Belanda, tvOnenews.com - Bulan Ramadhan tak hanya bergelimpang rahmat, berkah dan ampunan. Namun, di bulan Ramadhan banyak juga terdapat cerita unik, pilu, hingga gembira, baik itu di negeri sendiri, maupun di negeri orang.
Salah satunya cerita Ramadhan tentang kerinduan saat di negeri Belanda. Yakni cerita dari Nabila Putri Hafshari, seorang mahasiswa Magister di Wageningen University and Research.
Ia katakan, Ramadhan 1445 H, merupakan ibadah puasa dengan suasana yang berbeda. Pasalnya, ia harus menjalani ibadah puasa pertama kalinya di Belanda.
Baru tiga (3) bulan, kata dia, dirinya menyecahkan kakinya di negeri yang dikenal negara kincir angin itu.
“Ya, di puasa tahun ini benar-benar berbeda, jauh dari keluarga, bahkan dengan budaya yang juga sangat berbeda dengan di Indonesia, terutama di Medan,” kata Nabila Putri Hafshari dengan nada suara yang penuh rindu rumah kepada tvOnenews.com, Sabtu (23/3/2024).
Selain itu, Nabila Putri Hafshari yang akrab disapa Bila menjelaskan, bahwa di Belanda sudah mulai puasa sejak tanggal 11 Maret lalu.
“Di sini (Belanda) kita mulai duluan, tanggal 11 sudah mulai puasa, jadi di negeri ini mengikuti tanggal puasa yang di Arab,” ungkap Nabila Putri Hafshari yang akrab dipanggil Bila.
Bila yang merupakan warga Jalan Juanda, Kota Medan juga menceritakan, bahwa menjalankan puasa jauh dari keluarga, bukan pertama kali baginya.
Memang, sebelumnya, ia akui dirinya pernah menjalankan puasa jauh dari keluarga saat kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Namun, kata dia, UGM tak begitu jauh dari kampung halamannya. Tak seperti Belanda, yang begitu jauh dari kampung halaman dan tanpa makanan-makanan khas Indonesia.
Maka, ia katakan, pada Ramadhan kali ini memang berbeda sekali, karena berpuasa di luar negeri.
“Karena di sini muslim minoritas ya, jadi di kampus ya banyak yang makan. Kemarin di kelas, ada reward dikasih jajan dari dosen dan saya nggak bisa makan (sekelas yang muslim cuma 3 orang dari 40 orang),” cerita Bila.
Bahkan yang lebih ironinya dan menjadi tantangan baginya, kata Bila, selama berpuasa di luar negeri, waktu puasanya lebih lama dibandingkan dengan Indonesia.
Kemudian ditambah lagi cuacanya, yang sangat berbeda dengan Indonesia.
“Puasa disini lebih lama, awal puasa ini kita dapet 13 jam, lalu di akhir-akhir nanti bisa sampe 16 jam puasanya. Untungnya, saat ini nggak panas dan udaranya nggak lembab, karena lagi transisi musim dingin ke semi,” ungkap Bila.
Tak sampai di situ saja, Bila juga menceritakan, di bulan Ramadhan kali banyak yang dirindukan dari Indonesia.
Terutama, rindu menjalankan ibadah puasa dengan keluarga, ayah dan ibu serta dengan saudara dan teman-teman.
"Rindu buka puasa, sahur bersama dengan bapak dan emak. Apalagi menyantap hidangan khas yang disajikan emak, ya rendang buatan emak, aku rindu kali pun," ujar Bila dengan kata yang terbata-bata.
“Jadi, kalau sahur kan biasa tiap tahun ada rendang, nah sekarang ya nggak ada, karena mau bikin bumbunya juga nggak ada. Kalau buka puasa kangen minum es teler dan es-es lainnya yang biasanya ada di Indonesia, sekarang buka puasa pake air putih anget sama kurma aja udah senang,” lanjut Bila menceritakan.
Maka, kata dia, untuk mengobati kerinduan, dirinya biasanya akan masak makanan untuk sahur dan berbuka sendiri.
Namun, juga bukan memasak rendang. “Nah, sahur dan buka puasa coba masak sendiri, karena kalau jajan mahal dan kurang cocok sama lidah. Tapi untungnya tetap ada yang jual kurma (beli di toko orang Turki), jadi bisa lebih santai untuk buka atau sahur,” tutur Bila.
Di samping itu, ia katakan, berada di negara minoritas muslim, membuatnya harus menjalani ibadah puasa yang berbeda dari Indonesia.
“Di sini benar-benar nggak ada aura-aura ramadhannya, jadi nggak kerasa puasanya sama sekali. Tapi untungnya banyak toko-toko Turki jadi tetap bisa menyantap kurma,” ungkapnya.
Kemudian, ditanya soal masjid, ia katakan, jarak masjid begitu jauh dari tempatnya tinggalnya.
Nah, hal itu katanya membuat dirinya jarang untuk melaksanakan salat tarawih berjamaah di masjid.
“Jadi selama di sini, aku salat tarawih sendiri, karena masjid jauh dan mulainya malem banget di atas jam 8 malam,” ujar Bila.
Selanjutnya, ditanya soal kelompok muslim Indonesi di Belanda? ia katakan, memang sejak Ramdhan di Belanda, dirinya juga beberapa kali bergabung bersama kelompok muslim, yang kebanyakan merupakan orang Indonesia.
Ia berkumpul tak lain untuk buka puasa bersama atau sekadar ngumpul dan mengaji bersama.
“Weekend nanti kumpul sama temen-teman Indonesia seangkatan yang ada di sini untuk melakukan pengajian atau buka puasa bersama. Biasanya pengajian sini juga ngadain bukber,“ tuturnya.
Lalu, ditanya soal pulang kampung saat lebaran, Bila katakan, dirinya bakal tidak balik ke kampung halamannya saat lebaran untuk merayakan Lebaran bersama keluarga.
“Karena memang baru mulai kuliah, jadi nggak memungkinkan untuk pulang ke Medan. Tahun ini akan merayakan Idul Fitri bersama teman-teman di sini (Belanda),” cerita Bila saat Ramadhan di Belanda. (aag)
Load more