Jakarta, tvOnenews.com - Kehadiran wali termasuk dalam salah satu rukun nikah.
Wali memiliki kewenangan untuk menikahkan calon mempelai perempuan.
Namun dalam kehidupan di masyarakat kerap ditemui seorang anak perempuan hidup bersama dengan ayah tirinya.
Hal ini biasanya karena ibunya telah menikah lagi dengan suami baru yang tiada lain adalah ayah tirinya tersebut.
Bolehkah Ayah Tiri Jadi Wali Nikah? Simak Kajian Fiqih Berikut Ini (Sumber: pixabay)
Mengenai wali nikah seorang perempuan, syariat Islam telah menentukan siapa yang berhak.
Secara garis besar dalam hukum Islam, wali yang berhak menikahkan seorang perempuan adalah mereka yang memiliki garis hubungan darah dengan perempuan tersebut, sebagaimana dilansir dari penjelasan Tim Layanan Syariah, Ditjen Bimas Islam, Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Urutan Prioritas Wali yang Berhak Menikahkan Seorang Perempuan
Urutan prioritas wali yang berhak menikahkan seorang perempuan, dijelaskan oleh Imam Abu Suja’ dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrîb (Surabaya, Al-Hidayah: 2000), halaman 31.
Berikut penjelasan mengenai urutan prioritas tersebut.
وأولى الولاة الأب ثم الجد أبو الأب ثم الأخ للأب والأم ثم الأخ للأب ثم ابن الأخ للأب والأم ثم ابن الأخ للأب ثم العم ثم ابنه على هذا الترتيب فإذا عدمت العصبات فالحاكم
“Wali paling utama ialah ayah, kakek (ayahnya ayah), saudara lelaki seayah seibu (kandung), saudara lelaki seayah, anak lelaki saudara lelaki seayah seibu (kandung), anak lelaki saudara lelaki seayah, paman dari pihak ayah, dan anak lelaki paman dari pihak ayah. Demikianlah urutannya. Apabila tidak ada waris ‘ashabah, maka (walinya adalah) hakim.”
Maka dalam syariat Islam, keberadaan ayah tiri ini sama sekali tidak dipertimbangkan menjadi wali nikah.
Hal ini karena ia tidak disebutkan dalam daftar urutan prioritas wali nikah.
Namun demikian, tetap ada peluang seorang ayah tiri menjadi wali nikah, yakni dengan cara mewakilan (tawkil), artinya wali asli dari perempuan tersebut mewakilkan perwalian pernikahan kepadanya.
Hal ini sebagaimana penjelasan Abu Hasan Ali al-Mawardi dalam kitab al-Hawi al-Kabir (Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah: 1999), juz IX, hal. 113:
فَأَمَّا تَوْكِيلُ الْوَلِيِّ فَلَا يَجُوزُ أَنْ يُوَكِّلَ فِيهِ إِلَّا مَنْ يَصِحُّ أَنْ يَكُونَ وَلِيًّا فِيهِ وَهُوَ أَنْ يَكُونَ ذَكَرًا بالغاً حراً مسلماً رشيداً فإذا اجتمعت هَذِهِ الْأَوْصَافُ صَحَّ تَوْكِيلُهُ
“Adapun mewakilkan perwalian, hal tersebut tidak diperbolehkan kecuali seseorang yang memenuhi persyaratan yakni: lelaki, baligh, merdeka, muslim, dan pintar. Jika syarat tersebut terkumpul maka sah mewakilannya.”
Maka dari keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa jika ayah tiri memenuhi persyaratan, maka ia bisa menerima tawkil wali nikah.
Namun tentunya tawkil ini harus dilakukan dengan kalimat serah terima yang sah menurut syariat Islam.
Hal demikian tidak hanya berlaku kepada ayah tiri saja.
Namun juga berlaku untuk ayah angkat, guru, atau siapa pun yang memang bukan wali asli.
Namun satu hal yang perlu benar-benar diingat oleh seluruh pihak, bahwa tawkil ini dilakukan atas dasar serah terima.
Sehingga keberadaan pihak yang menyerahkan, dalam hal ini adalah wali asli, haruslah benar-benar ada.
edangkan jika semua wali asli tidak ditemukan, entah karena sudah meninggal, menghilang atau sebab lainnya, maka yang berhak menjadi wali adalah hakim.
Jika di suatu wilayah tidak ditemukan adanya hakim, maka yang menempati posisi hakim ini ialah muhakkam.
Muhakkam adalah seseorang yang diposisikan sebagai hakim dengan persyaratan tertentu.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zainuddin Ahmad bin Abdulaziz al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in (Surabaya, Kharisma: 1998), halaman 472:
ثم إن لم يوجد ولي ممن مر فيزوجها محكم عدل حر
“Kemudian jika tidak ditemukan wali dari orang-orang yang telah tersebut di atas, maka yang menikahkan perempuan tersebut adalah muhakkam yang adil dan merdeka”.
Maka berdasarkan penjelasan di atas, ayah tiri tidak bisa menjadi wali nikah, kecuali jika ia telah menerima perwalian dari wali nikah asli sebagaimana yang sudah ditentukan oleh syariat Islam.
Semoga artikel ini bermanfaat.
Wallahu a‘lam.
(put)
Load more