu dengan hartanya sendiri, sehingga tidak dapat dibedakan lagi mana yang harta anak yatim dan mana yang harta sendiri.
Juga tidak dibenarkan ia memakan harta tersebut untuk dirinya sendiri apabila ia dalam keadaan mampu.
Apabila hal tersebut dilakukan juga maka berarti ia telah memakan harta anak yatim dengan jalan yang tak benar.
Dalam keadaan ini ia akan mendapat dosa yang besar.
Apabila anak yatim itu telah mencapai umur dewasa dan cerdik mampu mengatur dan menggunakan harta, hendaklah hartanya itu segera diserahkan kepadanya, sebagaimana akan diterangkan pada ayat 5 surah ini.
Para mufasir dalam menafsirkan perkataan “anak yatim” dalam ayat ini terdapat dua pendapat. Pendapat pertama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “anak yatim” di sini ialah yang belum baligh, sebagai pendahulu ayat 5 surah ini, sejalan dengan penafsiran yang dikemukakan di atas.
Pendapat kedua menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “anak yatim” di sini ialah yang sudah baligh, sejalan dengan sebab turunnya ayat ini, riwayat Ibnu Abi Ḥātim dari Sa’īd bin Jubair bahwa seorang laki-laki dari suku Banu Gaṭafān menyimpan harta yang banyak milik anak yatim, yaitu anak saudara kandungnya.
Ketika anak tersebut baligh, dia meminta hartanya itu, tetapi pamannya tidak mau memberikannya.
Hal ini diadukan kepada Nabi Muhammad saw, maka turunlah ayat ini.
Aṡ-Ṡa’labi meriwayatkan dari Ibnu Muqatil dan al-Kalbī bahwa paman anak itu tatkala mendengar ayat ini berkata, “Kami taat kepada Allah dan Rasul-Nya, kami berlindung kepada Allah dari dosa besar.”
Itulah tafsir surat An Nisa ayat 2 yang dilansir tvOnenews.com dari Qur’an Kementerian Agama (Kemenag).
Wallahu’alam
(put)
Load more