tvOnenews.com - Shalat berjamaah di masjid memiliki keutamaan dibanding shalat sendiri di rumah.
Masjid menjadi salah satu tempat penting bagi umat Islam, karena fungsi sebenarnya bukan hanya untuk ibadah shalat.
Melainkan bisa digunakan sebagai tempat majelis, membaca Al-Quran, berdzikir, hingga i'tikaf di bulan Ramadhan.
Tak hanya itu saja, banyak hadits yang menyebutkan keutamaan orang yang shalat di masjid. Oleh karenanya sangat dianjurkan untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid.
Saat ini, baik masjid atau mushala sangat mudah dijumpai karena jumlahnya yang begitu banyak.
Bahkan bagi sebagian orang, menjadi sebuah kebingunan, tempat mana yang harus diutamakan untuk shalat berjamaah.
Sebagian jamaah juga mempertanyakan terkait mana yang lebih utama apakah shalat di masjid yang jauh atau ke mushola yang dekat?
Simak penjelasan Buya Yahya terkait hal tersebut, melansir dari YouTube Al-Bahjah TV, Senin (6/5/2024).
Sebagai informasi, Allah SWT sangat mencintai masjid dan orang-orang yang berjalan menuju masjid untuk beribadah, terutama shalat berjamaah.
Akan tetapi tak sedikit pula mushola yang terdapat di sekitar kita, baik itu di rumah pribadi maupun di lokasi tertentu seperti layaknya masjid.
Lantas, jika mushola lebih dekat dari rumah dan masjid jauh, mana yang lebih utama shalat di masjid atau mushola?
Buya Yahya menerangkan bahwa jawabannya itu tergantung siapa dan kondisi yang bagaimana.
Sebelumnya, pimpinan Pondok Pesantren Al-Bahjah tersebut menjelaskan bahwa masjid dibangun di tanah yang diwakafkan dan niat pembangunannya memang untuk masjid.
Sementara, pengertian mushola dalam kitab-kitab fiqih berbeda dengan mushola yang ada di Indonesia.
"Masjid, sesuatu yang diwakafkan, memang niat dibangun untuk masjid. Mushola di dalam pembahasan kitab fiqih sangat beda dengan mushola yang ada di negeri kita ini," ujar Buya Yahya.
Buya Yahya menjawab mana yang lebih utama, shalat berjamaah di masjid atau di mushola yang dekat. Source: YouTube Al-Bahjah TV
Dalam kitab fiqih, jumhur ulama dari mazhab Syafi'i menyebutkan bahwa shalat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha dilaksanakan di masjid.
Sementara mazhab Hanbali menyebutkan shalat di mushola. Namun, mushola yang dimaksud adalah hamparan luas yang biasa digunakan untuk shalat jenazah.
"Kalau Anda membaca kitab fikih tentang mushola. Apalagi tentang shalat Hari Raya, jumhur ulama mengatakan shalat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha itu di masjid menurut mazhab Syafi'i," terang Buya Yahya.
"Kemudian mazhab Imam Ahmad di mushola. Ini jangan dibawa ke negeri kita. Mushola yang ada dalam kitab fiqih itu adalah hamparan luas yang biasa digunakan untuk shalat jenazah," imbuhnya.
Buya Yahya menambahkan, mushola yang dimaksud dalam kitab-tikab fiqih merupakan hamparan luas yang memang sudah disediakan oleh negara untuk shalat jenazah, termasuk juga shalat Idul Fitri.
Jadi, jika dalam kitab fiqih disebutkan shalat Idul Fitri di mushola, maka bukan mushola dalam arti bangunan seperti masjid yang ada di Indonesia.
Adapun bangunan mushola yang ada di Indonesia merupakan sebuah tempat yang memang diniatkan untuk tempat shalat.
Lantas, apakah mushola bisa dikatakan masjid? Mushola bisa disebut masjid jika memenuhi syarat-syarat masjid.
Jika tanahnya memang diwakafkan dan diniatkan untuk membangun masjid, maka meskipun diberi nama mushola, surau, langgar, atau lainnya, maka fungsinya sama seperti masjid.
"Yang perlu kita pertanyakan, niat pembangunannya seperti apa. Bisa saja orang membangun mushola bukan untuk diwakafkan," ujar Buya Yahya.
Kemudian terkait pertanyaan mana yang utama antara masjid dan mushola, maka jawabannya tergantung 'siapa Anda'.
Memang shalat berjamaah di masjid lebih utama dari mushola jika dilihat dari keutamaan-keutamaannya yang telah disebutkan.
Akan tetapi, bagi orang berpengaruh terhadap kemakmuran mushola, bisa jadi orang tersebut lebih baik di mushola yang dekat rumah.
Misalnya jika orang tersebut pergi ke masjid justru malah membuat mushola menjadi sepi dan tidak ada yang mau shalat berjamaah, maka lebih baik orang tersebut shalat di mushola.
untuk mengajak orang shalat berjamaah dan memakmurkan mushola.
"Jika kepergian Anda ke tempat yang lebih ramai (masjid) menjadikan mushola sepi atau mungkin tidak didirikan jamaah, maka lebih bagus di mushola tadi. Karena Anda menjadi tumpuan orang shalat di situ, maka jangan pergi. Anda punya fungsi memakmurkan tempat," ujar Buya Yahya.
"Kalau Anda pergi mengejar keutamaan, orang pada nggak shalat berjamaah," sambungnya.
Sedangkan jika orang biasanya yang tidak menjadi suri tauladan dan tidak berpengaruh terhadap mushola, maka boleh memilih yang terbaik.
"Kalau Anda orang biasa, datang dan pergi tidak ada artinya, maka pilih aja yang terbaik, suka-suka. Tapi kalau orang terpandang, Anda suri tauladan, Anda di situ (mushola) saja," ujar Buya Yahya.
Masalah keutamaan, maka akan tetap mendapatkan keutamaan meskipun shalat di mushola, sebab bermaksud untuk memakmurkan mushola dan mengajak orang untuk shalat berjamaah.
"Maka Anda shalat di tempat yang dikatakan mushola Anda sudah mendapatkan keutamaan, karena punya maksud untuk memakmurkan tempat tersebut untuk shalat," kata Buya Yahya.
"Masalah keutamaan, Anda akan mendapatkannya karena punya maksud untuk mengajak orang agar sujud kepada Allah dan sebagainya," tambahnya.
Sementara itu, Buya Yahya menegaskan bahwa semua masjid memiliki fungsi dan keutamaan yang sama, kecuali tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjidil Nabawi, Masjidil Aqsa.
(udn)
Baca artikel tvOnenews.com terkini dan lebih lengkap, klik google news.
Ikuti juga sosial media kami;
twitter @tvOnenewsdotcom
facebook Redaksi TvOnenews
Load more